Share

Bab 4

"Pak Agas?" ujar Nara yang terkejut setelah melihat sosok yang berada di dalam mobil itu.

"Ayo masuk," ucap Agas sekali lagi. "Atau perlu saya membukakan pintu untukmu?"

Nara buru-buru menggelengkan kepala yang diartikan Agas bahwa Nara bisa membuka pintu mobil sendiri. "Ya sudah, cepat masuk. Sudah malam, saya antar kamu pulang."

Ternyata Nara justru menolaknya. "Enggak perlu, Pak. Saya bisa pulang sendiri."

Melihat Nara tampak segan untuk masuk, Agas pun keluar dari mobilnya lalu berjalan ke sisi pintu di dekat Nara dan membukakannya tanpa bicara.  "Ayo masuk!"

Nara kaget bukan main mendapatkan perlakuan seperti itu. Dia sampai tidak bisa bereaksi dengan cepat. Ekspresinya yang berlebihan, seakan-akan baru saja bertemu dengan alien saja.

"Kenapa? Apa segitu bencinya kamu dengan saya sampai tidak mau semobil sama saya?" tanya Agas dengan serius.

"Tidak Pak. Tidak seperti itu, Kok." Buru-buru Nara menyanggah. "Tapi coba lihat pakaian saya kotor begini."

"Saya juga tahu kok. Bahkan saya tadi lihat langsung gimana pakaianmu bisa kotor begitu." Agas berkata dengan entengnya, sampai Nara malu sendiri karena lagi-lagi Agas melihat 'Kesialan' Nara. 

"Kenapa malu begitu. Saya sudah sering lihat kamu kena sial," ujar Agas yang langsung membuat Nara semakin muram karena diingatkan kembali dengan banyak kejadian konyol yang dulu sering dialaminya sewaktu SMP.

"Ayo masuk!" Agas yang masih setia berdiri sambil memegang pintu mobil.

Melihat Agas yang seperti itu, Nara menjadi tidak enak sendiri jika dia terus-terusan menolak. Akhirnya Nara menurut masuk ke mobil Agas.

Mobil pun melaju setelah Nara memberitahu alamat rumahnya kepada Agas. Sepanjang perjalanan, keduanya hanya diam. Agas tampak menikmati kesunyian itu sedangkan Nara diam karena terlalu canggung untuk bicara. Apalagi mengingat dia sempat terpergok menertawakan Agas di kafe.

Mereka bertahan dengan kebungkaman sampai tiba mobil Agas sampai di depan gang dekat rumah Nara.

"Yakin di sini turunnya?" tanya Agas yang akhirnya bicara. 

Nara mengangguk mantap. "Mobil bapak gak bisa masuk ke gang juga kan?" 

"Jangan panggil saya bapak. Kita ini seumuran," ujar Agas yang nampak tidak terlalu suka dipanggil bapak. 

"Tapi bapak kan atasan saya," jawab Nara.

"Jam kerja sudah selesai kan? Jadi panggil aja Agas."

Karena Agas sendiri yang meminta seperti itu Nara tidak punya alasan untuk menolak. "Oke. Terimakasih sudah diantar sampai sini, Agas."

"Kalau begitu saya pamit dulu," kata Agas kemudian mulai menyalakan mesin mobilnya.

