Amira masih ingat akan perkataan Handoko, setelah bilang ingin menjodohkan ke duanya anaknya, Handoko tidak memberi tahu dengan siapa mereka akan di jodohkan.
Amira memilih menemui Mahrdika untuk menepati janjinya membawa Arsyila bekerja kembali."Ayo, Kak, Kita berangkat sekarang! Mumpung masih sore. Takut kemalaman malah enggak bisa bertemu dengan dia," ucap Amira sembari menarik tangan Mahardika."Kenapa bisa begitu?" tanya Mahardika penasaran."Dia harus merawat anak panti yang masih balita, kasihan benar nasib dia," jawab Amira diiringi umpatan terhadap Arsyila."Amira! Jaga ucapan Kamu, Dek!" Mahardika tidak suka mendengar Arsyila dihina seperti itu oleh Amira. Amira memang belum banyak berubah. Dia masih sering seenaknya sendiri jika berkata."Maaf," kata Amira meringis mendapat teguran dari Mahardika.Mahardika dan Amira baru saja keluar dari Kantor, tiba-tiba Fahri menelepon jika Dia ingin bertemu, dengan segera Mahardika menyanggupinya dan mengajak Fahri untuk ikut pergi."Mas Fahri mau ikut, Kak?" tanya Amira begitu bahagia. Sungguh Amira sangat mencintai Fahri."Iya," jawab Mahardika mengangguk dan tersenyum tipis. Mahardika sendiri senang, setidaknya ada waktu untuk berdua dengan Arsyila saat nanti Fahri akan bersama Amira.Sekitar sepuluh menit Mahardika melakukan perjalanan. Mahardika menghentikan mobilnya tepat di mana Fahri berada."Sudah nunggu lama, Fah?" tanya Mahardika sembari menepuk punggung Fahri."Lumayan, baru juga nyamuk mau gigit, Kamu sudah datang," jawab asal Fahri membuat Amira tersenyum."Masih ingat dengan dia?" kata Mahardika sembari menunjuk ke arah Amira. Fahri langsung menoleh ke pusat yang di tuju."Kenal dong, dia Amira, adek perempuan kamu," jawab Fahri sembari menepuk punggung Mahardika.Antara Mahardika dan Fahri memang sangat dekat, terkadang mereka saling bertengkar, terkadang saling bercanda. Mereka saling menjaga dan menyemangati."Ini bawa kunci, Kamu di depan, Aku mau istirahat di belakang. Tidur sejenak," kata Mahardika sembari menaruh kunci pada telapak tangan Fahri."Memangnya kita mau ke mana?" tanya Fahri merasa bingung dengan sikap sahabatnya ini."Tanya Amira. Dia yang tahu tempatnya. Nanti bangunin Aku jika sudah sampai," jawab Mahardika yang dengan seenaknya sendiri masuk ke dalam mobil dan menutupnya.Fahri yang masih di luar dengan Amira terlihat salah tingkah, walaupun dengan segera Fahri sadar akan keberadaan Amir."Silakan masuk, Dek!" kata Fahri sembari membuka pintu mobil untuk Amira. Amira sendiri meras bahagia dengan sikap Fahri yang begitu perhatian."Makasih banyak, Mas," jawab Amira tersenyum senang.'Pengertian banget Kak Dika, pasti ini cara dia untuk mendekatkan aku dengan Mas Fahri,' batin Amir tak hentinya tersenyum.Fahri mematuhi perintah Mahardika untuk mengikuti arah sesuai petunjuk dari Amira. Sedangkan Mahardika hanya duduk santai di kursi belakang dengan mata terpejam karena ngantuk."Mas Fahri mau?" ucap Amira sembari menyodorkan potongan roti yang sejak tadi Amira makan."Boleh, biar enggak ngantuk," jawab Fahri yang langsung membuat Amira mengarahkan potongan kue tersebut ke mulut Fahri."Mas Fahri baru nyetir, biar Amira suapi," kata Amira terdengar indah di telinga Fahri. Dengan ragu Fahri membuka mulutnya, lalu menerima makanan yang diberikan oleh Amira, sejenak Fahri mengunyah. Amira