Share

88. Setiap Saat?

Author: Indy Shinta
last update Last Updated: 2025-03-07 06:18:15

Axel menatap Cheryl, menahan senyum gelinya saat melihat ekspresi pucat gadis itu. Jemari Cheryl mencengkeram buku menu, dan matanya menelusuri deretan angka dengan sorot tak percaya.

Axel terkekeh pelan. “Cheryl, pilihlah apa saja yang kamu mau. Abaikan harganya, daripada nanti perutmu mulas dan nggak bisa menikmati makanan yang seharusnya enak-enak itu.”

Cheryl mengangkat kepalanya, menatap Axel dengan tajam sebelum mendengus pelan. “Axel, aku—”

Tapi Axel segera mengangkat tangannya, memotong ucapan itu. “Kali ini aku yang traktir.” Senyumnya melebar. “Ada sesuatu yang sedang ingin kurayakan. Jadi jangan khawatir… dompetmu aman.”

Kening gadis itu mengerut, jelas ada banyak pertanyaan yang berkecamuk di kepalanya.

“Axel. Ini semua serba mahal.” Cheryl menunjuk angka-angka yang tertera di menu lewat lirikan mata. “Apa gajimu sebanyak itu?”

Itu baru pertanyaan pertama, Axel yakin.

“Kamu bisa cari tahu sendiri berapa gaji staff IT di Apex,” ujar Axel ringan.

Cheryl menatapnya dengan eks
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (2)
goodnovel comment avatar
audrey larissa
Udah bisa dipastikan si Abang (Bara) makin membara ngeliat keakraban Cheryl - Axel hehehe...
goodnovel comment avatar
Elis Latifah
gk seru ah ngomongin axel mulu baranya gmna min makin penasaran nih ..moga cheryl ama bara
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   200. Perhatian yang Tiba-Tiba Datang

    Sudah tiga hari berlalu sejak Bara menerapkan strategi yang telah disusun dengan cermat bersama tim khususnya. Ia berharap langkah itu cukup untuk menahan kepanikan pasar, atau setidaknya memperlambat aksi jual para investor. Tapi kenyataan tak berpihak kepadanya. Grafik terus merosot, dan kepercayaan publik terhadap Apex seperti tergerus detik demi detik.Setiap pagi dimulai dengan harapan dan berakhir dengan laporan kerugian baru. Aksi jual justru semakin brutal. Investor besar yang awalnya netral mulai menarik diri, dan pasar membaca itu sebagai sinyal bahaya. Bara seperti mati langkah. Semua kalkulasinya yang telah digodok matang-matang, seperti berakhir mentah begitu saja di hadapan tekanan pasar dan pengaruh Tuan Sigit yang begitu luas di industri.Rasa letih mulai menggerogoti pikirannya. Matanya yang merah menunjukkan kurang tidur, dan wajahnya yang biasanya tenang kini lebih sering tegang, rahangnya mengeras tiap kali memantau laporan real time di layar besar ruang kerjany

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   199. Catatan Penting

    Bara baru saja melirik layar monitornya ketika lengan halus Cheryl melingkar di belakang lehernya. Aroma tubuhnya langsung menyusup ke hidung Bara, memancing reaksi spontan dalam otot-ototnya yang tadi tegang karena konsentrasi.“Baiklah, Pak Bos.” Suara Cheryl terdengar lembut dan genit di telinganya, sebelum bibirnya mengecup pipi kanan Bara dengan manis. “Silakan lanjutkan pekerjaan Anda.”Bara menoleh, matanya menangkap kilau jenaka dan hangat dalam sorot mata Cheryl. Kelembutan wanita itu selalu berhasil merontokkan tekanan yang menggumpal di kepalanya.“I love you,” tambah Cheryl saat mata mereka saling bertatapan, suaranya seperti alunan nada yang hanya diciptakan untuk menggoda jiwanya.Tatapan Bara melembut. Dengan satu gerakan tenang, ia menarik dagu Cheryl dan mengecup pipinya sekilas. “I love you more,” gumamnya dalam nada dalam dan rendah, terdengar seperti pengakuan dari dasar hatinya yang terdalam.Cheryl tertawa pelan, melangkah mundur.“Sayang. Kalau kamu sudah selesa

