Share

BAB 4. MENGABDIKAN HIDUPMU UNTUKKU

Amira masih ingat akan perkataan Handoko, setelah bilang ingin menjodohkan ke duanya anaknya, Handoko tidak memberi tahu dengan siapa mereka akan di jodohkan.

Amira memilih menemui Mahrdika untuk menepati janjinya membawa Arsyila bekerja kembali.

"Ayo, Kak, Kita berangkat sekarang! Mumpung masih sore. Takut kemalaman malah enggak bisa bertemu dengan dia," ucap Amira sembari menarik tangan Mahardika.

"Kenapa bisa begitu?" tanya Mahardika penasaran.

"Dia harus merawat anak panti yang masih balita, kasihan benar nasib dia," jawab Amira diiringi umpatan terhadap Arsyila.

"Amira! Jaga ucapan Kamu, Dek!" Mahardika tidak suka mendengar Arsyila dihina seperti itu oleh Amira. Amira memang belum banyak berubah. Dia masih sering seenaknya sendiri jika berkata.

"Maaf," kata Amira meringis mendapat teguran dari Mahardika.

Mahardika dan Amira baru saja keluar dari Kantor, tiba-tiba Fahri menelepon jika Dia ingin bertemu, dengan segera Mahardika menyanggupinya dan mengajak Fahri untuk ikut pergi.

"Mas Fahri mau ikut, Kak?" tanya Amira begitu bahagia. Sungguh Amira sangat mencintai Fahri.

"Iya," jawab Mahardika mengangguk dan tersenyum tipis. Mahardika sendiri senang, setidaknya ada waktu untuk berdua dengan Arsyila saat nanti Fahri akan bersama Amira.

Sekitar sepuluh menit Mahardika melakukan perjalanan. Mahardika menghentikan mobilnya tepat di mana Fahri berada.

"Sudah nunggu lama, Fah?" tanya Mahardika sembari menepuk punggung Fahri.

"Lumayan, baru juga nyamuk mau gigit, Kamu sudah datang," jawab asal Fahri membuat Amira tersenyum.

"Masih ingat dengan dia?" kata Mahardika sembari menunjuk ke arah Amira. Fahri langsung menoleh ke pusat yang di tuju.

"Kenal dong, dia Amira, adek perempuan kamu," jawab Fahri sembari menepuk punggung Mahardika.

Antara Mahardika dan Fahri memang sangat dekat, terkadang mereka saling bertengkar, terkadang saling bercanda. Mereka saling menjaga dan menyemangati.

"Ini bawa kunci, Kamu di depan, Aku mau istirahat di belakang. Tidur sejenak," kata Mahardika sembari menaruh kunci pada telapak tangan Fahri.

"Memangnya kita mau ke mana?" tanya Fahri merasa bingung dengan sikap sahabatnya ini.

"Tanya Amira. Dia yang tahu tempatnya. Nanti bangunin Aku jika sudah sampai," jawab Mahardika yang dengan seenaknya sendiri masuk ke dalam mobil dan menutupnya.

Fahri yang masih di luar dengan Amira terlihat salah tingkah, walaupun dengan segera Fahri sadar akan keberadaan Amir.

"Silakan masuk, Dek!" kata Fahri sembari membuka pintu mobil untuk Amira. Amira sendiri meras bahagia dengan sikap Fahri yang begitu perhatian.

"Makasih banyak, Mas," jawab Amira tersenyum senang.

'Pengertian banget Kak Dika, pasti ini cara dia untuk mendekatkan aku dengan Mas Fahri,' batin Amir tak hentinya tersenyum.

Fahri mematuhi perintah Mahardika untuk mengikuti arah sesuai petunjuk dari Amira. Sedangkan Mahardika hanya duduk santai di kursi belakang dengan mata terpejam karena ngantuk.

"Mas Fahri mau?" ucap Amira sembari menyodorkan potongan roti yang sejak tadi Amira makan.

"Boleh, biar enggak ngantuk," jawab Fahri yang langsung membuat Amira mengarahkan potongan kue tersebut ke mulut Fahri.

"Mas Fahri baru nyetir, biar Amira suapi," kata Amira terdengar indah di telinga Fahri. Dengan ragu Fahri membuka mulutnya, lalu menerima makanan yang diberikan oleh Amira, sejenak Fahri mengunyah. Amira dengan pengertiannya mengambilkan minum untuk Fahri dan hal itu membuat Fahri merasakan debaran lebih pada jantungnya.

Fahri cowok yang tak jauh beda dengan Mahardika, cowok dingin yang tidak pernah pacaran sebelumnya.

Diam-diam dari belakang Mahardika memvideo kebersamaan Amira dan Fahri, tetapi tak di sadari oleh ke duanya.

Sekitar setengah jam melakukan perjalanan, akhirnya sampai juga ke tempat tujuan. Sebuah bangunan bertembok lantai dua cukup sederhana dengan tulisan tertempel di tembok 'Yayasan Panti Asuhan Harapan Kasih'.