dengan pengertiannya mengambilkan minum untuk Fahri dan hal itu membuat Fahri merasakan debaran lebih pada jantungnya.Fahri cowok yang tak jauh beda dengan Mahardika, cowok dingin yang tidak pernah pacaran sebelumnya.Diam-diam dari belakang Mahardika memvideo kebersamaan Amira dan Fahri, tetapi tak di sadari oleh ke duanya.Sekitar setengah jam melakukan perjalanan, akhirnya sampai juga ke tempat tujuan. Sebuah bangunan bertembok lantai dua cukup sederhana dengan tulisan tertempel di tembok 'Yayasan Panti Asuhan Harapan Kasih'."Kita sudah sampai," ucap Amira sembari menoleh ke belakang untuk melihat Kakaknya yang sejak tadi tidur.Mahardika yang merasakan mobilnya berhenti, akhirnya membuka matanya, lalu menoleh ke arah Amira yang masih melihat ke arahnya juga."Sudah sampai," kata Amira lagi membuat Mahardika segera merapikan penampilannya."Ayo turun!" ajak Mahardika yang sudah membuka kaca mobilnya.Melihat sikap Mahardika yang tidak seperti biasanya membuat Amira mengernyitkan kening sembari melihat ke arah Fahri untuk meminta jawaban, tetapi Fahri hanya mengedipkan bahunya.Mahardika sudah jalan terlebih dahulu dengan penampilannya yang masih menggunakan jas kerja yang sama saat Arsyila menabrak dirinya.Seorang gadis berhijab yang sedang asik menggendong seorang bayi mungil dengan senyum yang selalu mengembang di pipinya mampu membuat Mahardika semakin terpesona. Sebuah jepretan berhasil Mahardika lakukan guna mengambil foto Arsyila."Assalamulaiakum," ucap Mahardika yang mengagetkan Arsyila."Waalaikum salam," jawab Arsyila gugup. Arsyila merasa kaget melihat laki-laki ganteng dengan penampilan keren berada di depannya. Pandangan Arsyila sesaat terkunci walaupun tak lama kemudian Arsyila menyadari sesuatu. Arsyila melihat Mahardika dari ujung kaki sampai atas membuat Arsyila ingat akan laki-laki yang Dia tabrak tadi siang."Maaf, silakan duduk! Apakah Tuan mau bertemu dengan ibu panti? Tunggu sebentar akan saya panggilkan," kata Arsyila hendak pergi meninggalkan Mahardika seorang diri."Tunggu!" cegah Mahardika menghentikan langkah Arsyila.Arsyila melihat ke arah Mahardika dengan masih menggendong seorang bayi dan mencoba menenangkannya kembali karena bayi itu terbangun mendengar suara Mahardika.Amira dan Fahri datang dan hal itu semakin membuat Arsyila bingung."Sebenarnya tujuan kalian datang ke sini apa?" tanya Arsyila berubah raut wajahnya menjadi jutek saat melihat keberadaan Amira di tengah antara Mahardika dan Fahri.Sesaat Amira melihat ke arah Mahardika dan Fahri yang sama memberikan senyuman dan anggukan kepala."Maaf, Arsyila. Tujuan kami datang ke mari ingin meminta maaf kepada Kamu dan menyuruh Kamu untuk masuk kerja kembali," kata Amira penuh harap. Amira sendiri sedikit mengurangi rasa gengsinya demi mewujudkan rencananya."Maaf, Bu Amira. Saya sudah bilang kepada Ibu, jika saya tidak akan kembali bekerja lagi di sana karena bagi saya ludah yang sudah di keluarkan tak bisa lagi di jilat kembali. Sekali lagi saya minta maaf," kata Arsyila yang mengagetkan Mahardika. Ternyata gadis yang di lihat lembut bisa setegas itu dalam pendiriannya."Tapi..." ucapan Amira terhenti saat Mahardika lebih dahulu menyelanya."Saya rasa kamu tidak bisa keluar begitu saja Arsyila Mutiara Dewi, jelas dalam kontrak kerja kamu, jika kamu menandatangani kontrak