Share

CEO Brondong itu Kekasihku
CEO Brondong itu Kekasihku
Author: Astika Buana

Bab 1. Test Drive

“Raya, kamu pikir aku menikahimu karena mencintaimu?”

Dahiku sontak berkerut.

Tadi, Mas Arman-calon suamiku-memang mengajak untuk melihat rumah yang akan kami tempati nanti.

Semua tampak berjalan lancar. Bapak dan Ibuk juga terlihat lega melihat anak gadis satu-satunya di tangan yang “tepat”. Calon mantu berpenghasilan dan sudah mempunyai tempat tinggal. Apa lagi yang kurang?

Namun, pertanyaannya barusan membuatku seketika waspada.

“Kita memang dijodohkan, Mas. Aku pun demikian. Tidak mengerti apakah aku cinta atau tidak. Kata orang-orang tua, cinta akan timbul saat sering bersama dalam ikatan pernikahan,” jawabku berusaha berpikiran positif.

Selama ini, kami tidak pernah bertemu berdua untuk bicara secara pribadi. Selalu ada bapak ibuku atau orang tuanya. Aku pikir, hari ini menjadi kesempatan untuk saling menyatukan hati, tapi kenyataannya justru aku mendapati dia yang sebenarnya.

“Aku tidak mau membeli kucing dalam karung. Sudah menikah dengan biaya yang tidak sedikit, ternyata aku mendapatkan zonk.”

“Maksudnya, Mas? Raya tidak mengerti.”

Mas Arman yang duduk sofa sebelah sana, tertawa kecil sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Raya. Aku ini bukan laki-laki yang lugu. Aku tahu persis kehidupan mahasiswa di kota. Gaya pacaran mereka bagaimana.”

Tetap saja, aku tidak mengerti apa yang dimaksud.

Aku beringsut saat dia berpindah tempat duduk. Sekarang dia mensejajarkan diri di dekatku. “Aku tidak yakin kalau kamu masih perawan.”

“Mas Arman! Kamu keterlaluan. Kamu ….” teriakku tidak sanggup melanjutkan kata-kata.

Ucapannya begitu menggores hati ini. Aku merasa dilecehkan.

Bapak memberiku nama Nayaka Raya. Katanya, itu berarti pemimpin besar. Harapan yang tersemat senada dengan usaha Bapak yang menyekolahkan aku sampai lulus sarjana.

Jadi … saat sekolah ataupun kuliah, aku tidak pernah pacaran. Mempunyai teman laki-laki pun hanya sebatas rekan kuliah, atau kegiatan di kampus. Tujuanku hanya bertumpu untuk menjadi kebanggaan Bapak. Meraih gelar sarjana tanpa direcoki dengan hubungan asmara yang tidak perlu.

Aku pun menurut saat Bapak memperkenalkan Arman-putra teman masa sekolah Bapak-untuk dijodohkan denganku. Penampilannya lumayan dan terlihat sopan saat itu. Aku tidak masalah kalau nantinya aku tidak bisa menggunakan high hell lagi, karena calon suamiku tidak terlalu tinggi.  Melupakan impianku seperti di novel roman, saat si gadis menjinjitkan kaki saat mencium sang pangeran. Tapi, siapa sangka ia akan berbuat seperti ini?

Genggaman tangan ini semakin terkepal erat saat dia mendekatkan wajah sambil berbisik, “Kalau begitu buktikan.”

Aku masih dalam keterkejutan. Dia mengutip paksa napas ini tanpa memberiku kesempatan untuk mengelak. Sofa panjang meleluasakan niatnya. Berusaha aku untuk memberontak, dan berakhir dengan kancing-kancing bajuku yang berhambur di lantai.

“Mas Arman! Hentikan!” teriakku saat dia menjeda.

Begidik diri ini melihat matanya yang mulai berkabut dan senyuman yang nyaris seperti seringai. Tindak tanduk sopan yang biasanya aku dapati, sekarang tidak tersisa.

“Jangan jual mahallah, Raya. Kita bersenang-senang. Toh aku ini calon suamimu, kan.”

“Ja-jangan, Mas. Tolong, ini tidak benar.” Aku mencoba beringsut menjauh sambil memegangi kemeja yang sudah tidak berkancing.

Alih-alih melepaskan aku, dia justru membisikkan kata-kata yang memaksaku bersiap untuk bertindak kasar.

“Ciumanmu payah. Aku jadi penasaran ingin membuktikan kalau kamu benar-benar perawan.”

DEG!

Kala itu, aku terdiam tidak percaya. Seseorang yang harus melimpahi aku dengan kasih sayang, justru menebar kengerian. Laki-laki yang mempunyai kewajiban menjaga wanitanya, malah kini dia bersiap merusak hidupku.

Musnah sudah bayangan merajut keindahan bersama lelaki ini. Seketika rasa mual dan ingin muntah mendera. Badanku gemetar menahan amarah yang mulai membuncah.

Calon suami seperti inikah yang akan aku nikahi? Laki-laki inikah yang akan kujadikan sandaran hidup sampai akhir hayat? Tidak! Detik ini juga, aku membuang manusia bejat ini.

“Kulit kamu mulus dan tubuhmu walaupun kurus, tapi berisi,” ucapnya dengan mata berkedip kurang ajar.

Seperti binatang kelaparan, dia merenggut bajuku, menarik paksa tanpa menghiraukan penolakan. Dia tetap meringsek dengan satu tangan membekap mulut ini. Aku tidak bisa menolak dengan kata-kata. Mau tidak mau aku melakukan pilihan terakhir. Melemaskan diri untuk mencari kesempatan.

Bibirnya tersenyum miring, mungkin merasa di atas angin karena aku mulai pasrah. Mendapat kesempatan, satu kali gerakan kaki ini berhasil menendang selangkangannya.

“Aduh!” Dia menangkup aset pribadi andalan laki-laki.

Aku bergegas beringsut berniat menjauh, tetapi gerakan tangannya lebih cepat. Ternyata, tendanganku kurang cukup kuat untuk melumpuhkannya. Gerakanku masih ragu.

PLAK!

Tubuhku terhuyun. Belum sempat menegakkan diri, satu tendangan menghantam tubuh ini dan aku pun tersungkur di atas meja kayu.

“Dasar jalang jual mahal!” teriaknya dengan menyeringai.

Tanpa menoleh pun, aku tahu dia berada di belakangku.

Napas tersenggal jelas tertangkap di pendengaranku. Keadaan terjepit, mataku menangkap asbak kaca tidak jauh dari tangan ini.

“Minimal beri aku alasan untuk menikahimu. Karena bertanggung jawab sudah mengambil keperawananmu. Iya, kan, Raya Sayang.”

Suaranya seperti lolongan serigala yang siap memangsa. Aku semakin bergidik saat dia mengusap tengkuk. “Ayo Sayang. Kita coba ranjang baru kita,” ucapnya sambil menunjuk ruangan tempat tidur.

Seperti takut kehabisan waktu, tanganku diseretnya.

Aku berontak, hingga membuatnya mencengkramku semakin kuat.

“Tidak akan!” teriakku sambil mengayun asbak kaca tepat di kepalanya.

Bugh!

***

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
aduh ...semoga raya ga papa
goodnovel comment avatar
mr.lobaloba
lanjut. tor
goodnovel comment avatar
Astika Buana
ikuti, ya Kak Ardhya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status