[Sekarang juga ke rumah Dad!]
Begitu pesan yang baru muncul pada ponsel Darell bersamaan dengan pesan yang baru diterimanya dari Kirana. Tanpa menunggu lama Darell segera mengarahkan kemudinya ke arah rumah orang tuanya.
"Huh memyebalkan, pasti perempuan kampung itu yang ngadu macam-macam," gerutu Darell sambil memegang kemudi.
Jika dia mendapatkan perintah dari Sang Ayah sudah pasti harus dilaksanakan. Ayahnya memang terkenal tegas, apapun perintahnya harus dilakukan segera, namun beliau orang yang penyayang.
"Ngeselin banget itu anak," omelnya lagi.
Darell menambah kecepatan mobilnya dan memilih melewati jalan tol untuk mempersingkat waktu. Sambil terus-terusan mengomel sendiri sepanjang perjalanan.
***
Kirana mengenakan kaos bergambar kartun yang sebagian gambarnya sudah pudar akibat tempaan setrika dan rok bunga-bunga sepanjang lutut. Rambut panjangnya yang basah dibiarkan tergerai. Gadis itu pun kemudian turun dan menuju ruang makan keluarga Maxwell.
Di sana sudah ada James dan Iswari Maxwell. Iswari pun segera memanggil Kirana dan mengajaknya bergabung ke meja makan.
"Sini Ki," panggilnya.
Sedikit ragu Kirana mulai melangkah menuju meja makan. Tiba-tiba seorang perempuan seumurannya berjalan mendahuluinya dan memeluk wanita anggun yang memanggilnya.
"Hey Mom, Dad," sapanya mencium pipi kedua orang tuanya.
Kirana melirik gadis itu, dia terlihat cantik sekali dengan wajah yang kebulean. Rambutnya diwarnai merah, kulit putih bersemu merah dan tata rias yang sempurna.
Gadis itu melirik ke arahnya sejenak, kemudian kembali pada Ibunya.
"Siapa Mom?"
"Dia yang akan jadi kakak iparmu."
Gadis itu memandangi Kirana dari atas ke bawah dengan tatapan yang menyelidik. Dia seperti merasa ada yang janggal dengan tampilan Kirana. Kemudian mendekar ke arahnya.
"Gue Audrey adiknya Darell," katanya sambil menyalami Kirana.
"Kirana."
Kembali Audrey memandangi Kirana dan sejenak dia menutup mulutnya seperti menahan tawa.
"Aku ke kamar dulu ya Kak Kirana," pamitnya dengan suara bergetar menahan tawa, kemudian mendekat kepada Ibunya.
"Mom, seriously?" tanyanya sambil melirik ke arah Kirana sekejap.
"Ya, dia calon istri kakakmu."
"Koq penampilannya kayak pem,-" Audrey menghentikan kalimatnya karena melihat Ibunya melotot ke arahnya.
"Kau sudah dewasa Audrey, harus bisa menjaga lisan dan perilakumu," tambah Ayahnya yang paham apa yang akan diucapkan olehnya.
"Sorry Mom, Dad,"
Kirana terlihat menunduk sambil meremas ujung bajunya, sementara Audrey berjalan menuju lantai atas sambil bersiul-siul. Ibu Darell pun merangkulnya menuju meja makan.
"Maafkan sikap Audrey ya! Dia memang orangnya begitu sukar di rem kalau ngomong, terlalu blak-blakan juga," kata Ibu Darell.
"Nggak apa-apa Budhe."
"Ya sudah kamu makan dulu ya Ki,"
"Iya Budhe."
Seorang pelayan datang membawa sepiring nasi goreng lengkap dengan telur mata sapi dan juga irisan ayam, serta timun, tomat dan selada sebagai garnish.
"Silakan," ucap pelayan itu sambil menaruh piring di depan Kirana.
"Terima kasih," jawab Kirana.