selama tiga tahun dan sampai hari ini Kamu terhitung baru 1 tahun bekerja," gertak Mahardika membuat Arsyila menatap Mahardika memelas karena memang benar adanya."Jika Kamu masih tetap keluar, Kamu harus membayar denda sebanyak 10 juta kepada perusahaan kami." Mahardika melanjutkan penjelasannya lagi. Sejenak Arsyila diam dan berpikir."Tapi, di sini saya yang secara langsung di pecat, Tuan. Seharusnya kalian yang memberi pesangon kepada saya, bukan malah saya suruh bayar denda," ucap Arsyila tegas. Berbeda dengan Mahardika yang hanya tersenyum sinis."Itu jika ada surat resmi pemecatan dan sudah mendapatkan tanda tangan dari bapak Handoko selaku pemilik perusahaan," kata Mahardika yang menimbulkan perdebatan antara Arsyila dan Mahardika.Arsyila masih diam sembari menggendong anak bayi yang tertidur nyenyak dalam pangkuannya.Sesaat Arsyila melihat bayi itu dan beberapa anak panti yang berseliweran keluar masuk ruangan membuat Arsyila berpikir kembali.“Terserah! Saya tetap tidak akan bekerja di sana kembali,” bantah Arsyila begitu berani.“Baiklah jika itu kemauan kamu, saya akan pastikan jika kamu akan di denda untuk mengabdikan hidupmu untukku,” kata Mahardika dengan mendekatkan mukanya ke muka Arsyila.“Apa!?” Arsyila tersentak kaget mendengar ucapan dari seorang Mahardika yang mengecamnya demikian.Arsyila akhirnya memutuskan untuk bekerja kembali. Hal ini Arsyila lakukan agar terhindar ancaman dari pihak perusahaan. Sungguh Arsyila merasa lelah dihadapi dengan persoalan demikian. Seperti biasanya, pagi sekali Arsyila sudah berada di kantor. Dia bertugas untuk mengepel dan membersihkan semua ruangan yang ada di lantai empat. Tempat dimana jajaran terpenting dalam perusahaan ini berada di lantai tersebut.Semua ruangan sudah dibersihkan, termasuk ruangan pak Handoko, pemilik perusahaan.Hanya saja ada satu ruangan yang tidak bisa dibersihkan dan dikunci membuat Arsyila harus bersabar karena dia tidak akan bisa santai sebelum semua ruangan bersih.'Huh, kenapa musti di kunci? Dan kenapa dari banyak kunci cadangan tidak ada satupun yang cocok,' gerutu Arsyila yang masih berusaha membuka pintu ruangan yang terdapat tulisan ruang CEO ini.Tiba-tiba ada tangan yang menggeser tangan Arsyila, lalu memasukan kunci dan membuka pintunya. Kemudian Arsyila menoleh ke belakang."Tuan," denga
"kalau pakai lipstik yang benar, Arsyila," bisik Mahardika membuat Arsyila malu. Arsyila menutup mulutnya yang menganga karena kaget. "Segera masuk ke toilet atau biar saya yang membersihkannya?" ucap Mahardika membuat Arsyila ketakutan."Ti-dak, sa-ya bisa sendiri," jawab Arsyila sembari berlari meninggalkan Mahardika. Mahardika yang melihat sikap lucu Arsyila hanya bisa tersenyum sendiri.'Sepertinya kamu akan jadi penghiburku setiap hari, Arsyila,' gumam Mahardika sembari menggelengkan kepalanya sendiri merasa lucu.Tak lama kemudian Arsyila keluar dengan penampilannya yang terlihat sangat rapi."Kenapa ngelihatin Arsyila seperti itu, M-as?" tanya Arsyila gugup. Arsyila juga terlihat memepet tembok agar dirinya tidak kelihatan salah tingkah."Ayo berangkat!" ajak Mahardika membuat hati Arsyila lega. Arsyila pikir akan ada drama lagi yang akan membuat dirinya semakin malu."Sebentar, mas, tas mas ketinggalan," kata Ara yang ingin mengambilkan tas Mahardika, tetapi di cegah olehnya.
