🏵️🏵️🏵️
Aku tidak dapat mengelak sekarang, karena ponsel masih berada di dekat telingaku. Farid berjalan makin mendekat ke arahku, tatapannya sangat tajam, seperti orang yang ingin melampiaskan kemarahan. Tidak tahu apa yang akan laki-laki itu lakukan sekarang.
Aku pun berdiri lalu segera mengakhiri panggilan masuk dari Kenzo, kemudian memasukkan ponsel ke laci meja kerja. Aku berharap agar Farid tidak bertanya tentang siapa yang telah meneleponku. Kalau sampai dia tahu, entah apa yang akan dia katakan.
“Kamu mengabaikan telepon dariku? Sesibuk apa kamu?” Farid mendekatkan wajahnya ke wajahku.
“Aku ....”
“Apa yang kamu lakukan, Key? Kamu mengabaikan telepon dari suamimu hanya karena sedang menerima telepon orang lain? Kamu pikir aku tidak menyadari kalau kamu sedang menelepon tadi!” Farid berbicara kepadaku sangat keras.
“Kenapa kamu selalu membentakku?” Aku sangat sedih mendengar hardikannya.
“Kamu yang memaksaku berbuat seperti itu.”
“Kamu tidak mengerti dengan apa yang kurasakan setiap kamu berbicara dengan nada tinggi padaku. Kamu membuatku menjadi seseorang yang selalu merasa ketakutan kalau sedang berada di dekatmu.” Akhirnya, aku mengungkapkan apa yang kurasakan selama ini.
“Kenapa baru sekarang kamu berkata seperti ini? Apa karena seseorang yang telah meneleponmu? Siapa dia?” Aku berusaha mengingatkan apa yang dia lakukan, tetapi sekarang justru dia yang menyudutkan aku.
"Bukan siapa-siapa.” Aku terpaksa tidak mengatakan yang sebenarnya.
“Sini HP kamu.” Aku tidak tahu harus berbuat apa jika Farid mengetahui orang yang telah meneleponku.
“Apa hakmu memeriksa ponselku? Itu privasiku.” Aku berharap agar dia tidak memaksa untuk memeriksa ponselku.
“Apa? Kamu bicara tentang hak? Kamu lupa siapa aku?” Dia tetap saja memiliki kata-kata untuk membuatku merasa bingung.
“Aku sadar kalau kamu seorang bos, tapi itu bukan menjadi alasan untuk kamu menekanku dan mengetahui sesuatu yang tidak harus aku beritahukan padamu.” Aku tetap tidak ingin memberikan ponselku kepadanya.
“Kamu lupa kalau aku suamimu? Laki-laki yang berhak atas dirimu!” Dia kembali menaikkan suara lalu melingkarkan tangannya di pinggangku.
“Kamu mau ngapain? Lepasin!” Aku berusaha melepaskan diri darinya, tetapi tidak berhasil.
“Kenapa? Kamu nggak suka kalau aku yang melakukan ini? Kamu ingin siapa yang melakukannya?” Aku sedih mendengar ucapannya.
"Kamu tega. Kamu seolah-olah berpikir kalau aku pernah diperlakukan seperti ini oleh orang lain. Serendah itu aku di mata kamu, Rid? Apa salahku? Kenapa kamu selalu menyalahkanku? Jika kamu merasa hubungan ini tidak harus terjalin, lepaskan aku. Aku akan pergi dari hidupmu.” Aku merasa lega setelah mengutarakan apa yang aku pendam selama ini. Aku berpikir bahwa seharusnya ini yang pantas aku lakukan.
Farid melepaskan dekapannya lalu memegang daguku. “Siapa yang memberikan kamu hak untuk berbicara seperti ini?” Dia selalu saja melontarkan pertanyaan. Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran laki-laki itu.
“Aku tidak perlu mendapatkan persetujuan dari siapa pun untuk mengatakan apa yang seharusnya aku katakan.”
“Hebat kamu, Key. Kamu sepertinya ingin menguji kesabaranku.”
“Apa karena kamu bosku? Kamu ingin agar aku meminta persetujuan darimu setiap aku ingin melakukan sesuatu? Aku nggak terima! Pecat aku sekarang!” Aku memberanikan diri untuk menaikkan suara di depannya. Mungkin lebih baik aku menjauh dari laki-laki yang mengaku tidak mengharapkanku tersebut.
Wajah Farid tiba-tiba memerah, aku tahu kalau dia pasti marah. Laki-laki itu kembali menunjukkan tatapannya yang sangat tajam lalu makin mendekatkan wajahnya. Farid memaksa untuk menciumku, tetapi aku berusaha mengelak. Namun, apalah daya ... dia pun akhirnya berhasil menyentuh bibirku. Dia benar-benar tega.