"Pakdhe, Budhe tidak makan?" tanya Kirana.
"Kami tadi sudah makan, sekarang kami temani kamu sambil makan buah ya," ucap Ibu Iswari.
Kirana pun mengangguk, perutnya yang sudah lapar ditambah aroma nasi goreng yang menggugah selera membuatnya tak sabar untuk segera menyantapnya.
"Kirana makan dulu ya Budhe, Pakdhe."
"Sepertinya kamu harus membiasakan diri manggil kita Mom, Dad seperti Darell dan Audrey," tambah Ibu Iswari tiba-tiba yang dibalas dengan anggukan Kirana.
***
Mereka bertiga masih berada di ruang makan saat terdengar langkah kaki dari seorang pria tampan bertubuh tegap.
"Kirana, itu Darell sudah datang, kamu sambut dia ya, Sayang," kata Ibu Iswari pada Kirana.
"Baik, Bu eh Mom,"
Dengan segera Kirana berdiri dan menghampiri Darell. Sejenak ia merasa gugup karena pesona yang ditampilkan oleh Darell. Gadis itu kemudian menyalami Darell dan mencoba meraih tas laptop milik Darell.
"Ngapain loe?" tanya Darell ketus.
"Biar saya bawakan tas nya, Mas," jawab Kirana perlahan.
"Nggak usah, gue bisa sendiri," balas Darell tanpa menoleh ke arah Kirana.
"Besok kalau loe mau naik taxi ngomong ke gue, ngerepotin aja loe jadi orang!" ucap Darell dengan nada tinggi.
Sepertinya pria bermata hazel ini masih kesal dengan Kirana. Setidaknya itulah yang dirasakan oleh Kirana. Gadis itu merasa bersalah karena menyimpan ponselnya di tas dan lupa memberi tahu Darell kalau ia naik taxi online.
"Maaf, Mas. Mau saya buatkan minum?"
"Gak usah, gue bisa sendiri."
"Darell!" bentak Ayahnya tiba-tiba saat mengetahui putranya bersikap kasar terus-terusan pada Kirana.
Darell mendengkus kesal, dan ia tak lagi bicara untuk mengungkapkan kekesalannya pada Kirana. Kekesalannya pun semakin bertambah saat mengetahui kalau sepertinya Ayahnya akan memihak pada gadis kampung yang baru tiba di rumahnya.
"Dari mana kamu?" tanya Ayah Darell dengan nada tegas.
"Kantor lah Dad," jawabnya berbohong.
"Yakin kamu ke kantor? Tadi sekretarismu bilang kamu keluar saat Dad datang ke kantormu jam empat sore."
Deg! Darell merasa seperti ditusuk saat mendengar apa yang dikatakan oleh Ayahnya. Ia tak tahu lagi apa yang akan dilakukan oleh si Big Boss padanya hari ini.
Pertama, dia telah melanggar permintaan Ayahnya untuk menjemput Kirana di stasiun dan membuat gadis itu menunggu. Hingga akhirnya Kirana datang sendiri ke rumahnya dengan Taxi Online. Kedua dia ketahuan berbohong kalau sedang di kantor, dan Ayahnya sangat membenci dengan pembohong.
"Duduk sini kamu!" perintah Ayahnya menyuruh Darell untuk duduk di dekatnya.
Sementara Kirana menunduk dan merasa tidak enak melihat keributan yang terjadi di keluarga Maxwell. Darell pun melangkah dengan sedikit menyesal.
"Mmm Dad, Mom Kirana ke kamar dulu ya, mau coba hubungi Bapak," pamitnya mencari alasan karena ia merasa tak enak berada bersama mereka saat ini.
"Ya sudah, sampaikan salam buat Bapak ya," jawab Ayah Darell.
"Baik, Dad."
"Huh, apaan pakai manggil Mom, Dad segala, kayak anaknya aja," keluh Darell dalam hati.
