"Mama ini cucu terus yang diminta. Sabar napa. Mas Darma masih sibuk bekerja setiap hari. Jadi …."
"Jadi kalian tidak punya waktu untuk berdua? Bercinta pun jarang. Bahkan kebersamaan yang harusnya dieratkan juga belum bisa begitu?"
"Intinya belum rezeki, Ma. Intan dan mas Darma sudah berusaha. Memang belum diberi amanah saja. Mama sabar saja, suatu hari Intan akan memberikan cucu yang banyak."
Ibu dan anak tetap adu argumen tentang calon anak. Bagaimana juga mamanya Intan, Puri Berlian sangat berharap memiliki cucu. Agar tidak kesepian di masa tua.
"Kamu itu harus bisa memikat hati suami. Laki-laki tidak bisa dilepas seutuhnya. Meski diawasi sekali-kali. Apalagi tampan, kaya, royal dan baik hati begitu. Harus waspada kamu Intan, banyak pelakor di luar sana. Mereka mengancam pernikahan yang belum kuat seperti pernikahan kalian."
Bu Puri Berlian, janda kaya raya yang masih cantik itu duduk di sebelah putri cantik kesayangan. Memegang tangan, menatap ke mata indah sang anak.
"Intan, anak adalah penguat pernikahan. Kesempurnaan berumah tangga. Sulit digoyang oleh pelakor rumah tanggamu bila kalian mempunyai buah hati. Percaya pada Mama …."
"Jurus apa yang harus Intan pakai, Ma? Supaya kami cepat memiliki anak. Di hati kecil meronta, hanya saja belum terkabul, Ma? Asal Mama tahu, Intan berhenti bekerja dari kantor, karena ingin istirahat, supaya cepat hamil, Ma."
"Hemm, ya sudahlah. Semoga Tuhan mendengar segara doamu, lalu mengabulkan dengan segera."
"Aamiinn."
Di waktu yang bersamaan, Darma sedang bekerja di perusahaan yang ia pimpin. Jam istirahat, Cantika dan Julaika, teman SMA dahulu, kini datang ke kantor untuk melamar sebagai asisten di perusahaan Permata Grup.
"Darma …?"
Dua wanita cantik dan sexi masuk ke ruangan Darma setelah mendapat izin dari sekretaris. Pakaian sexi yang digunakan kurang pantas dikenakan di perusahaan itu. Darma menegur sambil bercanda agar sahabat baiknya dahulu tidak merasa sakit hati.
"Sexi sangat kalian berdua. Apakah baru pulang dari sebuah pesta?"
"Tidak ada pesta sepagi ini. Malam hari yang ada, Darma."
Keduanya meminum sajian kopi susu yang disajikan.
"Enak sekali kopi ini. Sangat nikmat selagi hangat. Ayolah Darma temani kami."
"Terima kasih, Aku sih bingung, kalian akan bekerja bagian apa, sebab karyawan sudah full di bagian masing-masing. Jadinya tidak enak ini."
"Kok, begitu kamu Darma. Engkau adalah orang baik yang suka menolong. Asalkan dirimu setuju, pasti ada lowongan buat kami. Jangan jadikan karyawan. Kami siap kok, jadi asisten pribadi kamu," bujuk Cantika.
Julaika mendekat, berbisik perlahan kepala Darma. "Kami ini janda, butuh pekerjaan untuk biaya hidup. Tolonglah kami. Kau akan untung besar, mempekerjakan wanita sexi, pintar dan cantik seperti kami berdua."
"Masalah bayaran tidak perlu mahal Darma. Asalkan digaji berapa pun, akan kami terima. Bagaimana?"
Julaika mengerlingkan matanya. Darma tidak berdaya akan rayuan wanita bohay berbaju merah itu. Dengan mengambil napas panjang, mengangguk dan menyetujui kedua sahabat lama menjadi asisten pribadi.
"Mulai besok kalian bisa bekerja di sini. Tapi ingat, gunakan pakaian yang pantas ketika berada di kantor saat jam kerja."
"Darma …."
"Heem."
"Kamu bisa potong gaji kami, berikan kami uang untuk membelikan pakaian yang pastas untuk bekerja. Pakaian kami seperti ini semua. Bagaimana, Bos?"