Aku tidak kuasa menahan tangis, bening kristal dari pelupuk mata akhirnya tumpah membasahi pipi. Farid tiba-tiba memelukku sangat erat lalu mencium puncak kepalaku. “Maafin aku, Key. Aku telah membuatmu menangis.” Dia meminta maaf kepadaku.
Aku masih tetap menangis karena tidak terima dengan apa yang telah Farid lakukan. Dia pun memapahku berjalan menuju sofa yang ada di ruangan tersebut. Akhirnya, aku menghempaskan tubuh di tempat duduk empuk itu. Aku hanya mampu terdiam, sedangkan dia tetap melontarkan kata maaf.
🏵️🏵️🏵️
Jarum jam telah menunjukkan angka lima, Farid mengajakku pulang. Sore ini, dia bersikap tidak seperti biasanya. Entah kenapa laki-laki itu menghampiriku ke ruangan. Kami pun segera beranjak lalu menuju parkiran. Farid tiba-tiba bersikap lembut, membukakan pintu mobil untukku.
Aku berpikir, seandainya Farid bersikap lembut kepadaku sejak awal pernikahan kami, mungkin sekarang hati ini telah terbuka untuknya. Aku pasti luluh dan bertahan mendampingi hidupnya, dan tidak memikirkan sosok Kenzo lagi. Namun, kenyataan kadang tidak seindah harapan.
Farid justru makin mengingatkan diriku akan sosok Kenzo, laki-laki yang mampu membuat hati ini bergetar dan menumbuhkan rasa yang berbeda. Kenzo telah berhasil menjadi cinta pertamaku. Aku belum mampu menepiskan bayangannya dari benak dan pikiran.
Jika membandingkan Farid dan Kenzo, perbedaan mereka bagaikan bumi dan langit. Farid memiliki sifat kasar, egois, dan cuek. Sementara Kenzo bertolak belakang dengan sifat itu. Dia lembut, pengalah, dan peduli. Seandainya Kenzo tidak menghilang kala itu, mungkin kejadiaannya tidak seperti ini. Aku pasti tidak akan setuju menikah dengan Farid.
Akan tetapi, kenyataannya saat ini, Farid yang berada di sampingku. Laki-laki itu melirikku lalu melajukan mobil meninggalkan kantor. Hati ini masih belum mampu menerima apa yang dia lakukan tadi saat di ruangan. Farid telah berhasil merebut ciuman pertamaku secara paksa. Aku sama sekali tidak mengharapkan kejadian itu.
“Kamu masih marah?” Farid membuka suara. Ini benar-benar di luar dugaan, dia tiba-tiba berbicara dengan nada tidak seperti biasanya.
“Menurut kamu?”
“Aku benar-benar minta maaf atas apa yang kulakukan tadi.” Hari ini, Farid sepertinya memiliki persediaan kata maaf yang banyak.
Aku tidak ingin memberikan balasan kepada Farid. Hati ini masih sangat sakit jika mengingat semua perlakuanya semenjak kami menikah. Apalagi dia telah mengatakan bahwa dirinya tidak mengharapkanku. Sebenarnya, hubungan yang terjalin saat ini tidak memiliki alasan untuk tetap dipertahankan. Hanya perhatian dan kebaikan keluarganyalah yang mampu membuatku bertahan.
“Apa kamu membenciku, Key? Kamu tidak berharap hidup denganku?” Dia kembali melontarkan pertanyaan.
“Bukannya kamu juga tidak mengharapkanku? Kenapa kita masih tetap bertahan? Mungkin akan lebih baik jika hubungan ini diakhiri.” Aku berusaha melupakan kebaikan keluarganya.
“Kenapa sekarang kamu tiba-tiba mengucapkan kalimat seperti itu? Apa karena kamu mencintai orang lain? Kamu pernah mengatakan itu padaku. Siapa orang yang kamu cintai, Key? Bolehkah aku mengenalnya?” Jiwa penguasanya tetap saja keluar walaupun dalam keadaan seperti ini. Dia ingin agar aku selalu menjawab pertanyaannya.
=============
Apakah Keyra akan mengatakan siapa laki-laki yang dia cintai?