"Saya permisi dulu Mom, Dad. Mas, Kirana ke atas dulu," pamit gadis dua puluh lima tahun itu.
"Kalau mau ke atas ya udah ke atas aja sana, loe bisa jalan sendiri kan?" balas Darell ketus dan membuat Kirana hanya bisa menunduk kemudian beranjak menuju kamarnya di lantai dua.
"Darell, sejak kapan kau berubah menjadi tidak sopan begitu?" tanya Dad.
"Sejak Ayah memaksaku untuk menikahi gadis kampungan itu," jawab Darell.
"Dia punya nama, namanya Kirana Maheswari."
"Darell, Mom tanya, kamu tadi dari mana sampai tidak menjemput Kirana?" tanya Mom dengan nada yang lembut.
Sikap lembut yang ditunjukkan oleh Ibunya membuat Darell luluh dan mengatakan yang sebenarnya.
"Maaf, tadi aku ketemu Bastian dan Rio di cafe."
"Kamu nongkrong di cafe dan melupakan kewajibanmu menjemput Kirana?" Dad memastikan sambil bicara dengan nada tinggi.
Darell menghela napas panjang, menganggap Ayahnya berlebihan dengan masalah ini.
"Udahlah Dad, dia juga balik selamat, nggak usah dilebih-lebihkan gitulah."
"Lebih-lebihkan gimana? Dia beruntung bisa dapat Taxi online yang baik, kalau nggak bisa dibawa lari. Kamu mau tanggung jawab apa kalau sampai terjadi apa-apa pada Kirana."
"Ingat, kamu punya saudara perempuan, bagaimana kalau ada yang memperlakukan adikmu seperti ini?" tambah Dad.
Darell terdiam, dalam hati ia membenarkan perkataan Ayahnya. Ia memang keterlaluan dalam mengerjai Kirana kali ini.
"Kirana itu calon istrimu, Mom dan Dad sudah memintanya dengan baik pada Ayahnya. Apa kata Ridwan kalau tahu kau memperlakukan putrinya seperti itu?" tanya Mom.
"Tunggu ... maksud Mom dan Dad memintanya?Apa itu artinya Mom dan Dad telah melamar Kirana untuk jadi istriku?"
"Ya, kami sudah meminang Kirana. Tepatnya kami sudah menjodohkan kalian sejak Kirana lahir."
"Apa?" tanya Darell terkejut.
"Kalian berdua tak bisa begitu. Kenapa tidak meminta pendapatku dulu?" tambahnya kecewa.
"Kirana akan membuatmu jadi lebih baik Darell," jawab Mom.
"Tapi aku tidak mencintainya," balas Darell.
"Kau juga tak punya cinta untuk perempuan lain. Tepatnya kau memang tak memiliki hati. Lihat saja kau bisa bersikap kasar pada seorang yang mencoba baik padamu dan menelantarkan anak orang," jelas Dad mengungkit perbuatan Darell hari ini.
"Huh," gumam Darell.
"Kau harus minta maaf padanya. Dan perlu kau tahu kalau namamu akan kucoret dari daftar waris jika tak menikah dengan Kirana!"
"Apa?" tanya Darell tak percaya.