"Ya, sudah. Kalian bisa menunggu di ruang sebelah. Setelah jam kantor pulang, kita belanja untuk pakaian kalian berdua."
"Terima kasih temanku yang baik hati dan tidak sombong. Semoga rezeki yang kamu miliki bertambah melimpah dengan mempekerjakan kami berdua."
Julaika mendekat, tanpa meminta izin menyalami Darma, dilanjutkan memberikan pelukan hangat sebagai ucapan terima kasih.
Tidak mau kalah, Cantika dengan beraninya mengecup bibir Darma. Memberikan pelukan genit.
Darma kewalahan mendapatkan perlakuan yang genit dari kedua teman cantik dan bohay itu. Segera melepaskan pelukan dan meminta kedua wanita berhak tinggi itu untuk duduk di kursi masing-masing.
"Jaga sikap kalian saat berada di perusahaan, pada saat jam kerja. Nama baik dan imez Ceo Permata Grup harus tetap bersih."
"Kami mengerti, Bos Darma. Kami akan profesional saat bekerja, jangan ragukan kemampuan Julaika juga Cantika. Siap berbagi tugas. Pokoknya dirimu puas dengan kerja yang akan diberikan."
Kedua wanita itu menunggu jam pulang kantor. Mereka asyik membaca berbagai buku untuk menunjang wawasan. Hingga akhirnya jam pulang kantor tiba. Darma mengajak wanita sexi berbibir merona berbelanja di mall untuk mencari keperluan, terutama baju-baju kerja yang pantas dikenakan di kantor perusahaan.
Setelah berbelanja selama dua jam setengah. Ketiganya makan malam di restoran langganan Darma.
Asyik makan ketiganya menghabiskan menu yang dipesan.
"Enak sekali makanan ini. Rasanya ingin makan di sini terus ya Cantika?"
Julaika menikmati jus dan puding sebagai makanan penutup. Matanya berbinar, setelah mendapat perbaikan gizi, dapat makanan gratis dari temannya yang sebentar lagi akan menjadi atasan.
"Cantika, di mana rumah kalian, biar sekalian kuantar pulang."
"Rumah kami jauh sekali dari sini. Masih di Bandung. Rencana akan pindah ke Jakarta untuk mencari kos sementara belum dapat jatah rumah dari bos kami yang kaya raya ini."
Hehehe, kalian ada-ada saja.
"Darma, bisakah kami tinggal di salah satu apartemen milikmu yang masih kosong?"
Darma diam saja, tidak menjawab pertanyaan Cantika. "Kok diam. Usah ragu begitu wahai Bos kami yang kaya raya. Pinjami salah satu apartemenmu yang kosong. Hitung-hitung amal kebaikan. Kami yang merawat hartamu agar bersih, bagaimana?" pinta Cantika. "Ayolah, Darma. Biarkan kami juga menikmati rezekimu sebahagian. Dengan menempati salah satu apartemen milikmu, itu artinya dirimu menjadi orang dermawan dan rela berbagi kebahagiaan. Percaya dech, pasti rezeki akan berlimpah dan mengalir deras untuk orang baik." "Kalian ini, benar-benar pintar merayu. Baiklah, aku akan menjadi sebagai orang baik, ehemm. Aku pinjami apartemen yang tidak jauh dari perusahaan, agar kalian datang tepat waktu dan tidak pernah terlambat. Apa pun pasilitas yang ada di apartemen, boleh kalian berdua gunakan." "Hore …!" "Mari kita berangkat sekarang. Biar malam ini kami bersihin, bagaimana Julaika?" Cantika memainkannya mata kiri kepada Julaika. Janda bohay berambut gelombang itu menyambut dengan senyuman ma