Nara masih berdiri di depan gang sampai mobil Agas menghilang dari pandangan. 

~~~

Minggu pagi, Nara sedang libur. Dia menikmati waktu luangnya untuk pergi ke taman untuk jogging.

Di sana sudah ada beberapa orang yang juga datang dengan tujuan yang sama seperti Nara.

Jalur lari Nara hanya mengelilingi taman saja namun tetap saja itu terasa begitu luas untuk Nara yang jarang berolahraga.

Jelas sekali dari tampilan luarnya. Keringat sudah membanjiri dari wajah sampai ke leher. Napasnya juga sampai terengah-engah seperti orang yang akan kehabisan napas.

"Duh, capek banget." Nara memutuskan untuk beristirahat dulu di bangku taman, membiarkan orang-orang melewatinya. .

"Harusnya tadi beli minum dulu ya," gumam Nara agak menyesal.

Sekarang tenggorokkannya terasa kering ingin minum namun malas rasanya jika harus pergi mencari pedagang air minum.

"Nih ambil!" 

Nara tersentak kaget begitu mendapati seseorang meletakkan sebotol minuman utuh di sampingnya, tapi tidak berhenti mengobrol dulu dengan Nara, melainkan melanjutkan jogging.

Namun meski Nara tidak sempat melihat wajahnya, dia bisa mengenalinya dari suara dan postur tubuh orang itu meski dari belakang.

"Agas!" seru Nara yang langsung mengejar Agas sambil membawa minuman yang tadi.

Lari Agas ternyata lebih cepat dari yang Nara kira. Sampai Nara agak kesulitan mengejarnya, meski tampaknya Agas hanya lari santai saja.

Sadar kalau Nara mengikutinya, Agas sontak berhenti lalu menunggu Nara tiba di tempatnya sebelum akhirnya berkata, "Kenapa kamu ngikutin saya? Bukannya tadi lagi istirahat?"

"Ini kenapa minumanmu ditinggalin di sana?" jawab Nara yang agak segan menggunakan 'lo-gue' kepada Agas. Padahal kalau sama teman lain, Nara tidak sungkan sama sekali.

"Itu kan sengaja saya taruh di sana buat kamu," jawab Agas dengan santai.

"Tapi kenapa?" tanya Nara heran. Mempertanyakan sikap Agas yang sudah dari beberapa kali bersikap seakan menaruh perhatian lebih pada Nara.

"Memangnya kenapa? Apa salahnya kalau saya mau membantu orang lain?" Agas balik bertanya yang membuat Nara jadi merasa malu sendiri.

"Benar juga," pikir Nara dalam hati. Agas hanya ingin berbuat baik kenapa Nara harus mencurigainya?

"Kalau begitu makasih," ucap Nara sembari membuka tutup botol lalu meminumnya tanpa sungkan lagi karena memang dia sudah sangat kehausan.

Belum selesai minum, Nara melihat Agas sudah melanjutkan joggingnya. Sempat ada pikiran untuk bergabung dengan Agas supaya bisa jogging bersama tetapi segera dia urungkan lagi karena dia ragu apa bisa mencairkan situasi canggung yang mungkin terjadi saat bersama Agas, mengingat Agas bukan orang yang banyak bicara.

Jadi Nara biarkan saja Agas melanjutkan larinya sementara dia sendiri kembali ke bangku taman yang tadi dia duduki.

Setelah istirahat beberapa saat, Nara melanjutkan joggingnya satu putaran lagi sebelum memutuskan untuk pulang. Karena hari pun sudah semakin siang. Dia masih ada janji dengan Mbak Lia untuk pergi ke toko buku berburu novel terbaru dari penulis favoritnya.

Jalanan masih ramai dengan orang-orang yang selesai berlari. Ada juga yang sedang duduk di pinggir-pinggir jalan sambil mengobrol dengan teman mereka sendiri. Nara melewati mereka itu semua dalam diam. Dia berencana pulang dulu untuk ganti baju sambil menunggu Mbak Lia menjemputnya nanti.

Baru saja Nara keluar dari taman dan berjalan sedikit lewat trotoar menuju ke perempatan di depan. Nara berniat untuk pulang naik bus saja karena sepertinya dia tidak cukup tenaga untuk berlari kembali menuju rumahnya, maklum saja dia memang tidak rajin berolahraga.

Nara menunggu di halte bus, bersama dengan beberapa orang yang nampak juga baru selesai jogging. Setelah menunggu beberapa saat, bus pun datang dan berhenti di hadapannya.

Orang-orang buru-buru masuk dengan cepat karena mungkin takut tidak kebagian kursi. Sementara Nara mengantre dengan santai sampai ada gilirannya untuk masuk.

Sayang sekali, lagi-lagi nasib sial kembali menimpanya. Saat kaki kanan Nara baru saja saja naik ke bus, tidak disangka bus itu justru sudah bergerak. Sontak Nara kehilangan keseimbangan dan tubuhnya limbung. Nara sudah pasrah jika dia harus jatuh dan terluka.

Dia memejamkan mata dengan niat untuk bersiap akan rasa sakit yang akan datang.

Brukk!!!

°•• Bersambung ••°

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status