"Dad tidak bisa melakukan ini padaku!" protes Darell tak bisa menerima keputusan Ayahnya."Kenapa tidak? Bukankah semua aset masih atas namaku?""Ini tak adil, selama ini aku yang bekerja keras untuk perusahaan sementara Audrey yang sibuk dengan dunianya akan mendapatkan semuanya.""Dad tak mengatakan akan memberikan semua pada Audrey."Wajar jika Darell merasa cemburu oleh adik perempuannya. Audrey sama sekali enggan melibatkan diri dengan perusahaan Maxwell. Gadis itu justru lebih suka berkutat dengan dunia animasinya.Perusahaan Maxwell pernah mengalami penurunan angka yang signifikan, namun berkat inovasi yang dilakukan Darell, perlahan-lahan angkanya mulai naik. Darell tak yakin jika Maxwell group akan stabil jika ditangani oleh Audrey yang masih labil dan bersikap seolah tak menikirkan masa depan."Lalu?" tanya Darell penasaran."Kau akan mengetahuinya n
Seperti biasa, hidangan beraneka ragam tersaji di meja saat sarapan. Aneka roti dan pelengkapnya serta nasi dan kawan-kawannya. Untuk pagi hari, aneka sajian memang sudah tersedia di meja, tidak menunggu permintaan baru dibuatkan seperti saat siang dan malam.Yang membedakan adalah, hari ini ada pemandangan yang sedikit berbeda. Iswari menata meja dengan ditemani seorang perempuan dan bukan pelayan di rumah mewah itu.Meski ada pelayan, Iswari selalu ikut serta menata meja menyiapkan keperluan suaminya. Darell terlihat tak semangat pagi ini, terlebih saat Ibunya menyenggol gadis yang menemaninya. Dengan patuh gadis itu pun mendekat ke arah Darell."Mas mau sarapan apa?" tanya Kirana yang sudah berada di samping Darell.Darell hanya memandangnya sinis, tak menjawab dan memilih untuk duduk."Kirana, Darell biasa minum kopi hitam saat sarapan, kamu buatin sana!" perintah Ibunya,
"Solusi?" tanya Darell mengeryitkan dahi."Ya, tiba-tiba saja aku kepikiran suatu ide.""Apa idemu?" tanya Darell tak sabar."Loe kudu nikah Rell.""Sialan loe, gue kira apaan. Sama aja kayak ide kemauan bokap gue. Enggak ah gue nggak bakal mau nikah sama cewek macam dia."Bastian tertawa melihat sahabatnya yang terkenal playboy itu. Ini pertama kalinya Bastian melihat Darell dipusingkan oleh seorang perempuan. Biasanya sahabatnya punya sejuta cara untuk menolak perempuan yang mengejar-ngejarnya."Tenang dulu Bro, gue kan belum kelar ngomongnya.""Apalagi kalau bukan nikah dengan Kirana. Loe tega ngeliat gue sengsara seumur hidup.""Yaela nggak gitu juga kali Rell, atau jangan-jangan loe beneran ngebet mau nikah sama dia."Darell meletakkan kotak rokoknya dengan kasar ke atas meja. Ia sungguh tak setuju dengan pernyataan Bastian.
"Kenapa Darell?" tanya gadis itu sambil memainkan rambut panjangnya."Nggak ... nggak ada apa-apa kok," jawab Darell menutupi keterkejutannya.Perempuan yang menegurnya adalah Jenny, gadis yang pernah dikencaninya beberapa hari saat mengunjungi kerabat Ayahnya di Sydney dua tahun lalu. Saat itu Jenny masih menjadi mahasiswa di sana."Kok sepertinya kamu kaget.""Iya kaget banget donk, kamu tinggal di sini?""Iya aku sudah hampir satu tahun tinggal di sini, dan hanya ini yang tersisa," jawabnya sedikit lirih."Kok aku nggak pernah lihat kamu, apa karena tempatku cuma aku jadikan tujuan istirahat saja ya.""Bisa jadi, aku pun juga bekerja sekarang.""Oh kamu kerja, sudah lulus ya berarti."Gadis itu tak menjawab pertanyaan Darell, sejenak ia menunduk, jelas terlihat perubahan pada raut wajah Jenny. Dia yang tadinya senang melihat Dare