Julaika dan Cantika melompat kegirangan mendapatkan kartu kredit dari Darma secara cuma-cuma. "Benar-benar royal dan baik hati Darma kepada kita berdua. Hanya modal kata-kata manis saja, kita mendapatkan apa yang kita inginkan. Sungguh beruntung Intan, mendapatkan lelaki sempurna seperti dia. Ceo tampan baik hati, memiliki kepedulian tingkat dewa, meski kita hanya sahabat lama, dia tidak perhitungan dengan harta yang dipunya. Sungguh dia adalah manusia langka pada masa ini." Cepat tidur, besok kita bekerja sebaik mungkin. Buat dia bangga menerima kita sebagai asistennya. Ambil hatinya, baiki bawahannya, lihat saja, dalam waktu tidak begitu lama, apa pun yang kita inginkan dapat diraih dengan sangat mudah. "Apa misimu Julaika?" "Jangka panjang atau pendek?" "Hidup bahagia berkecukupan. Tanpa kekurangan materi lagi seperti dahulu. Mungkin Tuhan telah mendengar doa kita. Langkah kanan menuju Darma, ternyata sebuah keberuntungan yang tidak akan berulang dua kali." "Apakah dirimu akan
"Terima kasih Pak Jaka. Senang bisa satu ruangan dengan anda." "Jangan panggil Pak, dong. Mas saja, soalnya saya belum jadi bapak-bapak. Masih menjadi mas-mas, begitu ya cantik." Ketiganya bersalaman. Jaka mempersilakan kedua wanita cantik untuk duduk di tempat yang sudah disediakan dengan sopan. "Silakan duduk, jangan sungkan-sungkan bila ada yang ingin ditanyakan. Kita satu team kerja di sini. Tujuan sama, membantu Tuan Ceo menjalankan perusahaan agar semakin berkembang." "Terima kasih, Mas Jaka. Mohon bimbingan dan kerja samanya." "Kedua asisten baru itu menduduki kursi masing-masing. Memandang seluruh ruangan, memeriksa satu persatu buku dan tumpukan file yang ada di atas meja." "Mari ikuti saya ke ruangan meeting. Saya akan perkenalkan kalian kepada para stap lain, agar kinerja bisa berjalan dengan maksimal." "Terima kasih, Mas Jaka. Tak kenal maka tak sayang, ya?" Ketiga orang itu menuju ruang meeting, ternyata para stap dan sang Ceo sudah berada di sana. Tanpa membuang
"Oh, tidak mungkin. Ceo orang yang setia. Tidak mungkin selingkuh hanya kepada bawahan. Akan tetapi, ini adalah kesempatan emas buatku, bisa memberikan informasi kepada Intan, dia akan membayar mahal tiap info yang aku beri," ocehan Raisya dalam hati. Gadis mungil itu berputar arah, lalu kembali pulang ke tempat kontrakan. "Tambang emas sudah terbuka sekarang. Ha-ha-ha." Setibanya Raisya sampai di kontrakan kecil di ujung gang, wanita bertubuh kurus tetapi cantik itu segera mandi dan berdandan rapi. Menchat Intan di aplikasi W******p [Yuk ketemuan di Cafe Sugar, jam lima sore ini, penting. Tapi ini tidak gratis, Sayang?] [Dasar mata duitan. Hayulah, aku pun bete di rumah mama terus. Jam lima tepat ya, jangan sampai telat sedetik pun!] [Deal] [Yes] Intan segera mandi kilat. Mengenakan dres pink, rambut sebahu tergerai indah. Memakai kaca mata hitam. Menggunakan tas senada dengan sepatu. Terlihat seperti anak ABG yang akan kencan di sore hari. "Ma, Intan ke Cafe Sugar bersama Rai
"Tidak, mereka hanya teman biasa. Usah pengaruhi aku dengan hal-hal yang merusak pikiran, Raisya." "Ya sudahlah, bila Intan percaya dengan suamimu seratus persen. Akan tetapi, bila ada bukti bahwa dia dibawa pergi pelakor, diplorotin mereka, jangan datang padaku sambil nangis-nangis." "Tidak!" Intan meminumnya jus favorit. Tersenyum ceria tanpa terpengaruh dengan ucapan sahabat baiknya. "Intinya, kau tidak percaya dengan kecurigaan Raisya ya? Tetap percaya kepada mereka bahwa semua hanya sebatas hubungan kerja." "Yes. Mereka hanya sahabat lama. Aku pun tahu sejak lama." Intang memegang tangan Raisya. Meyakinkan gadis mungil bermata bulat itu agar tidak berpikir macam-macam terhadap sang suami. "Aku tetap masih ragu!" "Percayalah kepada mereka. Usah terlalu dipikirkan hal-hal negatif terhadap orang lain. Pokoknya, yang kita pikirkan akan berpengaruh terhadap nasib dan keberuntungan." Kedua wanita cantik yang sama-sama hoby nongkrong di Cafe Sugar pun diam sesaat. Tenggelam dengan
