Lina berdiri diambang pintu. Nafasnya tercekat melihat Reynaldi menatapnya kosong. Dokter dan dua orang perawat mengamatinya dengan serius. "Tuan Reynaldi! Apakah anda mengenal orang-orang yang Yang ada dikamar ini?" Reynaldi memijit pelipisnya, ekspresinya binggung, tidak bicara satu katapun. Pria itu melirik ke arah Lina, lalu Rafkha yang ada disebelahnya. Kemudian pandangannya Pindah ke arah Fanny yang ada sisi sebelah kanan tempat tidurnya. Sebelum akhirnya pandangannya kembali kearah Dokter yang ada di hadapannya. "Siapa mereka?" tanya pria itu dengan suara serak penuh dengan ekspresi wajah binggung. Dengan sigap Fanny mendekat, wajahnya hampir tidak ada jarak dengan pria itu. "Sayang, jangan dipaksa ya, nanti kepala kamu bisa sakit. Aku istri kamu, Fanny. Aku akan selalu setia nungguin kamu disini." Melihat drama yang terjadi dihadapannya membuat jantung Lina terasa diremas, perih. Matanya terasa panas. Tapi dia berusaha keras untuk menahan air mata. Dokter
"Sayang, Aku sangat mengkhawatirkanmu, Maaf kan kalau aku telat datangnya, Ya." Reynaldi mengeryit binggung," Siapa kamu?" "Sayang kan sudah aku bilang kemarin, aku Fanny istri yang sangat kamu cintai." Fanny pura-pura tersenyum meskipun didalam hatinya menahan marah. "Aku istrimu, Fanny. Dan aku akan selalu berada disisimu, kamu nggak usah takut ya, Rey." katanya sambil mengusap pipi pria itu. Lina mengepalkan tangannya menahan diri untuk tidak berteriak. Tapi akhirnya dia tidak bisa menahan emosinya juga." Berhenti berbohong Fanny, dia bukan suamimu lagi!" "Kalau begitu kamu jadi anak pintar dan baik, ya. Fanny menoleh sambil tersenyum licik, dia mendekat ke wajah Lina, Lalu berkata."Tapi dia tidak ingat bukan? Bagaimana kalau aku yang akan mengisi ingatannya kembali?" Apa kamu keberatan?" Lina terdiam, nafasnya memburu, dia tahu betul kalau Fanny pasti akan memanfaatkan situasi ini. Tidak lama kemudian Dokter datang dan melarang terlalu banyak orang ada did
Ruangan itu terlihat sangat berantakan, ada gelas pecah di lantai. Sofa yang miring tidak karuan, yang lebih mengejutkan ponsel pengasuh Bima yang jatuh dan retak dilantai. Pengasuh Bima terikat di kursi, di pojok ruangan, dengan mulut tersumpal tirai jendela yang terpaksa disobek. "Bu! B_Bima...Bu!" ucap pengasuh Bima terbata-bata. Terburu-buru Lina melepaskan tali ikatan di tangan, dan membuka sumpalan dimulutnya. "Apa yang terjadi, kemana Bima?" Belum sempat pengasuh Bima bicara, ponsel Lina kembali berdering, kali ini kembali ada pesan masuk di ponselnya. " Bima bersamaku, Jika kamu ingin tetap selamat jangan coba mencari kami." Fanny Ponsel itu hampir jatuh dari tangannya. Fanny Tubuh Lina bergetar hebat, darahnya serasa mendidih matanya merah penuh dengan kemarahan dan ketakutan. "Wanita itu benar-benar sudah gila." Lina cepat menyebar tas nya dan pergi meninggalkan pengasuh Bima yang masih syok ketakutan. "Kamu mau kemana, Nak?" tanya pengasuh Bima "Ak
