Satria tidak langsung pulang dulu. Dia menunggu kondisi Nara tenang. Baru dia berani meninggalkannya.Satria kembali ke rumah sesuai perintah ibunya. Saat memasuki rumahnya, dia melihat ibunya sedang duduk di ruang tamu bersama dengan Risa. Melihat kehadiran sepupunya, Satria memiliki firasat kalau Risa telah mengadu pada ibunya."Duduk dulu, Satria," kata ibunya.Tanpa bicara, Satria menurutinya dan duduk di hadapan ibunya. Meskipun dia punya tebakan apa yang ingin dibicarakan oleh sang ibu, Satria tetap tenang dan membiarkan ibunya bicara lebih dulu. Kehadiran Risa tidak Satria pedulikan, bahkan dia pun tidak melirik ke arah sepupunya seolah menganggap Risa tidak ada."Kata Risa, kamu punya hubungan dengan perempuan asing yang sedang terganggu kejiwaannya?" tanya ibunya Satria langsung ke pokok pembicaraan.Tanpa mengelak, Satria mengangguk membenarkan. Satria melirik ibunya untuk melihat ekspresinya. Ternyata tidak semarah yang dia kira. Ibunya tampak tenang dan tidak meledak-mele
Satria langsung pamit pada ibunya kemudian kembali ke rumah sakit. Sepanjang jalan Satria tidak bisa berhenti merasa khawatir dan berharap kalau tidak akan terjadi apa-apa pada Nara.Setelah sampai di rumah sakit, Satria diberitahu kalau Nara telah ditemukan di rooftop rumah sakit. Satria akhirnya bisa bernapas lega."Gimana kondisi Nara, suster?" tanya Satria pada seorang suster yang sedang mengganti infus Nara ketika Satria tiba di ruang rawat Nara."Sudah stabil, Mas."Satria berbincang-bincang sebentar sebentar dengan suster itu sebelum akhirnya ditinggal berdua dengan Nara karena suster itu kembali melanjutkan pekerjaannya."Cepat sembuh, Nara," gumam Satria sambil menatap wajah tertidur Nara.~~~"Jadi ...?" Agas bertanya dengan muka takjub. "Lo pacaran sama adek gue?"Ervan sedikit grogi melihat tatapan dari Agas. Dengan suara terbata-bata, dia membalasnya, "Cuma pura-pura.""Pura-pura?" kata Agas dengan alis bertautan. "Maksudnya lo mau main-main sama adek gue?"Ervan langsung
Teriakan Nara membangunkan Satria dari tidurnya. Dia pikir teriakan itu hanya berasal dari mimpinya. Nyatanya bukan.Apa yang membuat Nara berteriak bukan karena mengalami mimpi buruk melainkan karena kehadiran seorang perempuan yang sangat Satria kenal.Mantan pacar Satria yang sempat disebut oleh Risa, yaitu Riska."Kenapa lo ada di sini, Riska?" tanya Satria dengan bingung.Riska yang sedang memegang bantal sontak menoleh ke arah Satria yang telah terbangun. Untuk sesaat dia tidak bisa mengatakan apapun."Gue ...." Riska tampak sangat gugup dan tidak berani bicara.Sementara itu Nara tidak mempedulikan suasana hati Riska sama sekali. Dia dengan langsung memarahi Satria sebagai pelampiasan kekesalannya pada Riska."Dasar pembohong! Bukannya sebelumnya kamu sudah janji gak akan bawa orang jahat lagi kesini?" ujar Nara dengan tatapan menuduh pada Satria."Kemarin sudah gak ke sini, sekarang kamu bawa orang jahat lain?"Kali ini Riska yang terkejut. "Orang jahat apa?! Gue bukan orang ja
"Agas ...." Dua orang yang ada di hadapannya tampak panik setelah dipergoki oleh Agas sedang berciuman."Ini ... Gue ... Eh, itu ...." Ervan mencoba menjelaskan tapi karena terlalu panik, dia tidak bisa mengatakannya dengan jelas.Sementara ekspresi Agas sudah dingin sejak tadi. Mungkin ini pula yang membuat Ervan kehilangan ketenangannya. Sedangkan Nadia sama sekali tidak merasa ada yang salah dengan apa yang baru saja dia lakukan. "Biasa aja kali kak. Kayak gak pernah ciuman aja," celetuk Nadia dengan santai.Wajah Agas jadi semakin gelap mendengar ucapan Nadia yang terkesan tidak peduli. Tanpa kata, dia membawa putranya pergi karena merasa tidak perlu berbicara lebih lanjut padanya.Namun Ervan justru menjadi panik karenanya. Dia mengabaikan Nadia dan berjalan mengejar Agas."Tunggu dulu, Gas. Gue bisa jelasin ...."Sementara Bima yang sedang digendong oleh ayahnya tampak bingung dengan suasana aneh yang sedang terjadi. Dengan penuh minat, dia menatap bolak-balik antara ayahnya d