"Ia, Mama. Izinkan kami pulang sekarang." Darma menjawab dengan sopan. "Tidak bisakah kita berbincang-bincang lebih lama lagi?" Pertanyaan mertua, sungguh risau hati Darma tak tega untuk meninggalkan seketika. "Sudah malam, Ma. Kami ada acara berdua di luar. Takut nanti keburu malam. Bagaimana, boleh kami pulang sekarang?" "Tapi …?" Jawaban wanita berparas cantik itu terputus. "Mohon maaf sekali, Mama. Lain kali kami ke mari lagi." Tapi, Nama inginnya sekarang, Sayang! Masih rindu dengan kamu, menantuku. Bahkan pijatan dari tanganmu saja masih tanggung ini, belum selesai." Puri Berlian pun mengarahkan tangan kiri ke punggungnya. Memberikan isyarat kepada sang menantu, agar menolong memijit pindah dan punggung kembali. "Ma …! Kasian Darma yang capek dari kantor. Masak CEO di perusahaan besar dihormati, di patuhi di luaran sana, Mana suruh untuk jadi tukang pijit, sih …!" "Pelankan suaramu, Intan!" Wanita putih berok coklat itu melotot cantik kepada anaknya. "Mama, ngeselin …!"
"Hahahaha! Sungguh cantik istriku saat ketakutan begini." Darma tetap saja melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Tangan Intan secepat kilat, mencubit paha Darma. Melotot mata indah milik pria bertubuh tinggi menahan rasa sakit, akibat cubitan spontan itu, Darma memperlambat laju kendaraan. "Auuhhhh!" Darma mengusap-usap pahanya dengan tangan kirinya. "Rasakan, enak sekali cubitan kepitingku bukan?" Senyum puas terlihat di wajah Intan. Baginya, bisa membuat suami yang suka iseng kesakitan, merupakan keasyikan tersendiri. "Tega sekali kau, Intan! Pasti merah pahaku. Tunggu pembalasanku di rumah. Akan kubuat merah-merah pahamu juga." Kedipan nakal mata Darma, diiringi senyum menggoda membuat Intan melongo, kaget dengan ucapan suami yang mulai nakal. "Siapa takut. Cuma merah sedikit juga, no problem. Asal tidak dengan cara kekerasan atau penganiayaan." Senyum Intan melebar, membalas senyuman Ceo Permata Grup yang lagi naik daun. Setelah tiba di rumah. Intan berjalan menuju kamar
"Siapa bilang? Jatahku akan selalu ada. Tidak ada satu orang pun yang mampu merenggut milikku!" Tangan Ceo memegang pinggang ramping Intan. Ditepis seketika saat tangan lembut itu menyentuh tubuhnya. "Berani sekali kau Intan!" Kata-kata kasar mulai keluar dari mulut sang Ceo. Tatapan hendak memangsa pun terlihat jelas di kedua pelupuk mata suaminya. "Ini bukan masalah berani atau tidak. Akan tetapi mood yang berbicara. Pokoknya rusak semua selera yang kumiliki. Jangan ganggu malam ini, ingin tidur saja sampai pagi." Intan berusaha naik ke ranjang. Menarik selimut putih yang tebal untuk menutup tubuhnya. Darma tertawa melihat kelakuan Intan yang kekanak-kanakan. Tidak mengerti hasrat suami yang sudah beberapa hari tidak mendapat jatah. "Ingat pesan ibundamu. Yuk, kita buat cucu untuk dia. Apa salahnya bercinta sebelum tidur, hah." Darma melepaskan selimut yang dikenakan Intan. Mata wanita itu sontak melotot. "Jangan ganggu aku …!" Intan berteriak keras sekali. Darma tidak perduli.