"Hubungi Saya jika Nona memerlukan bantuan, rumah sakit ini pasti akan membantu!" Ucap Dokter Bahar yang mengantar Karen. Setelah yakin Karen dapat pulang hari ini, dia juga berniat mengantar pasiennya sampai ke depan lobby.
Karen tersenyum tipis. "Tentu. Terima kasih banyak untuk semuanya. "Dokter tua itu mengangguk sambil melambai-lampai kecil sampai mobil hitam itu menghilang di balik tembok rumah sakit.Dia mengambil HP nya dan memanggil seseorang. "Nona itu sudah pulang," jelasnya singkat.Di sebuah rumah putih bertingkat dua, dengan desain minimalis dan sederhana. Karen masuk dan menaruh kopernya di samping sofa.Ruang tamu sederhana yang berdekatan dengan dapur tampak didominasi warna putih dan sage. Dia tampak senang karena rumah yang dibeli sudah rapi dan sesuai dengan keinginannya."Hah… aku tidak menyesal, sepertinya aku hanya tinggal menaruh baju dan melihat halaman luar."Karen mengangkat tas dan kopernya ke lantai dua melalui tangga di belakang dapur, dia membuka pintu Kamar dan melihat tempat tidur besar dengan lemari putih yang senada dengan dinding.Tidak perlu waktu lama sampai dia memindahkan semua pakaiannya dari tas ke lemari. Sebelum keluar dia membuka tirai dan jendela serta pintu ke balkon kamar."Ini benar-benar kamarku, tidak sia-sia aku membeli ini," ucapnya senang. Dia membeli rumah itu dengan harga yang cukup, tidak lupa setengah uangnya disumbangkan, lalu sisanya ditabung untuk dana darurat."Aku harus memeriksa ruang lainnya."Dia mendapati kamar kosong di samping kamarnya, tidak masalah karena dia tidak meminta untuk memiliki kamar tamu. “Aku sudah memesan perlengkapan supaya kamar ini bisa jadi ruang santai.”Sorenya lemari dan meja yang dia pesan sudah sampai dan pemasangannya baru selesai sampai malam jam 7. Saat pemasangan dia keluar untuk membeli bahan makanan dan peralatan dapur secukupnya.Saat sampai para tukang sudah selesai dan mengembalikan kunci rumahnya. Karen sendiri merasa sunyi dan mengunci rumah dengan tenang."Waktunya makan…."Sambil makan, Karen duduk nyaman di ruang santai sebelah kamarnya, Karen membuka laptop dan mencari beberapa pekerjaan yang dia inginkan di beberapa media sosial."Bean Buzz caffe!" Gumamnya setelah lama membiarkan makananya dingin. Dia segera menandai postingan itu dan melamar besoknya. Dulu dia pernah bekerja di kafe kopi, jadi dia cukup percaya diri untuk melamar di sana.***Pagi ini, Karen beberapa kali mengecek email di hpnya, karena seharusnya hari ini adalah pengumuman apakah dia diterima atau tidak. Berbeda dengan tempatnya bekerja dulu yang harus langsung datang ke kafe, Kali ini dia hanya harus menunggu email setelah interview singkat kemarin.Suatu notifikasi membuatnya segera duduk dan membuka emailnya. "Selamat bergabung di Bean Buzz Caffe.""Yes… yes… yes…." Karen berdiri dan melompat-lompat kegirangan. Dia pergi ke kamarnya dan langsung membaringkan badannya yang kurus."Sepertinya aku harus menaikkan berat badan, aku harus terlihat sehat dan ceria di hadapan pelanggan!" ucapnya menanamkan pikiran jika tidak perlu memikirkan diet.Karen membaca ulang email itu dengan senyum lebar di bibirnya. "Apa? Hari ini jam sembilan?"Karen membaca bagian jika dia harus datang ke kafe jam 9, karena dia sudah bisa mulai bekerja."Aku harus cepat," ucapnya sembari terburu-buru berlari ke kamar mandi.Hanya perlu 30 menit sampai dia siap. 15 menit sebelum jam 9, dia sudah sampai di depan kafe yang ternyata lebih besar dari kelihatannya. Saat dia berbalik dia dapat melihat gedung perusahaan besar bernama Shambara Global, melihat ke atas gedung itu saja sudah membuatnya takut tertimpa."Karen?" tanya seseorang yang membuka pintu cafe dari dalam."Iya. Saya Karen," jawabnya sopan.