Darma diam saja, tidak menjawab pertanyaan Cantika.
"Kok diam. Usah ragu begitu wahai Bos kami yang kaya raya. Pinjami salah satu apartemenmu yang kosong. Hitung-hitung amal kebaikan. Kami yang merawat hartamu agar bersih, bagaimana?" pinta Cantika.
"Ayolah, Darma. Biarkan kami juga menikmati rezekimu sebahagian. Dengan menempati salah satu apartemen milikmu, itu artinya dirimu menjadi orang dermawan dan rela berbagi kebahagiaan. Percaya dech, pasti rezeki akan berlimpah dan mengalir deras untuk orang baik."
"Kalian ini, benar-benar pintar merayu. Baiklah, aku akan menjadi sebagai orang baik, ehemm. Aku pinjami apartemen yang tidak jauh dari perusahaan, agar kalian datang tepat waktu dan tidak pernah terlambat. Apa pun pasilitas yang ada di apartemen, boleh kalian berdua gunakan."
"Hore …!"
"Mari kita berangkat sekarang. Biar malam ini kami bersihin, bagaimana Julaika?"
Cantika memainkannya mata kiri kepada Julaika. Janda bohay berambut gelombang itu menyambut dengan senyuman manis. Mengangguk dan mengacungkan kedua jempol. Memberikan tips tanda kompak.
"Hayu, kita berangkat sekarang."
Ketiganya berjalan menuju parkir mobil. Menaiki mobil mewah milik Darma, melaju dengan kecepatan sedang. Cukup dua puluh menit sampailah mereka di sebuah apartemen mewah.
"Wawww, megah sekali."
"Inikah tempat tinggal kita sekarang, Julaika? Seperti mimpi saja. Ini rezeki anak baik hati dan tidak sombong ya."
Darma berjalan sangat cepat. Kedua wanita cantik itu tergopoh-gopoh mengikuti dari belakang sambil membawa belanjaan pakaian yang dibelinya di mall.
"Pelan sedikit, ih. Seperti dikejar hantu saja jalanmu, Darma. Pelan-pelan saja, orang sabar disayang Tuhan."
Julaika berkata memprotes Darma. Lelaki bertubuh tinggi itu pun, segera mengatur langkah menjadi lebih slow. Menoleh ke arah belakang, menebarkan senyum tanpa ekspresi.
"Maaf. Aku terburu-buru malam ini. Ada janji akan menjemput istriku di rumah orang tuanya."
"Ohh, iya kami paham. Tapi, setiap hari juga waktumu untuk istri tercinta, kami hanya meminta sedikit waktumu malam ini saja, bukankah kita sahabat yang saling melengkapi? Bila sudah kelar, dirimu juga boleh pergi, kok."
Sampailah ketiganya di pintu apartemen milik Darma. Lalaki berbaju abu-abu itu membuka pintu, mengajak keduanya masuk. Menunjukkan kamar mana yang bisa ditempati. Tampa berbasa-basi, Darma pamit ingin pulang.
Julaika dan Cantika tidak mengizinkan untuk Darma pulang. Wanita genit itu menawarkan secangkir kopi hitam, memaksa Darma untuk meminumnya. Tidak ada pilihan, dia duduk menikmati secangkir kopi sambil menonton televisi.
"Darma, adakah mobilmu yang tidak terpakai? Boleh dong sekaligus kami pinjam. Lucu atuh dilihat orang-orang, seorang asisten Ceo Permata Grup naik bus atau taxi. Boleh ya, pinjam satu," rayu Cantika, sembari membuka cemilan kacang yang dibelinya siang tadi.
"Bener kata Cantika. Masak kita tinggal di apartemen mewah begini, kendaraannya cuma angkot doang. Minjam mobil kamu ya, Bos. Biar rezekinya semakin meledos, hahaha."
"Kalian berdua benar-benar memerasku sekarang. Hahaha."
"Bukankah dirimu yang memberikan secara cuma-cuma, Bos ganteng? Pokoknya, apa pun yang kami terima, berkat kemurahan dan kebaikan hatimu, Bosku."
"Tidak ada kata-kata bos. Usah sok formal kalian. Mobil Alfad putih yang dirumah, bisa kalian gunakan untuk beraktifitas ke mana saja. Besok pagi, aku kirim ke mari, beserta supirnya. Bagaimana?"