"Kita sudah sampai," ucap Amira sembari menoleh ke belakang untuk melihat Kakaknya yang sejak tadi tidur.

Mahardika yang merasakan mobilnya berhenti, akhirnya membuka matanya, lalu menoleh ke arah Amira yang masih melihat ke arahnya juga.

"Sudah sampai," kata Amira lagi membuat Mahardika segera merapikan penampilannya.

"Ayo turun!" ajak Mahardika yang sudah membuka kaca mobilnya.

Melihat sikap Mahardika yang tidak seperti biasanya membuat Amira mengernyitkan kening sembari melihat ke arah Fahri untuk meminta jawaban, tetapi Fahri hanya mengedipkan bahunya.

Mahardika sudah jalan terlebih dahulu dengan penampilannya yang masih menggunakan jas kerja yang sama saat Arsyila menabrak dirinya.

Seorang gadis berhijab yang sedang asik menggendong seorang bayi mungil dengan senyum yang selalu mengembang di pipinya mampu membuat Mahardika semakin terpesona. Sebuah jepretan berhasil Mahardika lakukan guna mengambil foto Arsyila.

"Assalamulaiakum," ucap Mahardika yang mengagetkan Arsyila.

"Waalaikum salam," jawab Arsyila gugup. Arsyila merasa kaget melihat laki-laki ganteng dengan penampilan keren berada di depannya. Pandangan Arsyila sesaat terkunci walaupun tak lama kemudian Arsyila menyadari sesuatu. Arsyila melihat Mahardika dari ujung kaki sampai atas membuat Arsyila ingat akan laki-laki yang Dia tabrak tadi siang.

"Maaf, silakan duduk! Apakah Tuan mau bertemu dengan ibu panti? Tunggu sebentar akan saya panggilkan," kata Arsyila hendak pergi meninggalkan Mahardika seorang diri.

"Tunggu!" cegah Mahardika menghentikan langkah Arsyila.

Arsyila melihat ke arah Mahardika dengan masih menggendong seorang bayi dan mencoba menenangkannya kembali karena bayi itu terbangun mendengar suara Mahardika.

Amira dan Fahri datang dan hal itu semakin membuat Arsyila bingung.

"Sebenarnya tujuan kalian datang ke sini apa?" tanya Arsyila berubah raut wajahnya menjadi jutek saat melihat keberadaan Amira di tengah antara Mahardika dan Fahri.

Sesaat Amira melihat ke arah Mahardika dan Fahri yang sama memberikan senyuman dan anggukan kepala.

"Maaf, Arsyila. Tujuan kami datang ke mari ingin meminta maaf kepada Kamu dan menyuruh Kamu untuk masuk kerja kembali," kata Amira penuh harap. Amira sendiri sedikit mengurangi rasa gengsinya demi mewujudkan rencananya.

"Maaf, Bu Amira. Saya sudah bilang kepada Ibu, jika saya tidak akan kembali bekerja lagi di sana karena bagi saya ludah yang sudah di keluarkan tak bisa lagi di jilat kembali. Sekali lagi saya minta maaf," kata Arsyila yang mengagetkan Mahardika. Ternyata gadis yang di lihat lembut bisa setegas itu dalam pendiriannya.

"Tapi..." ucapan Amira terhenti saat Mahardika lebih dahulu menyelanya.

"Saya rasa kamu tidak bisa keluar begitu saja Arsyila Mutiara Dewi, jelas dalam kontrak kerja kamu, jika kamu menandatangani kontrak selama tiga tahun dan sampai hari ini Kamu terhitung baru 1 tahun bekerja," gertak Mahardika membuat Arsyila menatap Mahardika memelas karena memang benar adanya.

"Jika Kamu masih tetap keluar, Kamu harus membayar denda sebanyak 10 juta kepada perusahaan kami." Mahardika melanjutkan penjelasannya lagi. Sejenak Arsyila diam dan berpikir.

"Tapi, di sini saya yang secara langsung di pecat, Tuan. Seharusnya kalian yang memberi pesangon kepada saya, bukan malah saya suruh bayar denda," ucap Arsyila tegas. Berbeda dengan Mahardika yang hanya tersenyum sinis.

"Itu jika ada surat resmi pemecatan dan sudah mendapatkan tanda tangan dari bapak Handoko selaku pemilik perusahaan," kata Mahardika yang menimbulkan perdebatan antara Arsyila dan Mahardika.

Arsyila masih diam sembari menggendong anak bayi yang tertidur nyenyak dalam pangkuannya.

Sesaat Arsyila melihat bayi itu dan beberapa anak panti yang berseliweran keluar masuk ruangan membuat Arsyila berpikir kembali.

“Terserah! Saya tetap tidak akan bekerja di sana kembali,” bantah Arsyila begitu berani.

“Baiklah jika itu kemauan kamu, saya akan pastikan jika kamu akan di denda untuk mengabdikan hidupmu untukku,” kata Mahardika dengan mendekatkan mukanya ke muka Arsyila.

“Apa!?” Arsyila tersentak kaget mendengar ucapan dari seorang Mahardika yang mengecamnya demikian.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status