“Masuklah!” Rambut lurusnya diikat rendah ke belakang, senyum ramahnya membuat Karen tambah bersemangat saat memasuki kafe tersebut.Saat masuk matanya sudah kagum dengan langit-langit tinggi kafe, pencahayaan alami yang baik sangat pas dan menghemat energi listrik, tempat duduk dari kayu berjejer rapi di dekat jendela dengan meja dihadapannya.“Karen, ini pemilik kafe namanya Jessica,” ucap pegawai itu ramah.“Selamat pagi,” sapanya ramah, Karen kagum saat melihat betapa cantiknya pemilik kafe ini. Badan tinggi, langsing, rambut panjang dengan poni belah dua menampilkan wajah tirusnya dengan baik, ujung bibirnya yang melengkung ke atas membuat wajah cantik itu tampak tersenyum setiap saat.“Tidak usah terlalu formal.” Jessica menggerak-gerakan tangannya seolah malu dengan sifat Karen yang terlalu formal.“Ah… Baik.”“Pfft… jadi bagaimana menurutmu kafe ini, suka?”“Suka sekali, sangat luas dan terang, saya tidak sabar bekerja di sini.” Dia benar-benar menjawab dengan antusias.“Bagus. Sonia, lanjutkan kerjamu! Jangan memarahi pelanggan!” perintahnya sambil tertawa.Karen melihat Sonia mengerucutkan bibirnya mendengar perkataan Jessica.“Ayo… Aku akan menunjukan beberapa ruangan khusus.”Karen langsung mengikuti dengan baik.“Kafe ini punya dua lantai, lantai dasar dan lantai atas yang sebenarnya tidak bisa disebut lantai dua, karena lantainya hanya mengambil 3,5 meter dari setiap sisi ruangan, dari sini kau bahkan bisa melihat pengunjung di atas.”“Wahhh.. keren.”“Dan sebenarnya kita mempunyai ruangan bisnis, yang ada di dalam sini!”Karen mengikuti Jessica masuk keruangan yang sedikit kebelakang, di sana dia melihat beberapa ruangan tertutup dengan luas yang berbeda-beda.“Ruangan ini biasanya dipesan untuk pertemuan orang-orang penting, mereka akan memesan ruangan terlebih dahulu, jika kau melayani mereka kau tidak perlu takut, layani saja sama seperti kau melayani pelanggan biasa.”“Baik!”“Hehe… jangan kaku. Di belakang ada tempat outdoor, lalu di atas juga ada tiga ruangan bisnis yang pemandangannya langsung ke taman belakang. Jadi tamu di sana bisa melihat keadaan di outdoor. Bagaimana? masih tertarik bekerja di sini?”“Tentu, saya suka kesibukan.”“Tidak usah pakai saya jika berbicara denganku!”“Oke!”“Untuk hari ini kau bisa mulai dengan mengantarkan minuman ke Shambara Global.”“Shambara Global?”Jessica menyipitkan matanya tidak percaya. “Kau tidak tahu? kupikir kau sudah melihat gedung raksasa mereka saat kesini.”“Ah. Gedung yang ada di depan sana?” lanjut Karen cepat. Bagaimana dia bisa melupakan gedung tinggi itu.“Iya… Kami menerima banyak pesanan dari kantor itu, jadi kau bisa membantu di mengantar minuman dulu.”15 menit kemudian Karen sudah mengenakan seragam putih, celana coklat yang pas di badannya, serta celemek coklat dengan logo kafe di dada kirinya. Tidak lupa dia menaruh tas dan bajunya di loker.Karen menarik napas panjang dan mengeluarkannya perlahan. “Baiklah…, semangat.” Setelah mengatakan itu Karen keluar dan memasang senyum di wajahny a, dia mendekati Sonia dan menanyakan kemana kopi itu akan dikirim.“Ah… Tolong antar Kopi ini ke perusahaan depan, pesanannya atas nama Ian Shambara.”"Baik... " Karen menerima box yang berisi satu espresso dingin.Saat keluar dari kafe Karen lagi-lagi membuka sedikit mulutnya. Melihat gedung raksasa itu membuat badannya merinding. Beralih ke lampu zebracroos yang berubah hijau dia berjalan mendekati pintu masuk gedung Shambara."Selamat pagi! Ada yang bisa Saya bantu?" Satpam berwajah ramah itu sedikit mengagetkan Karen. Meski begitu Karen tetap tersenyum manis seperti biasanya."Pagi. Saya mau mengantarkan kopi pesanan Tuan Ian Shambara," jawabnya lembut meski dia sedikit takut karena badan tinggi si Satpam."Direktur Yan ada di atas, Nona bisa langsung naik lift yang ada di tengah."Karen mengangguk dan berterima kasih. "Direktur Yan? Ian? Haruskah aku memanggilnya seperti itu juga?" batinnya.Sepanjang perjalanan ke atas, Karen terus bergelayutan dalam pikirannya sendiri. Sementara orang-orang di sana sesekali melihat ke arahnya.Saat sampai di atas, pintu lift terbuka lebar memperlihatkan ruangan dengan dinding berwarna coklat m