Jadi kamu mau jadi anak baik, kan?""bisik Fanny dengan nada menyeramkan. Bima hanya mengangguk menahan tangisnya. Sementara Fanny mengusap wajah anak itu dan tersenyum puas, karena semua dalam genggamannya. Ditempat lain Lina duduk dikantor polisi dengan wajah putus asa dan lelah. Matanya lelah, rambutnya berantakan. Penampilannya sudah acak-acakan. Tubuhnya sudah mulai kehilangan tenaga, karena sudah lebih dari 24 jam sejak Bima menghilang, belum juga ada khabar apa-apa. Tidak ada satupun petunjuk tentang keberadaannya. "Jadi anda yakin, mantan istri suami anda yang menculik anak anda?" tanya petugas dengan nada tegas. "Ya, saya yakin. Dan dia juga yang sudah membawa mantan suami saya pergi. Tolong lakukan sesuatu." pintanya dengan nada putus asa. Petugas saling berpandangan. " Bu, kami sudah mengecek sistem imigrasi, tidak ada catatan keberangkatan atas nama Fanny atau Reynaldi. Sepertinya mereka tidak meninggalkan negara ini." Lina menggigit bibirnya, menahan air m
Di Dalam kamar di sebuah villa di pegunungan, Reynaldi duduk ditepi ranjang. tatapannya kosong, Kepalanya masih terasa berat. Ingatannya masih berantakan.Seakan ada yang sengaja membuat ingatannya kabur.Yang pria itu tahu sekarang, Fanny adalah istrinya, Dan bocah kecil bernama Bima adalah anaknya.“Kenapa aku ada disini?” tanya pria itu linglung.“Kenapa bocah itu terus memandangi aku?” Dari sudut ruangan itu juga, Fanny masuk dengan membawa segelas air minum untuk pria itu, dan mendengar langsung omongannya dan keluhannya.Senyumnya sedikit terpaksa,berusaha mengontrol emosinya. “Kamu masih butuh istirahat, sayang.”katanya mendekat, berbisik dan menyentuh bahu Reynaldi dengan lembut.“Kamu mengalami kecelakaan sayang…makanya kamu lupa ingatan, Mas.”Reynaldi memejamkan mata, merasa frustasi.” Tapi aku merasa ada sesuatu hal yang tidak benar.” Fanny memeluk erat bahu Reynaldi, dan berkata,”Tenang sayang, jangan pikirkan itu dulu, aku disini, aku istrimu, aku akan menjagamu.”Di
“Ada pergerakan disana, Bos! Sepertinya nya ada yang mau keluar!” lapor salah satu anak buah Rakha yang ada di posisi paling dekat dengan villa.Rakha langsung menghidupkan mesin mobil, “ Ayok kita harus lebih dekat dengan sasaran.”Sementara di dalam VillaBima memang betul-betul anak yang cerdas dan pemberani. Kali ini bocah laki-laki itu mencoba kabur lagi. Bocah itu merayap lewat pintu belakang. Dia sudah hafal setiap celah dalam villa itu. Dan ini adalah saat yang tepat. Semua sibuk di kamarnya masing-masing. Kesempatan yang bagus buat Bima.Dengan mengendap-endap Bima mulai menjalankan aksinya.Tapi baru beberapa langkah, ada tangan kasar yang menarik kerah bajunya“Kamu mau kemana?” Bimaa tersentak kaget, wajahnya berubah ketakutan, keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya.Fanny menarik kerah bajunya, hingga hampir saja Bima tidak bisa nafas karena tercekik kerah bajunya.Wajah Fanny merah menahan marah.“Kamu pikir bisa kabur begitu saja, ha!?” ujar Fanny di telinga Bima
“LEPASKAN AKU! AKU TIDAK BERSALAH!” Fanny berteriak histeris, berusaha melawan, tapi petugas dengan cepat memborgol tangannya. Lina langsung berlari ke arah Bima, memeluk anaknya erat, sambil berkata, “Sayang kamu nggak apa-apa kan? Kamu tidak terluka kan?” Bima menggeleng, wajahnya masih terlihat sangat takut. Tapi susah payah dia bicara,”Aku nggak apa-apa,Mama.” Reynaldi menghampiri Bima, lalu berlutut dan berdiri sejajar dengan bocah itu. Mata pria itu berkaca-kaca. Pria itu mengangkat tangannya mengusap rambut anaknya, sambil mengusap air mata, dia menepuk lembut pipi Bima yang empuk. Bima menatap Papa nya dengan sedikit bingung dan ragu. Tapi Reynaldi tersenyum lembut dan berbisik,”Kamu anak yang hebat. Papa bangga padamu.” Tiba-tiba Bima memeluk Reynaldi sangat erat, bocah laki-laki itu tidak bisa lagi menahan air matanya. Dia menangis sejadi-jadinya. Tangisan yang selama ini berusaha dia tahan. Berkali- kali bocah kecil itu memanggil papanya sambil terisak sedih. “Pa