"Wah …! Bener-bener tajir sekarang dirimu, Darma. Baik hati dan perduli. Sebagai ucapan terima kasih atas kebaikan dirimu pada kami berdua, akan kulakukan apa pun perintah yang kau pinta. Sembah sujud padamu, Bosku."
Kompak, itu kesan pertama yang dilihat kepada kedua teman lama. Keduanya menunduk dan memberikan hormat, sehingga Darma menjadi geli.
"Sudah-sudah, cukup hormat-hormatan.. Jangan berlebihan seperti itu. Aku bukanlah raja yang mesti disembah. Kita sama-sama manusia yang harus berbuat baik menggunakan apa yang dimiliki."
Ketiga penghuni apartemen itu merayakan momen persahabatan yang lama tidak bertemu. Tertawa bersama, bercerita secara bergantian kisah hidup masing-masing.
Tiada terasa waktu kian larut, malam merambat sunyi. Dingin menyelimuti diri. Bintang bertaburan indah, menghiasi angkasa yang sangat sempurna ciptakan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Sementara itu, Intan yang menunggu jemputan suami. Lelah menanti, tetapi Darma tidak kunjung tiba. Gawai milik Darma tidak dapat dihubungii. Wanita berambut sebahu itu hanya mengambil napas panjang, berjalan dari ruang tamu, meja makan, duduk di teras dan masuk ke kamar.
Pikirkan Intan tidak tenang. Teringat terus kepada suami tercinta. Mengapa bisa lupa akan janji yang tadi pagi diucapkan.
"Ke mana dirimu, mas Darma?" lirih Intan.
Intan merebahkan tubuh di ranjang. Menunggu suami yang tiada kunjung tiba. Sehingga akhirnya tertindur pulas.
Lampu kamar tidur dimatikan, sengaja menerangi kamar. Nuansa ruangan yang berwarna abu-abu itu kian sendu, saat hati lelah menunggu seorang yang sangat berarti.
Sementara Darma, dibuat tidak berdaya oleh dua wanita cantik nakal banyak akal. Menuruti kemauan keduanya untuk menemani sepanjang malam. Hingga sadar waktu telah merayap teramat cepat.
"Astaga! Sudah pukul 24.00 Wib. Mati aku. Pasti Intan berpikir macam-macam padaku sekarang. Baiklah, aku pulang sekarang."
"Darma! Sudah larut, Bosku. Menginaplah di sini. Biarkan istrimu istirahat malam ini, usah ganggu tidur nyenyaknya. Besok pagi, bisa kau jelaskan semua, pasti dia mengerti, kok. Bukankah dia sudah tahu, bahwa kita telah berteman sejak SMA?"
Darma tidak menghiraukan ucapan Julaika lagi. Memakai jasnya, berlalu pergi meninggalkan apartemen mewah yang berada di lantai sepuluh. Pria tampan berjambang tipis memberikan kartu kredit ke arah Julaika.
"Pakailah untuk keperluan kalian. Sampai ketemu besok di perusahaan."
Julaika dan Cantika melompat kegirangan mendapatkan kartu kredit dari Darma secara cuma-cuma. "Benar-benar royal dan baik hati Darma kepada kita berdua. Hanya modal kata-kata manis saja, kita mendapatkan apa yang kita inginkan. Sungguh beruntung Intan, mendapatkan lelaki sempurna seperti dia. Ceo tampan baik hati, memiliki kepedulian tingkat dewa, meski kita hanya sahabat lama, dia tidak perhitungan dengan harta yang dipunya. Sungguh dia adalah manusia langka pada masa ini." Cepat tidur, besok kita bekerja sebaik mungkin. Buat dia bangga menerima kita sebagai asistennya. Ambil hatinya, baiki bawahannya, lihat saja, dalam waktu tidak begitu lama, apa pun yang kita inginkan dapat diraih dengan sangat mudah. "Apa misimu Julaika?" "Jangka panjang atau pendek?" "Hidup bahagia berkecukupan. Tanpa kekurangan materi lagi seperti dahulu. Mungkin Tuhan telah mendengar doa kita. Langkah kanan menuju Darma, ternyata sebuah keberuntungan yang tidak akan berulang dua kali." "Apakah dirimu akan