"Bisa," jawab Arsyila membuat Mahardika tersenyum senang."Kita pulang ke apartemen," ucap Mahardika penuh dengan keyakinan. Arsyila hanya diam dan menuruti saja keinginan Mahardika. Bagi Arsyila di sini dia bekerja dan tentu harus menuruti semua keinginan atasannya selagi itu benar.Mahardika terlihat melajukan mobil dengan kecepatan sedang untuk menuju apartemen miliknya yang tak jauh dari kantornya. Sebelumnya mereka sudah terlebih dahulu membeli beberapa bahan untuk membuat sup iga."Apakah semua ini sudah cukup?" tanya Mahardika terlihat berpikir."Sudah, Pak," jawab Arsyila sembari tersenyum."Baiklah." Mahardika terlihat begitu semangat.Tak lama kemudian, mereka sudah sampai di apartemen milik Mahardika. Arsyila terlihat canggung karena harus berduaan di dalam sebuah rumah."Masuklah! Tenang saja, semua akan baik-baik saja," kata Mahardika meyakinkan Arsyila. Arsyila tersenyum dan perlahan masuk ke dalam apartemen.Jika biasanya Mahardika akan bersikap cuek kepada bawahannya
Mahardika sudah selesai sarapan yang cukup kesiangan. Berbagai drama telah terjadi hari ini dan hal itu membuat Mahardika ingin sejenak menenangkan diri."Jadwal saya selanjutnya apa Arsyila?" tanya Mahardika terlihat lelah.Arsyila masih bingung melihat jadwal yang ada pada ponsel miliknya yang sudah di kirim oleh sekretaris pribadi Mahardika.'Huh, kenapa harus saya sih? Padahal memiliki sekretaris pribadi, kalau begini kan aku terlihat bodohnya karena tidak lincah dalam mengatur jadwal,' batin Arsyila menahan kekesalannya."Bapak, hmm, maksudnya Mas ada pertemuan dengan PT. Mustika Putri untuk membicarakan bisnis fashion."Apa? Kapan mereka melakukan jadwal dengan kita? Kenapa tanpa sepengetahuan saya?" protes Mahardika terlihat tidak suka."Saya tidak tahu, mas," jawab Arsyila kaget karena Mahardika cukup keras dalam mengucapkannya.Mahardika segera menelepon seseorang . Dia tidak ingin berurusan dengan PT. Mustika Putri karena itu milik Gempita."Apa? Kenapa bisa begitu?Siapa yan
Mahardika telah menceritakan semuanya kepada Handoko. Dirinya semakin yakin untuk menjalankan ide dari Arsyila karena Handoko menyetujuinya.Selain bekerja di bidang property perusahaan Handoko memiliki usaha baru di bidang fashion yang baru saja beberapa tahun Mahardika dirikan.Niat awal memang usaha fashion milik Mahardika ini akan diberikan kepada istrinya kelak, tetapi sebelumnya Mahardika meminta bantuan Amira selaku adek perempuannya yang tentu jauh lebih paham persoalan fashion.Kini Arsyila di panggil pribadi oleh Handoko. Hanya ada Mahardika dan Arsyila."Bagaimana tanggapan PT Mustika Putri saat kamu tidak datang, Dika?" tanya Handoko ingin tahu terlebih dahulu persoalan kerja sama."Mereka sangat marah, mereka menuduh telah mempermainkan perusahaannya dan mereka mengancam akan menjatuhkan perusahaan kita.Handoko nampak menarik napasnya dengan kasar. Dia sendiri bingung dengan persoalan ini. Ini memang sebuah kecerobohan yang harus segera di atasi."Baik, kita harus cepat