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   198. Begitu Berarti

    Udara di ruang kerja Bara masih hangat oleh jejak-jejak gairah. Aroma tubuh Cheryl, samar-samar bercampur dengan wangi kulit sofa dan parfum maskulin Bara, menciptakan atmosfer yang liar dan memabukkan.Tubuh Cheryl masih berada dalam pelukan Bara, pipinya menempel ringan di dada bidang pria itu, yang mulai tenang dari debar memuncak barusan.“Gila…,” bisik Cheryl, senyumnya terlukis lelah tapi puas. “Kita akhirnya... betul-betul melakukannya di sini.”Nada suaranya rendah, sedikit serak, dan entah kenapa terdengar begitu menggiurkan di telinga Bara.Bara menunduk, bibirnya mengecup lembut sudut bibir Cheryl yang terlihat penuh. “Seru, kan?” gumamnya, senyum nakal terbit di wajah tampannya.Cheryl hanya tertawa kecil, sebelum menghela napas dan mendorong pelan dada bidang itu. “Katanya… waktumu sempit? Banyak yang harus kamu urus untuk Apex. Kamu harus siap-siap rapat, kan?”Bara memutar mata malas, masih ingin menahan Cheryl dalam pelukannya, namun wanita itu sudah bangkit dari sofa

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   197. Obat Stres Terbaik

    Bara duduk di balik meja kerjanya. Tangannya bertumpu pada pelipis, sementara layar laptop di depannya menampilkan grafik, tabel, dan catatan analisa yang tak henti bergulir. Laporan dari direktur keuangan, staf ahli strategi pasar, hingga konsultan merger terpampang jelas, menunggu untuk ditindaklanjuti.Namun matanya kosong. Fokusnya buyar. Pikirannya tidak betul-betul tertuju pada pekerjaan. Dia mencoba menyusuri data: skenario tanpa buyback, angka-angkanya jelas menunjukkan tekanan leverage yang tinggi dalam jangka menengah. Opsi kedua, buyback total, secara teori akan menenangkan pasar, tapi memperkecil likuiditas. Sementara skema ketiga, buyback parsial disertai narasi penguatan pasar, masuk akal, tapi sangat bergantung pada timing dan sentimen publik.Logikanya memetakan semua itu, seperti biasa. Cepat, dingin, presisi. Tapi emosinya? Berantakan.“Sial,” gumamnya, setengah menggeram. “Istriku… betul-betul keras kepala.”Matanya berpindah sejenak ke sisi meja, di mana ponselnya

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   196. Merangkul Ego

    Di sebuah area tangga darurat di lantai 20-an Apex Tower, suara langkah kaki nyaris tak terdengar di tempat itu. Hanya desau angin dari ventilasi dan isakan lirih yang memecah keheningan.Cheryl duduk di anak tangga ketiga dari atas, tubuhnya membungkuk, wajahnya tersembunyi di atas kedua lutut. Bahunya naik-turun, terguncang oleh tangis. Tangannya menggenggam tisu yang setengah basah, kusut, sementara beberapa helai rambutnya menempel di pipi yang basah oleh air mata.Bukan tangisan keras yang meledak-ledak, tapi tangisan yang tertahan, dalam, penuh sesak. Seperti tangisan seseorang yang terlalu lama memendam rasa sakit tanpa tahu cara meluapkannya."Aku nggak boleh ngopi sama Axel, katanya? Kenapa? Takut Bara marah?" gumamnya, suaranya serak dan getir. "Tapi nggak ada yang takut kalau aku marah? Apa cuma Bara yang berhak marah? Karena dia kaya? Karena dia punya segalanya, terus bebas marah? Sedangkan aku yang nggak punya apa-apa… nggak berhak marah, ya?"Suaranya menggema kecil di

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   195. Resah

    Bara melangkah cepat, setengah berlari, sangat tergesa-gesa, seperti hendak menghadiri rapat dewan darurat yang akan menentukan nasib perusahaan yang sedang di ambang krisis.Beberapa pegawai yang berpapasan refleks menunduk memberi hormat, tapi pria itu tak menoleh, apalagi membalas. Tatapannya tertuju lurus, tajam seperti panah yang telah dikunci pada satu sasaran: lift VIP.Para pegawai saling melempar pandang. Wajah sang CEO yang biasanya dingin dan tenang, kini dipenuhi ketegangan. Lengan kemeja panjangnya digulung hingga ke siku, dasinya sedikit kendur, dan rambutnya sedikit acak-acakan karena ia telah berkali-kali menyugar rambutnya. Itu semua tanda bahwa sang CEO terlalu sibuk untuk sekedar memperhatikan penampilannya, yang biasanya selalu terjaga rapi dan tanpa cela.Dalam situasi Apex yang sedang rawan, pemandangan ini tampak seperti isyarat siaga satu. “Lihat. Pak Bara nggak pernah kelihatan kacau seperti itu.”“Iya, kelihatannya tegang banget. Belum pernah aku melihatnya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status