“Rey, kita harus membawa Bima ke rumah sakit.” seru Lina dengan suara gemetarSuatu malam, Bima demam tinggi. Lina panik. Tanpa berpikir panjang, dia mengetuk kamar Reynaldi.Tidak butuh waktu lama, pria itu membuka pintu kamarnya dan menghampiri putranya nya yang terbaring lemah di ranjangnya.Reynaldi mengompres dahi Bima, menenangkannya, juga memberikannya obat yang ada di kotak p3k di rumahnya.Pria itu terlihat berusaha tenang, menjaga Bima dengan sabar sepanjang malam.Melihat semua itu hati Lina bergetar. Dia melihat sisi lain dari Reynaldi. Seorang ayah yang penyayang.Saat Bima mulai tertidur. Mereka duduk disamping tempat tidur Bima. Lina berkata dengan pelan sedikit berbisik, “ Kita bisa mencoba lagi semuanya.” Reynaldi menoleh, matanya membelalak kaget mendengar ucapan Lina,” Maksudmu…?” Lina tersenyum tipis, “Aku tidak ingin kita seperti orang asing lagi, aku ingin kita mencoba lagi semuanya.Bukan hanya untuk Bima, tapi untuk kita berdua.” Pria itu menatap mata Lina l
Nasha tidak percaya, saat dia membuka ponselnya dan mendapatkan berita terhot minggu ini, yaitu tentang CEO muda dan wanita rahasianya di sebuah cafe di luar kota.Awalnya Nasha hanya mengabaikannya, dia berpikir itu hanya pertemuan bisnis, urusan kantor, bahkan hanya keperluan pekerjaan saja.Tapi Nasha berubah pikiran, saat matanya melihat video itu dan menangkap tatapan mata Elsa yang tersipu malu dan penuh perhatian pada Rakha.Dan itu bukan tatapan sebagai seorang rekan kerja.“Apa aku terlalu bodoh, tapi feeling ku tidak akan salah.” gumam nya sendiri.Tidak lama dia menatap suaminya, yang sedang duduk di sofa dan menggenggam ponselnya. Kemudian menunjukkan foto itu.“Kamu tahu soal ini, Bim?” Bima terdiam, dia memang sudah curiga, tapi memilih diam. Tidak mau bicara, sebelum ada bukti.“Nash, Aku memang tidak percaya mereka berani berhubungan sampai sejauh ini, meskipun sebelumnya semua kejadian ini hubungan Kezia sama Rakha itu tidak lagi harmonis. Tapi Kezia tetap masih istr
Keluarga besar Reynaldi Group, menghadiri rapat resmi dan audit internal. Dan hasilnya sangat mengejutkan. Pada dua tahun terakhir terjadi beberapa transaksi besar-besaran. Dengan jumlah milyaran rupiah yang masuk ke beberapa rekening fiktif.Dan hasilnya sebuah nama yang disebut-sebut, yaitu mantan tangan kanan Reynaldi dulu. Yang pernah Reynaldi selamatkan dari kasus korupsi internal perusahaan.Dan berdasarkan hasil audit semua transaksi disebut sebagai aktivitas pencucian uang.“Apa Papa tahu soal ini?” tanya Bima dengan tatapan yang tajam.Reynaldi menunduk.”Budiman pernah aku lindungi dulu, tapi sepertinya, dia terlibat lebih dari yang aku tahu.Suasana perusahaan menjadi kacau. Dan beberapa dewan direksi, mulai meragukan kepemimpinan Bima.Mereka menuntut Bima untuk off lebih dulu, sampai kasus ini selesai diselidiki. Menyarankan Reynaldi mengambil alih semua kepemimpinan perusahaan.Tapi Bima tidak tinggal diam. Dia membentuk satu investigasi khusus. Dan bekerja sama dengan OJ