"Terima kasih Pak Jaka. Senang bisa satu ruangan dengan anda." "Jangan panggil Pak, dong. Mas saja, soalnya saya belum jadi bapak-bapak. Masih menjadi mas-mas, begitu ya cantik." Ketiganya bersalaman. Jaka mempersilakan kedua wanita cantik untuk duduk di tempat yang sudah disediakan dengan sopan. "Silakan duduk, jangan sungkan-sungkan bila ada yang ingin ditanyakan. Kita satu team kerja di sini. Tujuan sama, membantu Tuan Ceo menjalankan perusahaan agar semakin berkembang." "Terima kasih, Mas Jaka. Mohon bimbingan dan kerja samanya." "Kedua asisten baru itu menduduki kursi masing-masing. Memandang seluruh ruangan, memeriksa satu persatu buku dan tumpukan file yang ada di atas meja." "Mari ikuti saya ke ruangan meeting. Saya akan perkenalkan kalian kepada para stap lain, agar kinerja bisa berjalan dengan maksimal." "Terima kasih, Mas Jaka. Tak kenal maka tak sayang, ya?" Ketiga orang itu menuju ruang meeting, ternyata para stap dan sang Ceo sudah berada di sana. Tanpa membuang
"Oh, tidak mungkin. Ceo orang yang setia. Tidak mungkin selingkuh hanya kepada bawahan. Akan tetapi, ini adalah kesempatan emas buatku, bisa memberikan informasi kepada Intan, dia akan membayar mahal tiap info yang aku beri," ocehan Raisya dalam hati. Gadis mungil itu berputar arah, lalu kembali pulang ke tempat kontrakan. "Tambang emas sudah terbuka sekarang. Ha-ha-ha." Setibanya Raisya sampai di kontrakan kecil di ujung gang, wanita bertubuh kurus tetapi cantik itu segera mandi dan berdandan rapi. Menchat Intan di aplikasi W******p [Yuk ketemuan di Cafe Sugar, jam lima sore ini, penting. Tapi ini tidak gratis, Sayang?] [Dasar mata duitan. Hayulah, aku pun bete di rumah mama terus. Jam lima tepat ya, jangan sampai telat sedetik pun!] [Deal] [Yes] Intan segera mandi kilat. Mengenakan dres pink, rambut sebahu tergerai indah. Memakai kaca mata hitam. Menggunakan tas senada dengan sepatu. Terlihat seperti anak ABG yang akan kencan di sore hari. "Ma, Intan ke Cafe Sugar bersama Rai
"Tidak, mereka hanya teman biasa. Usah pengaruhi aku dengan hal-hal yang merusak pikiran, Raisya." "Ya sudahlah, bila Intan percaya dengan suamimu seratus persen. Akan tetapi, bila ada bukti bahwa dia dibawa pergi pelakor, diplorotin mereka, jangan datang padaku sambil nangis-nangis." "Tidak!" Intan meminumnya jus favorit. Tersenyum ceria tanpa terpengaruh dengan ucapan sahabat baiknya. "Intinya, kau tidak percaya dengan kecurigaan Raisya ya? Tetap percaya kepada mereka bahwa semua hanya sebatas hubungan kerja." "Yes. Mereka hanya sahabat lama. Aku pun tahu sejak lama." Intang memegang tangan Raisya. Meyakinkan gadis mungil bermata bulat itu agar tidak berpikir macam-macam terhadap sang suami. "Aku tetap masih ragu!" "Percayalah kepada mereka. Usah terlalu dipikirkan hal-hal negatif terhadap orang lain. Pokoknya, yang kita pikirkan akan berpengaruh terhadap nasib dan keberuntungan." Kedua wanita cantik yang sama-sama hoby nongkrong di Cafe Sugar pun diam sesaat. Tenggelam dengan
"Ia, Mama. Izinkan kami pulang sekarang." Darma menjawab dengan sopan. "Tidak bisakah kita berbincang-bincang lebih lama lagi?" Pertanyaan mertua, sungguh risau hati Darma tak tega untuk meninggalkan seketika. "Sudah malam, Ma. Kami ada acara berdua di luar. Takut nanti keburu malam. Bagaimana, boleh kami pulang sekarang?" "Tapi …?" Jawaban wanita berparas cantik itu terputus. "Mohon maaf sekali, Mama. Lain kali kami ke mari lagi." Tapi, Nama inginnya sekarang, Sayang! Masih rindu dengan kamu, menantuku. Bahkan pijatan dari tanganmu saja masih tanggung ini, belum selesai." Puri Berlian pun mengarahkan tangan kiri ke punggungnya. Memberikan isyarat kepada sang menantu, agar menolong memijit pindah dan punggung kembali. "Ma …! Kasian Darma yang capek dari kantor. Masak CEO di perusahaan besar dihormati, di patuhi di luaran sana, Mana suruh untuk jadi tukang pijit, sih …!" "Pelankan suaramu, Intan!" Wanita putih berok coklat itu melotot cantik kepada anaknya. "Mama, ngeselin …!"