Dengan manja Jenny mengalungkan kedua lengannya di leher Darell. Membiarkan laki-laki itu menyentuh lembut pahanya yang terbuka."Membuatku nyaman? Maksudmu?" tanya perempuan berambut panjang itu tak mengerti.Jemari Darell menyentuh dagu perempuan dalam pangkuannya."Aku punya penawaran untuknya, Sayang.""Penawaran apa?""Menikah denganku," jawab Darell santai seolah tanpa beban.Jenny yang terkejut dengan perkataan Darell pun langsung berdiri."Kamu nggak lagi mabuk kan Rell?" tanya Jenny."Apa kamu mencium aroma alkohol dari napasku?"Jenny merasa ada yang aneh dari ucapan Darell. Meski ia sempat mencoba menghubungi Darell saat hubungan mereka berakhir, namun sebenarnya ia sadar kalau laki-laki ini tidak bisa berkomitmen dengan perempuan.Ajakan menikah dari Darell terasa begitu tiba-tiba
Kirana menatap ke arah Audrey yang menjauh ke lantai dua bersama dua orang temannya. Sejenak mereka berdua beradu pandang dan Audrey mengangguk padanya. Kemudian kembali pada dua temannya dan tertawa lagi.Kirana hanya mengangkat bahu melihat tingkah Audrey. Sejenak gadis kampung ini melihat bayangannya yang terpantul pada ornamen mesin kopi, kemudian menggelengkan kepala."Apa salahku ya, hingga menjadinbahan tertawaan?" tanya Kirana dalam hati.Kirana pun memutuskan untuk tidak ambil pusing dengan masalah barusan. Ia sangat yakin kalau tidak melakukan kesalahan apapun. Gadis kampung ini pun akhirnya menuju gazebo sambil membawa tiga cangkir teh.***"Makasih Ki," sahut Dad sambil menyeruput teh buatan Kirana."Sama-sama Dad," jawab Kirana lembut."Gimana kesanmu setelah bertemu dengan Darell Ki?" tanya Mom serius.Kirana menunduk lesu. Sejujutnya
Tujuh puluh juta, angka yang diminta oleh orang suruhan Darell. Bagi pria blasteran uang segitu tak ada artinya, asal tujuannya tercapai.Segera saja ia mentransfer tiga puluh persen ke rekening orang suruhannya dan meminta untuk segera menyelesaikan prosesnya. Sambil tersebyum sinis Darell pun bergumam,"Lihat saja nanti Dad, Aku takkan pernah menikahi Kirana, dan Kirana selamat datang di kehidupanku!"Darell pun mulai mengetik pesan untuk dikirimkan pada Jenny.[Jenny, kirim pas fotomu dengan background warna biru dan juga foto ktp dan KKmu, aku membutuhkannya untuk keperluan administrasi.][Boleh, tapi bisa kan transferin aku sejuta, buat keperluan aku besok nih, ini nomernya.]Darell pun menggeser layar ponselnya ke bawah dan melihat nomor rekening yang diberikan oleh Jenny."Huh belum-belum udah nyusahin," keluh Darell namun pria itu tetap saja mengabulka
Tersadar, Jenny pun segera berdiri dan mengejar Darell. Seorang pelayan tampak melirik ke arah meja tempat Darell duduk tadi dan mengambil lembaran uang di atas sana lalu ikut mengejar sambil berteriak,"Mbak ... mbak kembaliannya!""Ambil aja sono, buat loe beli makan enak. Dasar miskin aja sok belagu!" balas Jenny memaki, tanpa melihat keadannya sendiri."Darell! Darell!Jenny terus mengejar Darell menuju mobil mewahnya yang membuat mata gadis itu melebar. Meski Darell seorang CEO, namun untuk keperluan pribadinya seperti berkumpul dengan temannya di waktu senggang, pulang pergi ke rumah tak pernah menggunakan jasa sopir. Sopir hanya bertugas mengantarnya saat ada keperluan kerja di luar kantor, itu pun menggunakan mobil dinas untuknya.Adalah kebanggan tersendiri bagi Darell mengendarai supercar miliknya. Supercar yang menjadi daya tarik kaum hawa. Yang membuatnya bisa bersenang-senang deng