"Permisi, Pak. Saya dari kantin, datang untuk mengantar makan siang bapak." Nara berbicara seperti itu sambil melihat ke arah seseorang yang duduk di balik meja Ceo.Alangkah terkejutnya Nara ketika menyadari orang yang berada di hadapannya itu adalah teman yang dia kenal sewaktu SMP. Sepertinya bukan Nara saja yang terkejut, pria itu pun sama-sama menunjukkan ekspresi terkejut walau hanya sebentar saat memandang Nara.Pantas saja namanya sama karena memang ternyata orang yang sama. Agas Pratama, ketua OSIS se-angkatan dengan Nara. Saat itu pun Nara kebetulan menjabat sebagai wakil OSIS-nya.Agas ini memiliki wajah yang tampan namun sayang ekspresinya selalu datar seperti papan tulis.Dulu Nara sempat naksir dengan Agas. Alasannya cukup klise. Karena tampan. Meski jarang senyum tapi justru tetap cool di mata para siswi sewaktu itu termasuk di mata Nara. Namun kemudian ada kejadian yang membuat perasaan Nara pada Agas berubah dari suka diam-diam menjadi jengkel setiap melihatnya.Hal i
Siapa sangka seorang Ceo seperti Agas, makan siang di kantin perusahaan, berbaur dengan pegawai lain. Seperti tidak ada batasan jabatan di sini."Nara antarkan puding ini ke Pak Agas yang duduk di sebelah sana," ucap Bu Anggi, penanggung jawab kantin tempat Nara bekerja.Kantin yang dijalankan perusahaan untuk menyediakan makanan kepada karyawannya sehingga mereka bisa makan siang di sana tanpa membayar karena sudah termasuk fasilitas dari perusahaan.Nara berjalan sambil membawa puding dengan hati-hati. Sampai akhirnya cukup dekat dengan tempat Agas duduk. ”Permisi Pak Agas, ini puding untuk Anda," ucap Nara dengan sopan. Agas yang melihat kedatangan Nara hanya mengangguk singkat tanpa bicara. Nara paham betul apa maksudnya. Jadi dia langsung saja meletakkan puding tersebut di meja."Apa ada hal lain yang perlu saya bantu, Pak?" tanya Nara."Tidak perlu. Silahkan kembali bekerja," jawab Agas demikian.Nara mengangguk mengerti.Baru saja dia akan berbalik, namun sebelum dia tahu apa
"Kamu ...." Ternyata perempuan yang tadi menabraknya itu menemui Nara. Lalu membungkuk sambil dengan perasaan bersalah. "Saya benar-benar minta maaf, Mbak," ucapnya. Nara membalas dengan sopan. "Tidak perlu minta maaf, Mbak. Saya mengerti. Namanya juga gak sengaja." "Terima kasih, Mbak." ~~~ Sebulan kemudian, saat Nara baru saja menerima gaji pertamanya. Dia membelikan kue kesukaan dari sahabatnya, Lia. Kue Matcha yang menjadi favorit Lia, Nara beli spesial untuk berterima kasih. Karena sebelumnya Lia telah membantunya mendapatkan pekerjaan Nara sekarang ini. Mereka janjian bertemu di Kafe Star, tempat biasa mereka nongkrong. Nara telah tiba sekitar setengah jam yang lalu. Namun Lia masih belum tiba juga. Meski begitu Nara masih bersedia menunggu lebih lama karena dia juga tahu jalanan Jakarta macetnya minta ampun. Sayangnya pesan masuk membuat penantian Nara menjadi sia-sia karena isi dari pesan itu menjelaskan kalau Lia tidak bisa datang karena ada pasien darurat. Tapi a
"Pak Agas?" ujar Nara yang terkejut setelah melihat sosok yang berada di dalam mobil itu."Ayo masuk," ucap Agas sekali lagi. "Atau perlu saya membukakan pintu untukmu?"Nara buru-buru menggelengkan kepala yang diartikan Agas bahwa Nara bisa membuka pintu mobil sendiri. "Ya sudah, cepat masuk. Sudah malam, saya antar kamu pulang."Ternyata Nara justru menolaknya. "Enggak perlu, Pak. Saya bisa pulang sendiri."Melihat Nara tampak segan untuk masuk, Agas pun keluar dari mobilnya lalu berjalan ke sisi pintu di dekat Nara dan membukakannya tanpa bicara. "Ayo masuk!"Nara kaget bukan main mendapatkan perlakuan seperti itu. Dia sampai tidak bisa bereaksi dengan cepat. Ekspresinya yang berlebihan, seakan-akan baru saja bertemu dengan alien saja."Kenapa? Apa segitu bencinya kamu dengan saya sampai tidak mau semobil sama saya?" tanya Agas dengan serius."Tidak Pak. Tidak seperti itu, Kok." Buru-buru Nara menyanggah. "Tapi coba lihat pakaian saya kotor begini.""Saya juga tahu kok. Bahkan say