“Apa benar aku jahat? Apa aku orang jahat?Aku nggak mau ditinggalkan.” Pertanyaan itu berputar-putar di kepalanya. “Aku bukan monster, kenapa aku ditinggalkan?” . Kezia terus saja memandang kosong keluar jendela jeruji. Hujan turun deras, tapi tidak bisa menyamai derasnya pikirannya. Selama berbulan-bulan dia ditahan karena kasus konspirasi dan sabotase yang menyeret namanya. Tak ada yang datang menjenguk. Bahkan Rakha… Terutama Rakha, yang selalu dirindukan. Kejiwaan nya mulai stabil, meskipun tetap harus mengkonsumsi obat- obatan. Untuk menahan emosi dan menenangkan pikirannya. Halusinasi nya selalu kembali kemasa lalu, masa awal-awal dia bertemu dengan Rakha. Pria yang umurnya terpaut sangat jauh dengannya. Pria yang dulu sangat dia kagumi. Dia ingat betul, kalau laki-laki itu dulu selalu menggenggam tangannya sangat erat. Bahkan saat malam sulit berlalu. Kezia ingat betul, bagaimana mereka membangun rumah dengan penuh mimpi. Meskipun mimpi itu rapuh, karena dipenu
Beberapa bulan setelah Kezia ditahan. Langkah kaki sepasang suami istri itu terdengar berirama di lorong sel. Wajah tua dan lelah menahan rasa sedih, marah dan gagal sebagai orang tua. Dan ternyata harta dan kekuasaan tidak bisa membeli harga diri, nama baik dan kebahagiaan. Rumah sakit di dalam tahanan itu sunyi. Tepatnya ruang kejiwaan khusus untuk para tahanan wanita. Langkah kaki Lina dan Reynaldi semakin pasti menuju ruang isolasi itu.Dibalik kaca tebal Kezia duduk diam, tatapan matanya kosong. Rambutnya berantakan. Tangan kirinya luka, berbalut perban tebal. Karena bekas goresan. Lina menarik nafas dalam, air matanya mengalir deras di pipinya. Reynaldi merangkul punggung istrinya, satu tangannya menggenggam tangan Lina, seakan-akan ingin mentransfer beribu-ribu kekuatan.“Ayokk..kamu kuat, biar bagaimanapun dia anak kita.” ujar Lina sama-sama memberikan kekuatan.Reynaldi tidak menjawab, tatapannya datar. Sebenarnya dalam hatinya ada beribu rasa amarah, ada berjuta rasa gaga
Di dalam ruang kecil rumah sakit jiwa, Kezia duduk menatap dengan tatapan kosong ke jendela. Rambutnya sudah tak serapi dulu, dan sorot matanya hilang tidak ada cahaya. Tapi satu hal tak pernah padam yaitu obsesi. Masih terlihat jelas di matanya“Nayara...” gumamnya sambil menatap koran lama yang diam-diam diberikan salah satu suster yang merasa kasihan pada Kezia, Dan koran itu memuat berita tentang keluarga besar Reynaldi Group. Foto keluarga kecil Bima dan Nasha.Foto itu menunjukkan Bima menggendong Nayara, dan Nasha tertawa sambil masing- masing memegang tangan anak mereka."Aku seharusnya yang ada di sana. Aku... seharusnya yang melahirkan pewaris itu. Kenapa bukan aku.” Bisikan-bisikan di kepalanya makin nyata. Hingga pada akhirnya isi kepalanya penuh. Dan pada suatu malam, Kezia memberontak.Di antara pikiran nya yang linglung. Ia berhasil kabur dibantu oleh seorang pria yang dulu pernah jadi informan bisnis gelapnya. Pria yang masih memiliki dendam terhadap Reynaldi Group.