"Hahahaha! Sungguh cantik istriku saat ketakutan begini." Darma tetap saja melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Tangan Intan secepat kilat, mencubit paha Darma. Melotot mata indah milik pria bertubuh tinggi menahan rasa sakit, akibat cubitan spontan itu, Darma memperlambat laju kendaraan. "Auuhhhh!" Darma mengusap-usap pahanya dengan tangan kirinya. "Rasakan, enak sekali cubitan kepitingku bukan?" Senyum puas terlihat di wajah Intan. Baginya, bisa membuat suami yang suka iseng kesakitan, merupakan keasyikan tersendiri. "Tega sekali kau, Intan! Pasti merah pahaku. Tunggu pembalasanku di rumah. Akan kubuat merah-merah pahamu juga." Kedipan nakal mata Darma, diiringi senyum menggoda membuat Intan melongo, kaget dengan ucapan suami yang mulai nakal. "Siapa takut. Cuma merah sedikit juga, no problem. Asal tidak dengan cara kekerasan atau penganiayaan." Senyum Intan melebar, membalas senyuman Ceo Permata Grup yang lagi naik daun. Setelah tiba di rumah. Intan berjalan menuju kamar
"Siapa bilang? Jatahku akan selalu ada. Tidak ada satu orang pun yang mampu merenggut milikku!" Tangan Ceo memegang pinggang ramping Intan. Ditepis seketika saat tangan lembut itu menyentuh tubuhnya. "Berani sekali kau Intan!" Kata-kata kasar mulai keluar dari mulut sang Ceo. Tatapan hendak memangsa pun terlihat jelas di kedua pelupuk mata suaminya. "Ini bukan masalah berani atau tidak. Akan tetapi mood yang berbicara. Pokoknya rusak semua selera yang kumiliki. Jangan ganggu malam ini, ingin tidur saja sampai pagi." Intan berusaha naik ke ranjang. Menarik selimut putih yang tebal untuk menutup tubuhnya. Darma tertawa melihat kelakuan Intan yang kekanak-kanakan. Tidak mengerti hasrat suami yang sudah beberapa hari tidak mendapat jatah. "Ingat pesan ibundamu. Yuk, kita buat cucu untuk dia. Apa salahnya bercinta sebelum tidur, hah." Darma melepaskan selimut yang dikenakan Intan. Mata wanita itu sontak melotot. "Jangan ganggu aku …!" Intan berteriak keras sekali. Darma tidak perduli.
"Maaf, Bos. Ganggu malam-malam begini." Suara lembut seorang wanita dari gawai Darma. Intan menarik napas panjang. Ada kecemburuan di sana, meski hanya terlihat dari sorot matanya. "Adakah hal yang penting, sehingga tengah malam begini menggangu waktu istirahatku." "Ada hal penting, Bos. Kebocoran data perusahaan kita. Sepertinya di dalam perusahaan ada penyusup dari musuh." "Seberapa bahayakah penyusup itu, sehingga tidak bisa ditunda sampai besok pagi saja?" Darma memijit pelipisnya yang tidak ada rasa sakit. "Baiklah, selamat istirahat. Setidak aku sudah memberitahu, agar Bos besok mengambil tindakan yang tepat." "Adakah hal lain yang penting?" Ceo menunggu jawaban Julaika yang lambat menjawab. "Segera istirahat, Bos. Jaga kesehatan dan besok bisa bekerja dengan maksimal." Suara Julaika perlahan tapi pasti dan diakhiri dengan sopan. Intan hanya mengamati Darma dari ranjang. Tidak bertanya sesuatu pun, hanya bola mata memancar aura kecemburuan. "Tidurlah, bukankah sekarang