Pertanyaan itu membuat Karen menjauhkan HP-nya. Membaca nama pemilik nomor. Nama Jessica termampang jelas di layarnya, dia segera menjawab, ["I- Iya maaf aku terlambat."] Meski menjawab cepat Karen tidak bisa menyembunyikan suara seraknya.["Kau yakin?"]["Iya...."]Suara serak dan tarikan napas yang tersumbat-sumbat, membuat Jessica memerlukan waktu untuk berkata, ["Kau sedang sakit. Kau boleh izin selama seminggu. Pastikan kau minum obat dan istirahat yang cukup."]["Ta-tapi ak-"]Kata 'aku baru saja bekerja' terpotong segera.["Tidak usah memikirkan itu, bagaimanapun kesehatan karyawan kami lebih penting. Istirahat lah dan jangan sungkan menghubungi kami kalau kau perlu bantuan."]Setelah sambungan telepon itu terputus, Karen menerima pesan dari Jessica.[Ini nomor-nomor karyawan Buzz Bean Caffe, jangan sungkan meminta bantuan. Aku beri tahu satu rahasia karyawan kita, mereka suka libur:)]Membaca i
Wanita licik itu terkejut dan kesal, tetapi akhirnya mengalah dan pergi dengan wajah yang merah padam, sementara situasi kembali berubah seperti semua."Maaf sudah menyebabkan kekacauan," kata Ian sambil berdiri tegap namun tetap sopan."Tidak apa-apa. Apa itu pacarmu?" tanya Jessica tanpa basa basi. Mendengar itu Sonia dan Karen segera pamit undur diri. Mereka sama sekali tidak tertarik mendengar percakapan itu. "Tidak, dia rekan kerja." Matanya masih menempel pada Karen yang masuk ke Coffee station.Bagaimana dia bisa kencan. Ibunya saja sering marah karena dia lebih mementingkan pekerjaannya. Ibunya pernah mengomeli dan menyuruhnya menikahi pekerjaannya karena tidak mau kencan buta."Hah... Kau ini, lain kali jangan diam saja!" Jessica berbicara santai setelah mengehembuskan napas kasar. "Sudahlah," lanjutnya pergi menyusul Karen dan Sonia. Jessica terlalu lelah untuk mencampuri urusan teman lamanya itu.Ian bangkit dan pergi keluar dengan tangan yang di masukan ke dalam Saku. "Lag
Senyum itu memang menawan, tetapi di mata Karen itu hanyalah sebuah seringai yang di palsukan menjadi senyuman cerah, secerah mentari pagi. Mengerikan dan membuatnya tidak nyaman."Ini pesanan Anda," ucapnya memasang senyum terpaksa. Tangan putihnya menjulurkan dua kopi yang dipesan Ian.Pria itu tidak mengambil minumannya, dia malah menatap Karen dengan sudut mata yang menyempit dan mengintimidasi.Mendapat tekanan itu Karen mengepalkan satu tangannya di belakang, berusaha menguasai diri agar tetap terlihat santai."Siapa namamu?" tanyanya kembali tersenyum, namun mata itu menatap lurus dan dalam ke arahnya."Karen.""Damian Valo, panggil saja Damian!"Damian merupakan pengusaha muda yang terkenal memiliki citra luar yang baik. Keluarga Valo menjadi bagian dari bisnis Shambara Global. Mereka sudah menjalin kerja sama selama dua tahun."Em... Baik tuan Damian."Karen kemudian mendapati Damian yang bergerak mundur memberikan ruang untuk Karen. Dengan tangan mengepal kuat Karen masuk ked