🏵️🏵️🏵️ “Maaf, kali ini aku tidak akan menjawab pertanyaanmu. Kamu nggak perlu tahu siapa laki-laki yang aku cintai.” Aku menolak menjawab pertanyaannya. “Kalau kamu mencintainya, kenapa kamu tidak menikah dengannya?” “Itu yang akan aku lakukan jika kamu mengakhiri hubungan kita. Ceraikan aku, Rid.” Kata perpisahan itu dengan mudah keluar dari bibirku. Farid tiba-tiba menepi lalu menghentikan mobilnys. “Apa yang kamu katakan, Key? Permintaan apa ini?” Dia memegang kedua lenganku. “Bukankan kamu akan bahagia jika kita berpisah? Kamu sendiri yang mengatakan kalau kamu tidak mengharapkan diriku.” Aku selalu mengingatkan apa yang pernah dia ucapkan. “Aku nggak akan menceraikanmu.” Kalimat itu membuatku tidak mengerti dengan apa yang Farid pikirkan saat ini. “Mau kamu apa? Aku mohon, jangan siksa aku seperti ini. Kita tidak mungkin bertahan dengan hubungan palsu ini.” “Hubungan kita tidak palsu. Pernikahan kita sah di mata agama maupun hukum.” “Tapi hubungan yang kita jalani tida
🏵️🏵️🏵️ “Makanya jangan ngeyel. Aku udah minta kamu tidur di sana, eh, malah diam aja.” Farid menunjuk ke arah tempat tidur. “Tapi nggak harus dengan cara kasar. Kamu selalu saja ingin menyakitiku.” Farid pun duduk di sofa. Sementara aku langsung berdiri lalu melangkah hendak menuju tempat tidur. Akan tetapi, sebelum aku jauh melangkah dari hadapan Farid, dia meraih tanganku. Aku pun berhenti. “Aku minta maaf, Key.” Sungguh, aku tidak mengerti dengan sikapnya. “Untuk apa minta maaf? Bukannya kamu ingin selalu menyakitiku dari awal kita menikah? Aku tahu kalau kamu sengaja melakukan itu karena kamu tidak mengharapkanku. Kamu nggak perlu melakukan itu lagi, aku sudah ikhlas jika harus berpisah denganmu.” Aku makin yakin untuk mengakhiri hubungan kami karena saat ini Kenzo telah kembali. Tiba-tiba Farid menarikku hingga terduduk di sampingnya. “Kenapa kamu harus mengucapkan kata perpisahan padaku? Aku akan mengingatkan kamu kalau aku tidak akan menceraikanmu. Ingat itu.”
🏵️🏵️🏵️ “Waktu kamu tertidur malam itu di meja kerja, aku menggendongmu ke tempat tidur ini. Tapi kamu meronta hingga kukumu mengenai leherku.” Akhirnya, Farid memberikan penjelasan tentang apa yang terjadi malam itu. Aku merasa terharu mendengar penjelasan Farid. Ternyata sebelum aku dan dia bertemu Kenzo, dirinya sudah menunjukkan perhatian. Namun, aku justru tidak menyadari apa yang dia lakukan. Kuku panjangku telah melukai leher Farid, tetapi dia tidak memberitahukannya saat itu kepadaku. Selama ini, aku menganggap kalau dia hanya berusaha untuk menyakiti dan melukai perasaanku, ternyata pemikiran itu salah. “Aku tidur di sofa aja,” ucapku mengalihkan pembicaraan lalu melepaskan genggamannya. “Nggak boleh. Kamu tetap tidur di sini. Biar aku aja yang tidur di sana.” Dia melihat ke arah sofa. “Jangan. Tadi kamu bilang nggak nyaman.” “Nggak apa-apa. Aku akan belajar.” “Aku nggak mau. Biarkan aku tidur di sofa.” Aku masih tetap bersikeras. Tiba-tiba Farid menarik tubuhku dal
🏵️🏵️🏵️ Jika ada yang bertanya bagaimana perasaanku saat ini, aku tidak akan mampu memberikan jawaban. Di satu sisi, Farid suamiku. Sementara di sisi lain, sang pujaan hati kini ada di depan mata. Kenapa Farid dan Kenzo harus datang bersamaan? Aku sangat tahu kalau Farid tidak menyukai Kenzo semenjak dia mengetahui bahwa laki-laki itu orang yang aku cintai. Yah, walaupun sampai detik ini, aku tidak mengerti kenapa Farid mengetahui kenyataan itu. “Pak Kenzo di sini juga.” Farid mengembangkan senyumnya di depan Kenzo. “Iya, Pak. Saya ingin bertemu teman lama. Tapi ternyata teman yang lain di sini juga.” Kenzo melihat ke arahku. “Pak Kenzo mengenal mereka berdua?” Farid melihat ke arahku dan Alea. “Iya, Pak. Kami sudah lama saling mengenal.” Kenzo telah membuka kebenaran, padahal sebelumnya Farid tidak tahu kalau aku dan Kenzo merupakan sahabat lama. “Ooo … ternyata sahabat lama. Tapi waktu Pak Kenzo bertemu Keyra di kantor saat itu, tidak menunjukkan kalau kalian sahabat lama.”
