Share

BAB 2 MENUNGGU

Darma diam saja, tidak menjawab pertanyaan Cantika. 

"Kok diam. Usah ragu begitu wahai Bos kami yang kaya raya. Pinjami salah satu apartemenmu yang kosong. Hitung-hitung amal kebaikan. Kami yang merawat hartamu agar bersih, bagaimana?" pinta Cantika.

"Ayolah, Darma. Biarkan kami juga menikmati rezekimu sebahagian. Dengan menempati salah satu apartemen milikmu, itu artinya dirimu menjadi orang dermawan dan rela berbagi kebahagiaan. Percaya dech, pasti rezeki akan berlimpah dan mengalir deras untuk orang baik."

"Kalian ini, benar-benar pintar merayu. Baiklah, aku akan menjadi sebagai orang baik, ehemm. Aku pinjami apartemen yang tidak jauh dari perusahaan, agar kalian datang tepat waktu dan tidak pernah terlambat. Apa pun pasilitas yang ada di apartemen, boleh kalian berdua gunakan."

"Hore …!"

"Mari kita berangkat sekarang. Biar malam ini kami bersihin, bagaimana Julaika?"

Cantika memainkannya mata kiri kepada Julaika. Janda bohay berambut gelombang itu menyambut dengan senyuman manis. Mengangguk dan mengacungkan kedua jempol. Memberikan tips tanda kompak.

"Hayu, kita berangkat sekarang."

Ketiganya berjalan menuju parkir mobil. Menaiki mobil mewah milik Darma, melaju dengan kecepatan sedang. Cukup dua puluh menit sampailah mereka di sebuah apartemen mewah.

"Wawww, megah sekali."

"Inikah tempat tinggal kita sekarang, Julaika? Seperti mimpi saja. Ini rezeki anak baik hati dan tidak sombong ya."

Darma berjalan sangat cepat. Kedua wanita cantik itu tergopoh-gopoh mengikuti dari belakang sambil membawa belanjaan pakaian yang dibelinya di mall.

"Pelan sedikit, ih. Seperti dikejar hantu saja jalanmu, Darma. Pelan-pelan saja, orang sabar disayang Tuhan."

Julaika berkata memprotes Darma. Lelaki bertubuh tinggi itu pun, segera mengatur langkah menjadi lebih slow. Menoleh ke arah belakang, menebarkan senyum tanpa ekspresi.

"Maaf. Aku terburu-buru malam ini. Ada janji akan menjemput istriku di rumah orang tuanya."

"Ohh, iya kami paham. Tapi, setiap hari juga waktumu untuk istri tercinta, kami hanya meminta sedikit waktumu malam ini saja, bukankah kita sahabat yang saling melengkapi? Bila sudah kelar, dirimu juga boleh pergi, kok."

Sampailah ketiganya di pintu apartemen milik Darma. Lalaki berbaju abu-abu itu membuka pintu, mengajak keduanya masuk. Menunjukkan kamar mana yang bisa ditempati. Tampa berbasa-basi, Darma pamit ingin pulang.

Julaika dan Cantika tidak mengizinkan untuk Darma pulang. Wanita genit itu menawarkan secangkir kopi hitam, memaksa Darma untuk meminumnya. Tidak ada pilihan, dia duduk menikmati secangkir kopi sambil menonton televisi. 

"Darma, adakah mobilmu yang tidak terpakai? Boleh dong sekaligus kami pinjam. Lucu atuh dilihat orang-orang, seorang asisten Ceo Permata Grup naik bus atau taxi. Boleh ya, pinjam satu," rayu Cantika, sembari membuka cemilan kacang yang dibelinya siang tadi.

"Bener kata Cantika. Masak kita tinggal di apartemen mewah begini, kendaraannya cuma angkot doang. Minjam mobil kamu ya, Bos. Biar rezekinya semakin meledos, hahaha."

"Kalian berdua benar-benar memerasku sekarang. Hahaha."

"Bukankah dirimu yang memberikan secara cuma-cuma, Bos ganteng? Pokoknya, apa pun yang kami terima, berkat kemurahan dan kebaikan hatimu, Bosku."

"Tidak ada kata-kata bos. Usah sok formal kalian. Mobil Alfad putih yang dirumah, bisa kalian gunakan untuk beraktifitas ke mana saja. Besok pagi, aku kirim ke mari, beserta supirnya. Bagaimana?"

"Wah …! Bener-bener tajir sekarang dirimu, Darma. Baik hati dan perduli. Sebagai ucapan terima kasih atas kebaikan dirimu pada kami berdua, akan kulakukan apa pun perintah yang kau pinta. Sembah sujud padamu, Bosku."

Kompak, itu kesan pertama yang dilihat kepada kedua teman lama. Keduanya menunduk dan memberikan hormat, sehingga Darma menjadi geli.

"Sudah-sudah, cukup hormat-hormatan.. Jangan berlebihan seperti itu. Aku bukanlah raja yang mesti disembah. Kita sama-sama manusia yang harus berbuat baik menggunakan apa yang dimiliki."

Ketiga penghuni apartemen itu merayakan momen persahabatan yang lama tidak bertemu. Tertawa bersama, bercerita secara bergantian kisah hidup masing-masing. 

Tiada terasa waktu kian larut, malam merambat sunyi. Dingin menyelimuti diri. Bintang bertaburan indah, menghiasi angkasa yang sangat sempurna ciptakan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Sementara itu, Intan yang menunggu jemputan suami. Lelah menanti, tetapi Darma tidak kunjung tiba. Gawai milik Darma tidak dapat dihubungii. Wanita berambut sebahu itu hanya mengambil napas panjang, berjalan dari ruang tamu, meja makan, duduk di teras dan masuk ke kamar.

Pikirkan Intan tidak tenang. Teringat terus kepada suami tercinta. Mengapa bisa lupa akan janji yang tadi pagi diucapkan.

"Ke mana dirimu, mas Darma?" lirih Intan.

Intan merebahkan tubuh di ranjang. Menunggu suami yang tiada kunjung tiba. Sehingga akhirnya tertindur pulas. 

Lampu kamar tidur dimatikan, sengaja menerangi kamar. Nuansa ruangan yang berwarna abu-abu itu kian sendu, saat hati lelah menunggu seorang yang sangat berarti.

Sementara Darma, dibuat tidak berdaya oleh dua wanita cantik nakal banyak akal. Menuruti kemauan keduanya untuk menemani sepanjang malam. Hingga sadar waktu telah merayap teramat cepat.

"Astaga! Sudah pukul 24.00 Wib. Mati aku. Pasti Intan berpikir macam-macam padaku sekarang. Baiklah, aku pulang sekarang."

"Darma! Sudah larut, Bosku. Menginaplah di sini. Biarkan istrimu istirahat malam ini, usah ganggu tidur nyenyaknya. Besok pagi, bisa kau jelaskan semua, pasti dia mengerti, kok. Bukankah dia sudah tahu, bahwa kita telah berteman sejak SMA?"

Darma tidak menghiraukan ucapan Julaika lagi. Memakai jasnya, berlalu pergi meninggalkan apartemen mewah yang berada di lantai sepuluh. Pria tampan berjambang tipis memberikan kartu kredit ke arah Julaika.

"Pakailah untuk keperluan kalian. Sampai ketemu besok di perusahaan."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status