'Copat?' Mata jelinya segera memantau dan menilai situasi. Jauh di belakangnya ada seorang ibu yang berlari mengejar pria bermasker.Wajah Karen memucat. Jantungnya berdetak cepat menimbulkan rasa tidak pasti di hatinya. Tangannya yang kecil menggenggam kuat-kuat tas di tangannya. Hatinya dapat merasakan bagaimana Ibu itu berusaha keras mengambil tasnya, saat pencuri itu semakin dekat dengan segenap keberanian dia menyandung kaki pencuri itu."WANITA SIALAN!" maki Pria itu setelah tersungkur jauh, terlihat jelas bagaimana sikunya terkikis oleh aspal trotoar yang kasar.Bergulat dengan ketakutannya sendiri Karen mengambil tas itu dengan cepat. Tetapi ternyata tidak segampang yang dia kira. Hanya perlu beberapa detik sebelum penjahat itu menarik kembali tas merah itu dari tangannya.Orang-orang yang berusaha membantu terlambat membantu Karen. Pencuri itu tampak lihai mencari tempat untuk kabur. Karen melihat kukunya yang patah karena berusaha mempertahankan tas itu.Rasa sakit yang begi
Aliran dingin dan gelap terasa merembes dari kepala ke pipinya. Kesadarannya menurun drastis, meski begitu tangannya yang kurus tetap memeluk erat tas merah itu sekuat tenaga.Badannya tergeletak tak berdaya di tembok. Matanya tertutup tepat saat darah dingin di kepalanya masuk ke matanya. Hal yang terakhir dia dengar adalah suara ramai dari sebelah kanannya. Orang-orang yang datang segera menghubungi ambulance. Pencuri berhasil diserahkan ke pihak berwajib tanpa ada cedera--akibat main hakim sendiri.15 menit kemudian Karen berhasil di bawa ke rumah sakit terdekat. Sekantong darah dimasukan ke pembuluh darahnya secara perlahan melalui infus."Apa dia terluka parah?" tanya Wanita tua pemilik tas merah itu. Matanya memandang gadis malang yang terluka karenanya."Hasil tesnya baik. Tidak ada luka dalam. Hanya perlu 3 jahitan di kepalanya."Setengah jam berlalu. Wanita tua masih tengah memegang tas merahnya sambil duduk menunggu gadis kurus itu bangun. Mata wanita itu kemudian beralih ke
Karen kembali ke caffe station dengan cepat. Matanya yang tidak seceria saat dia pergi membuat Sonia menyilangkan tangan dan lanjut memarahinya."Sudah ku katakan tadi, jangan pergi ke seberang." Sonia mengeleng dua kali sebelum akhirnya berjalan pergi dengan kesal.Karen hanya membalas dengan senyuman tipis. Mengingat berita pernikahan Jones dan Celina yang baru muncul setelah sekian lama, membuat Karen yang mengingat kembali hari di mana keluarga Elvano tanpa ampun memojokannya untuk berpisah dengan Jones.Di kota ini akhirnya dia sedikit demi sedikit menyembuhkan pikirannya. Berusaha menanamkan sugesti jika dia perempuan yang layak mencintai dan dicintai meski tidak dapat mengandung bayi kecil sebagaimana mestinya.Tetapi saat dia mulai merasakan kembali kepercayaan dirinya dan menemukan kehangatan baru di hatinya, dengan kejam alam bawah sadarnya memberi ribuan rasa yang menjatuhkan kepercayaan itu.'Apa aku pantas mencintai orang lain?'***Ian membaca beberapa berkas yang menump
30 Menit Sebelumnya.Di villa pribadi yang megah dan nyaman, seorang Pria dengan mata tajam dan dingin keluar dari kamar mandi. Handuk yang terlilit di pinggang sempitnya terlihat basah oleh aliran air yang membasahi kedelapan roti sobeknya.Setelah berolahraga dan mandi. Dia membaca pesan dari ibu yang memaksanya untuk ikut makan malam.'Lagi?' Ian melempar telponnya ke kasur dengan sangat gusar. Sudah berapa kali ibunya mengajak makan malam dan berakhir menjodohkannya. Wanita-wanita yang mekiriknya dengan pandangan kagum dan mata penuh nafsu membuatnya ingin memuntahkan muka kedua mereka.Demi uangnya mereka bahkan bersikap seperti serigala lapar yang hendak kawin, setelah memberikan uang dan membuat mereka untuk diam pergi jauh, wanita-wanita kelelawar itu segera pergi dengan penuh kebahagian seperti penjilat handal.Bahkan jika mereka kembali mengemis dan memperlakukannya seperti pengusaha mesum, dia tidak segan-segan menyelidiki semua keburukan mereka dan mengancam akan menyebark