Mahardika sangat menyukai gaya Arsyila yang demikian. Selain suka tantangan, Arsyila sebenarnya memiliki ide yang cemerlang."Apa yang kamu minta akan aku kasih," jawab Mahardika begitu mudah."Serius? Jika aku minta panti asuhan di bangun lebih besar dan layak?" Kata Arsyila yang sudah mulai tidak canggung dengan Mahardika, bahkan antara Mahardika dan Arsyila sudah menggunakan aku dan kamu sebagai bahasanya."Mudah saja bagiku," jawab Mahardika menyombongkan diri. Tentu hal itu semakin membuat Arsyila semangat karena baru itu impiannya saat ini.Handoko yang melihat sikap natural Arsyila dan Mahardika hanya bisa tersenyum. Dia hanya bisa berharap agar Mahardika dan Arsyila cepat bersatu tanpa ada paksaan."Dan satu lagi?" ucap Arsyila membuat Mahardika mengernyitkan keningnya."Apa?" Mahardika nampak serius memperhatikan Arsyila. Dia sudah tidak sabar untuk menunggu permintaan Arsyila selanjutnya."Aku ingin tetap kuliah," kata Arsyila yang takut jika profesinya ke depan akan mempe
Mahardika dan Arsyila makan berdua di sebuah restoran berkelas, bahkan Mahardika memesan ruang privasi untuk mereka berdua.Mahardika mengusap saus sambal pada sudut bibir Arsyila, sejenak pandangan mereka saling bertemu dan mengunci."Hmm, ma-makasih, Mas," kata Arsyila nampak gugup. Mahardika segera melepas tangannya, lalu memakan makanannya lagi. Mahardika terlihat salah tingkah."Hmm, mau nambah lagi?" tanya Mahardika membuka obrolannya. Sejak datang mereka hanya diam dan menikmati hidangan. "Iya, aku pingin makan es kelapa muda, Mas," kata Arsyila terdengar manja."Ok, boleh," jawab Mahardika sembari memanggil pelayan untuk memesankan es kelapa muda keinginan Arsyila.Sejenak Mahardika melihat ke arah Arsyila yang masih menikmati manisan mangga muda. Mahardika tersenyum sendiri.'Apakah aku mulai jatuh cinta kepadamu, Arsyila. Aku merasa nyaman setiap bersama kamu. Merasa kamu menghadirkan canda dan selalu membuatku terhibur,' batin Mahardika."Mas! Mas Dika!" Ucap Arsyila semba
Arsyila dan Mahardika menoleh ke arah belakang. Ternyata suara Amira yang mencegah langkahnya. Amira menatap Mahardika dan Arsyila dengan intens. Pandangan Amira terlihat tidak bersahabat ke arah Arsyila, walaupun pada akhirnya dia bersikap ramah, lebih tepatnya hanya akting belaka."Dari mana Mas?" tanya Amira tak ada sopan santunnya."Enggak perlu tahu juga kamu kita dari mana," jawab Mahardika yang sebenarnya masih merasa emosi dengan Amira.Amira hanya bisa menyaksikan interaksi antara kakak dan adik di depannya. Terlihat Amira yang jengkel dengan sikap dingin Mahardika."Kenapa sama Arsyila?" tanya Amira lagi. Diapun melihat ke arah Arsyila dengan tatapan sinisnya."Dia sama saya, memangnya sama siapa lagi." Amira semakin kehilangan kesabarannya.Amira mendekat ke arah Arsyila, lalu memegang lengan tangan Arsyila."Jangan coba-coba merayu kakakku, jangan kamu manfaatin kebaikan kakakku untuk kamu kuras hartanya," ucap Amira penuh penekanan. Arsyila hanya diam. Dia sudah biasa den