🏵️🏵️🏵️ Farid masih terus berbicara, sedangkan aku hanya sebagai pendengar. Aku tidak memberikan respons sedikit pun atas apa yang diucapkan dirinya. Tanpa kusadari, akhirnya isi yang ada di piring pun habis tidak tersisa. Farid meraih gelas dari nakas lalu memberikannya kepadaku. Setelah aku menenggak air dalam gelas tersebut, Farid pun keluar dari kamar sambil membawa piring yang telah dia ambil dari tanganku. Setelah beberapa menit, Farid kembali ke kamar lalu mengunci pintu. Laki-laki itu berjalan menghampiriku, kemudian kembali duduk di tempat semula. Tiba-tiba dia mengembangkan senyumnya kepadaku. Sungguh menyebalkan. “Kamu masih marah?” Farid kembali membuka suara. “Aku nggak tahu dan aku nggak ngerti dengan sikapmu yang tiba-tiba berubah seperti ini. Ada apa denganmu?” Aku ingin tahu apa jawaban yang akan Farid berikan. “Kenapa? Kamu nggak suka?” “Kenapa kamu balik bertanya?” Aku serius bertanya kepadanya, tetapi dia justru membalasku dengan pertanyaan juga. Aku kesal
🏵️🏵️🏵️ Dua minggu telah berlalu, sikap yang Farid tunjukkan benar-benar membuatku makin luluh. Dia berubah menjadi sosok yang perhatian dan peduli kepadaku. Melihat perubahannya yang seperti itu, membuatku makin yakin membuka hati untuknya dan tidak lagi merasakan penyesalan karena telah menyerahkan diri kepada laki-laki itu. Aku sangat terharu karena sikap Farid yang dulu dan sekarang sangat jauh berbeda. Dulu, dia sosok yang dingin bak batu es, tetapi saat ini telah berubah menjadi laki-laki yang selalu membuatku tersenyum. Satu hal yang membuatku makin terpesona adalah bahwa Farid telah mengutarakan perasaannya kepadaku seminggu yang lalu. Setelah kejadian penyerahan diri malam itu, dia berjanji tidak akan pernah menyakitiku lagi. Aku juga kian terlena dengan panggilan khusus yang Farid berikan kepadaku. Setelah kejadian malam itu, dia memanggilku dengan sebutan “Sayang”. Aku ingin terbang tinggi setiap dia bersikap lembut dan romantis. Farid telah berubah menjadi suami idama
POV FARID 🏵️🏵️🏵️ Hatiku sangat sakit saat melihat wanita yang berstatus sebagai istriku berpelukan dengan laki-laki yang tidak lain merupakan klien di kantorku. Sungguh, ingin rasanya memberikan pelajaran kepada pria tersebut. Akan tetapi, aku menyadari kalau semua itu terjadi karena adanya persetujuan Keyra, perempuan yang namanya sudah terukir di hatiku. Jika dia tidak menemui laki-laki tersebut, hal yang menjijikkan itu mungkin tidak akan terjadi. “Memalukan! Ini yang kamu lakukan di belakangku, Sayang? Kamu anggap aku apa?” tanyaku kepada Keyra sambil memegang kedua pipinya. “Ini tidak seperti yang kamu lihat.” Dia mengelak dari apa yang telah aku saksikan. “Aku sudah melihat dengan jelas, istriku berpelukan dengan pria lain! Kamu tidak bisa mengelak lagi!” “Tolong dengarkan penjelasanku. Aku tidak bermaksud melakukan itu.” Dia memberikan alasan yang membuatku muak. “Cukup! Aku tidak ingin mendengar alasanmu lagi! Jangan pernah menunjukkan wajahmu di hadapanku lagi! Aku
POV FARID 🏵️🏵️🏵️ “Ada apa, Rid? Kenapa kamu ngomong ngelantur?” “Aku nggak sedang ngelantur, Mih. Aku benar-benar serius.” Aku berusaha meyakinkan Mami. “Ada apa denganmu? Kenapa kamu seperti ini, Rid? Keyra itu istrimu, Nak.” “Istri yang telah mengkhianati suaminya, Mih.” “Apa maksudnya, Rid?” Wajah Mami tampak mengalami perubahan. Aku pun memberikan ponsel kepada Mami. Di dalamnya terdapat foto Kenzo dan Keyra yang sedang berpelukan. “Mami lihat sendiri, nih.” Mami tampak terkejut setelah melihat ponselku. “Ini nggak mungkin, Rid. Mami nggak percaya.” “Tapi itu kenyataan, Mih. Menantu pilihan Mami telah mengkhianatiku, anak Mami sendiri.” “Itu nggak benar, Mih.” Tiba-tiba terdengar suara Keyra. Dia pun menghampiriku dan Mami yang kini sedang duduk di ruang keluarga. “Ini salah paham, Mih.” Dia duduk bersujud di depan Mami. “Key nggak pernah mengkhianati Farid, Mih. Key menghargai dia sebagai suami.” Aku kesal mendengar apa yang keluar dari bibir Keyra. “Menghargai suam