Quen duduk di kursi dalam ruangannya. Dia meletakkan tas di atas meja dan mengambil ponselnya. Wanita itu hendak membuat grup di aplikasi chatting. Tapi sebuah pesan yang baru saja masuk menarik perhatian wanita itu. Quen membuka pesan itu.
Papa
[Lokasi rumah baru Quen]
Putriku tersayang, ini adalah alamat rumahmu dan juga suami-suamimu. Buatkan Papa cucu sebanyak-banyaknya, ya? Jika kamu berhasil, Papa akan memberikan saham 35% milikku.
Seketika Quen melotot kaget membaca pesan dari ayahnya. Bukan hanya di bagian membuat cucu sebanyak-banyaknya, tapi juga iming-iming dari ayahnya. Jika Quen bisa mendapatkan saham tiga puluh lima persen dari ayahnya, maka dia akan memiliki saham lebih banyak dari Gwen.
Tapi tetap
Hadeuh punya lima suami gak ada bener semuanya wkwkwk....
Setelah menikmati makan malam bersama, Quen menggiring kelima suaminya menuju ruang keluarga yang sudah bersih dengan barang-barang mereka. Dengan anggun wanita itu menyesap teh yang sudah disiapkan oleh pelayan. Quen selalu menyukai teh hitam. Karena teh hitam memiliki aroma dan cita rasa yang kuat. Wanita itu meletakkan cangkir teh berwarna biru dengan hiasan bunga lupin atau wolly lavender di cangkir itu di atas piring kecil yang menjadi satu set. Kemudian tatapan Quen tertuju pada lima suaminya melihat reaksi mereka saat minum teh yang sama. Wajah Ace saat meminumnya tampak jelas tidak menyukainya. “Kenapa rasanya aneh begini? Kopi jauh lebih enak.” Levin terkekeh melihat reaksi Ace yang duduk di sampingnya. “Itu karena kamu tidak pernah meminum teh. Jika kamu sudah terbiasa, kamu akan menyukainya.” Ace melih
Quen menatap pantulan tubuhnya di cermin. Di mana saat ini wanita itu sudah mengenakan gaun tidur berwarna putih. Dengan bahannya yang lembut dan tipis tak mampu menutupi tubuh Quen yang sexy. Tali tipis menggantung di bahunya yang diselimuti kulit putih pucat. Dan belahan dadanya pun juga tertalu turun sehinga payudara Quen mengintip.Tak pernah Quen mengenakan pakaian terlalu terbuka. bahkan saat tidur pun biasanya Quen mengenakan piayama. Dia tidak pernah mengenakan gaun tidur yang nyaris tembus pandang itu. Segera Quen mengambil jubah putih yang menjadi satu set dengan gaun tidur itu. Dia mengikat jubah itu untuk menutupi tubuhnya. Setelah itu barulah wanita itu berjalan keluar. Saat baru melangkah dia melihat Ace yang berjalan ke arahnya. Beruntung pria itu berhasil menghentikan langkahnya sebelum menabraknya.“Ah, apakah kamu mau menggunakan kamar mandinya?” tanya Quen.Ace menggelengkan kepalanya. “Tidak, aku justru ingin mengetuk pintu dan bertanya apakah kamu baik-baik saja.
Matahari mulai menyusup ke dalam kamar Quen dan Ace. Cahaya itu membuat Quen perlahan membuka matanya. Tepat saat dia membuka matanya, dia melihat Ace tengah berbaring di sampingnya dengan posisi miring dan satu tangan menyangga kepalanya. Tatapan pria itu tertuju lurus pada Quen.“Apakah kamu tidak tidur?” tanya Quen.“Aku sudah tidur dan baru bangun lima belas menit yang lalu.”“Jadi kamu bangun lima belas menit yang lalu dan hanya memandangiku?” tebak Quen.Ace menganggukkan kepalanya. “Ya, aku tidak bisa menikmati pemandangan seindah ini besok pagi. Jadi aku harus memanfaatkannya dengan baik.”Quen hanya bisa mendengus kesal. “Kamu tidak mencoba mengintip tubuhku saat aku tidur bukan?” curiga wanita itu menggenggam ujung selimut untuk melindungi tubuhnya. Ace menggelengkan kepalanya. “Tidak, aku menepati janjiku untuk tidak melakukan apapun yang tidak kamu sukai. Aku hanya suka momen ketika aku terbangun dan melihatmu berbaring di sampingku. Dan aku juga sudah mengabadikan momen
“PUTRIKU SAYANG….” Seru Brandon membuka pintu ruang kerja Quen yang baru.Quen yang sedang mempelajari dokumen di atas meja langsung mendongak. Dia bisa melihat sang ayah yang terlihat begitu gembira. Pria itu duduk di atas sofa sembari menatap putrinya yang masih duduk di ruang kerjanya. “Apa yang Papa lakukan di sini? Aku pikir Papa sedang menikmati waktu bebas Papa.” Tanya Quen kembali mempelajari dokumen investasi.“Awalnya aku merasa sangat senang saat merasakan kebebasan. Bisa bangun siang, tidak memikirkan apapun yang berkaitan dengan pekerjaan dan hanya menikmati waktu untuk diriku sendiri saja. Tapi tetap saja aku merasa bosan.” Brandon memasang ekspresi sedih.“Mungkin Papa harus mengajak teman untuk menikmati liburan.” Saran Quen.“Bagaimana jika aku mengajakmu?”Seketika Quen langsung mengalihkan pandangannya pada sang ayah. Tatapan tajam sang putri tidak memberikan pengaruh apapun untuk Brandon.“Pa, aku baru saja menerima jabatan baru sebagai Presiden Direktur. Mana mun