Nayara tiba-tiba demam tinggi,Nasha panik, Bima langsung membawanya ke rumah sakit. Di ruang UGD. Bima menggenggam tangan kecil Nayara. Saat itu dia bukan lagi seorang CEO, dia adalah seorang ayah. Seorang ayah yang ketakutan kehilangan anaknya.“Jangan tinggalin, Papa…Nak!” suaranya bergetar menahan tangis.Saat itu juga Reynaldi dan Lina datang. Mereka menatap Bima dan Nasha. Tanpa bicara banyak. Mereka tahu apa yang sedang ada dalam perasaan anak-anaknya.Sedangkan Rakha yang datang mengunjungi Kezia ke kantor, tidak menemui istrinya di ruangan. Tanpa banyak kata-kata Rakha masuk dan beristirahat di ruangan Kezia.Dia hampir saja tertidur di sofa. Berniat membuat kejutan untuk mengajak makan siang bersama. tidak memberitahu kedatangan nya pada istrinya. Mata Rakha terus saja fokus pada laci lemari di meja kerja istrinya. Rakha kemudian bangkit, berdiri, lalu berjalan menghampiri meja itu. Membuka lacinya, dan mendapatkan sesuatu disana. Dia menemukan satu flashdisk baru. Cepat di
Kezia mulai sering absen dari kantor. Dia mengikuti program bayi tabung sendiri tanpa Bima. Beberapa rumah sakit didatangi nya, sekedar mencari informasi untuk program bayi tabung. Tanpa sepengetahuan Rakha suaminya.Ia merasa kalau ini satu-satunya cara untuk mendapatkan perhatian semua orang seperti Nasha.Nasha yang diam- diam memperhatikan gerak- gerik Kezia juga mulai curiga, tapi sebenarnya dia tidak mau peduli. Itu urusan rumah tangganya. Selama apa yang Kezia lakukan tidak merugikan nya lagi.Tapi ada satu hal yang menurutnya aneh,Pandangan Kezia pada putrinya Nayara. Kezia memandang bayi cantik itu tidak lagi dengan pandangan kagum, gemas, atau sayang. Tapi pandangannya lebih kearah kebencian yang mengancam keselamatan.Setiap kali mereka berkunjung kerumah Reynaldi, orang tuanya, lalu bertemu dengan Nayara, sikap Kezia berubah.Apalagi kalau Rakha sudah mulai menggendong bayi cantik itu.Kezia mulai terlihat kesal, tatapannya kosong. Menatap jendela. Dia mulai tak mau di
Reynaldi dan Lina masuk kedalam ruangan bersalin. Suasana di sana menjadi haru dan hangat.“Selamat sayang, kalian sudah berikan kami cucu. Anak yang cantik. Apa kalian sudah ada nama buat bayi perempuan kalian?” tanya Lina tanpa mengalihkan pandangannya pada bayi mungil itu.Bima dan Nasha saling berpandangan, sebelum akhirnya mereka menggeleng secara bersamaan.“Belum Mama.” Lina tersenyum sumringah pandangannya mengarah ke Reynaldi suaminya.Reynaldi mengangkat bahunya tanda tidak tahu.“ Boleh Mama kasih saran sebuah nama?” tanya Lina antusias.Semua mata kompak memandang kearah bayi mungil yang berselimut cantik berwarna merah muda, di dalam box.“Boleh aku kasih nama cucuku ini?” tanya Lina penuh harapan.Bima, Nasha dan Reynaldi saling pandang, sebelum akhirnya..“Iya Mama, silahkan. Siapa nama yang cantik buat bayi kami,Mama?” “Nayara artinya cahaya yang tidak pernah padam” ujar Lina antusia“Bagus Ma. Aku suka. Apa kamu suka,sayang?” tanya Bima kepada Nasha. Sambil sesekal
Hari itu Nasha datang ke kantor, Reynaldi Grup, tapi bukan sebagai istri CEO, tetapi sebagai dirinya sendiri.Ditangannya ada satu berkas yang dipegang, yang akan menghancurkan satu nama.Penampilannya sangat cantik, langkahnya mantab. Badannya yang tinggi semampai berbalut setelan jas berwarna krem sederhana. Wajahnya tenang, walau dalam dadanya bergejolak.Di lobby beberapa staf membungkuk hormat. Yang paling menarik, Kezia yang juga mempunyai jabatan penting di kantor itu, keluar dari lift dengan wajah pucat ketika melihat kehadiran Nasha.“Ada perlu apa Bu…Nasha?”suara Kezia bergetar.Nasha tersenyum tipis,” Bisa ngobrol sebentar.” Mereka masuk keruangan kecil, meeting room.Disana Nasha meletakan semua bukti-bukti, foto-foto, email, dan transferan bayaran ke editor.Kezia kaget bukan main, dia diam membeku ditempat.“Aku bisa membawamu ke pengadilan.” kata Nasha dingin. “Tapi aku bukan kamu.”Kezia menggigit bibirnya, wajahnya berubah menjadi pucat,sangat ketakutan.Nasha berdir