Suasana mendung kelabu kini telah berubah seketika. Secercah mentari juga kilau pelangi menyinari lubuk hati Brandon, pria tua yang selalu mengeluh kesepian.Di atas kapal yang tengah melaju sedang di atas perairan utara New York, Brandon dan salah satu menantunya, Vinson, tengah menikmati waktu bersantai dengan memancing ikan yang tak kunjung datang.Keduanya duduk berdampingan dengan memegang pancing masing-masing yang tengah menjulur ke dalam gelombang air laut.Sembari menunggu, kepala Brandon menoleh ke sisi kiri, "Kamu tahu, Nak? Dulu, aku pernah mendapatkan ikan Marlin yang sangat besar. Beratnya hampir mencapai empat ratus delapan puluh kilogram.""Bukankah itu sudah melebihi betapa beratnya beban hidup di pundak kita?" candanya sambil terkekeh ringan.Lelaki bermuka datar yang tengah fokus mengamati pergerakan gelombang air hanya menanggapi dengan seulas senyum kecil. Rupanya, selera humor ayah mertuanya itu sangat rendah. Berbanding terbalik dengan Quen yang bahkan hanya bi
Tepat di waktu yang sama, namun dalam lokasi yang berbeda jauh, Ace bersama anggota Blade Storm lainnya tengah tampil di sebuah acara televisi. Dengan style yang bervariasi, performa Blade Storm benar-benar berhasil menghipnotis atensi para fans yang hadir. Teriakan histeris juga kerlap-kerlip flash ponsel para penonton semakin memeriahkan suasana.Hingga akhirnya, penampilan mereka telah selesai dengan hasil yang sangat sempurna dan begitu memukau. Blade Storm pun kembali ke belakang panggung dan saling ber-high five atas keberhasilan perform mereka."Whoa! God job, Bro! Kau benar-benar center of Blade Storm!" puji Ace pada Vin—anggota yang paling banyak digandrungi kaum hawa.Pria berambut pirang itu menyambut pelukan Ace, "Kau juga luar biasa, Ace!""Apakah ini efek karena dukungan istri tercintamu itu?" gurau John sambil mencolek dagu Ace.Stuart merangkul Ace, "Bagaimana rasanya? Apa yang sudah sah jauh lebih nikmat dari wanita-wanita di club, hm?" "Atau justru kau yang tidak k
Vinson baru saja pulang setelah memancing dengan Brandon. Begitu turun dari mobil, dia juga melihat Ace yang baru saja datang."Kamu baru pulang juga, eh?" tanya Ace, menyambut Vinson yang hanya menatapnya dalam diam saat mereka berpapasan.Vinson mengangguk singkat sebagai jawab. Terlihat begitu tenang. Hal itu membuat Ace tersenyum lebar. "Bagaimana? Apa yang kamu lakukan tadi? Quen tidak membawamu ke kandang harimau, bukan?" tanya Ace.Vinson hanya menggeleng pelan. "Tidak seburuk yang kalian pikirkan," jawabnya singkat.Ace memiringkan kepala, berusaha membaca ekspresi Vinson sebab penasaran dengan apa yang Quen tugaskan pada lelaki itu, tetapi dia sama sekali tidak berhasil. Vinson masih terlihat begitu tenang dan datar. Ace sama sekali tidak bisa membaca raut mukanya.Saat keduanya masuk ke dalam rumah, orang-orang tampak sedang berada di ruangan yang sama, tetapi dengan kegiatan mereka masing-masing. Quen duduk di sofa sambil memainkan ponsel. Entah apa yang sedang dia telusuri
Quen sedang duduk di atas ranjang sambil membaca buku saat Levin masuk ke dalam kamar. Quen langsung menutup buku dan meletakkannya di atas nakas saat mengetahui kehadiran Levin. Dia ingat bahwa malam ini memang jadwalnya tidur dengan pria itu."Kamu sedang membaca buku kah? Buku apa yang kamu baca? Santai saja. Aku akan mandi terlebih dahulu," ucap Levin dengan wajah tersenyum saat mengatakan hal itu.Quen mengerutkan kening. Pria itu bertanya tetapi tidak memberi jeda untuk Quen menjawab. Bahkan setelah itu, Levin hanya menyunggingkan senyum dan berjalan ke dalam kamar mandi. Quen hanya bisa menggeleng pelan karen kelakuan suaminya yang tak bisa ditebak itu."Aku tahu dia aneh. Tapi tetap saja aku masih belum terbiasa dengan sikapnya itu," monolog Quen seiring dengan kepergian Levin yang masuk ke dalam kamar mandi sambil kedua tangannya berada du dalam saku celana yang dia pakai.Tak berapa lama kemudian, terdengar suara gemericik air. Sepertinya Levin sudah mulai mandi, pikir Quen.