Tiga minggu telah berlalu sejak malam berbintang itu.Hidup perlahan menemukan ritmenya kembali. Raditya kembali membangun NW Tech dari dalam, kali ini bersama Aldo Rusdiawan, asisten pribadinya yang selalu tanggap dan tak pernah kehilangan fokus meski dalam situasi genting. Bersama, mereka mulai mengembangkan teknologi generasi berikutnya- lebih aman, lebih etis, dan lebih manusiawi, dengan LILITH sebagai penjaga utama di balik sistem.Tak hanya itu, Raditya juga mulai menjalin kolaborasi dengan keluarga Wiranagara- keluarga Alya di Jepang yang memiliki pengaruh besar dalam bidang teknologi neurokomputasi dan pengembangan chip bio-sinkronisasi. Bagi Raditya, kerja sama ini bukan hanya strategi bisnis. Ini adalah bentuk rekonsiliasi antara masa lalu dan masa depan, antara luka yang pernah ada dan mimpi yang kini bisa dibangun bersama.Sementara itu, Alya mulai aktif dalam proyek sosial bersama kode Elvaretta, tentunya dengan bantuan sang suami tercinta, Raditya. Mereka menciptakan pla
Mentari pagi menyelinap perlahan melalui tirai jendela rumah kecil di pinggiran kota Nusant. Raditya berdiri di dapur, menggenggam ponsel, sementara Alya duduk di meja makan sambil mengaduk teh melati hangatnya. Di hadapannya, hasil tes kehamilan yang sudah mereka simpan dalam map bening, masih seperti mimpi indah yang belum ingin mereka bangunkan.โSiap?โ tanya Alya sambil tersenyum.Raditya mengangguk, lalu menekan layar. Wajah Bunda Liliana segera muncul, diikuti Ayah Darian di belakangnya dengan kemeja tidur yang belum sempat dirapikan.โRadit? Kenapa pagi-pagi menelepon? Ada apa?โ tanya Bunda Liliana, matanya menyipit curiga.โAda kabar penting, Bunda, Yah,โ jawab Raditya. Ia melirik Alya lalu kembali menatap layar. โAlya... dia hamil.โBeberapa detik hening. Lalu, jeritan Bunda Liliana memecah keheningan.โAPA?! HAMIL?!โAyah Darian tergagap. โTunggu, tunggu. Maksudmu... kalian- kalian akan punya anak?โRaditya mengangguk, senyum tak lepas dari wajahnya. โKami dapat hasilnya kem
Malam itu terasa lebih panjang dari biasanya. Langit yang tadinya jernih perlahan tertutup awan gelap, seolah alam pun ikut menahan napas.Raditya menggenggam kalung perak itu erat-erat, sementara Alya berdiri di sampingnya, masih memandangi pintu rumah yang tertutup rapat. Suara tangis bayi tadi telah menghilang, tapi gaungnya masih bergetar di telinga mereka.โRadit,โ suara Alya nyaris tak terdengar, โkita harus tahu... siapa yang menaruh ini di sini.โRaditya mengangguk. Ia melangkah menuju pagar belakang, menyusuri jalan setapak kecil yang jarang dilewati. Taman belakang rumah memang belum sepenuhnya selesai ditata. Di ujung pagar, jejak kaki samar terlihat di tanah yang lembapโukuran kecil, seperti sepatu wanita.Ia menunduk, menyentuh jejak itu dengan ujung jarinya. โMasih baru,โ gumamnya.Tiba-tiba lampu taman di ujung jalan menyala sendiri, menyinari bayangan seseorang di seberang pagar. Bayangan itu berdiri diam, tubuhnya tertutup kerudung panjang berwarna kelabu. Tapi saat R
Kabut tipis menyelimuti jalan berbatu menuju reruntuhan observatorium di utara Nusant. Langit menggantung rendah, menyiratkan hujan yang tertunda. Di dalam mobil hitam yang melaju pelan, Raditya menggenggam setir dengan rahang mengeras. Alya duduk di sampingnya, memeluk jaket yang lebih tebal dari biasanya. Keheningan di antara mereka bukan karena kekosongan- melainkan karena terlalu banyak yang ingin dikatakan, tapi tak tahu harus mulai dari mana.โRadit,โ suara Alya pelan, โkalau ini jebakan...โโAku tahu risikonya,โ potong Raditya, tak menoleh. โTapi aku juga tahu kita gak bisa mundur setelah semua yang terjadi.โMobil berhenti di depan pagar besi yang sudah berkarat, sebagian roboh. Ilalang tumbuh liar, menyembunyikan jalan setapak menuju bangunan utama observatorium- gedung tua yang menjadi saksi bisu tragedi bertahun-tahun lalu. Api pernah melahap sebagian atapnya, dan sejak saat itu tempat ini ditinggalkan, dikunci oleh waktu dan trauma.Alya meremas tangannya sendiri. โTempat
Suasana di dalam observatorium runtuh itu mendadak tegang. Waktu seakan berhenti saat kalimat itu terucap.โKamu ibuku, bukan? Sudah waktunya kamu pulang.โDewi tak bergerak. Bibirnya bergetar, tapi tak ada suara yang keluar. Sorot matanya, yang tadi tenang dan misterius, kini dipenuhi gejolak: penyangkalan, ketakutan, danโฆ rasa bersalah yang tak bisa ditutupi.Alya menatap Raditya, yang sudah mengambil posisi protektif di depannya. Radit hanya mengangguk pelan, mengisyaratkan untuk tetap tenang. Tapi tangan kanannya sudah menyentuh pinggang- siap mengakses perangkat pertahanannya jika diperlukan.Remaja laki-laki itu melangkah masuk, sorot matanya tak lepas dari Dewi. Pria bertubuh tegap di sampingnya tetap berdiri di ambang pintu, seperti bayangan yang menjaga gerbang ke masa lalu.โNamaku Elros,โ ujar anak laki-laki itu. โAku dilahirkan bukan untuk dicintai. Aku diciptakan untuk menyelesaikan yang belum selesai.โDewi menarik napas tajam. โTidakโฆ bukan itu maksudku waktu itu. Kamu-
Alya menggenggam erat tangan Raditya ketika suara Samuel menghilang, hanya meninggalkan gema janji ancaman di udara. Observatorium yang runtuh itu terasa semakin sempit, seolah dinding-dinding tuanya ikut mendengar semua kebenaran kelam yang terungkap.Elros berdiri di antara mereka, diam dan tak bergerak. Namun matanya, yang sejak awal tampak keras dan penuh kemarahan, kini berkabut oleh sesuatu yang lainโkebingungan. Luka batin yang tak pernah sempat disembuhkan.โKamu tidak sendirian,โ ucap Alya perlahan, nadanya selembut mungkin. Dia tahu, kata-kata itu bisa jadi tak cukup untuk menembus pertahanan Elros. Tapi dia harus mencoba.Elros menoleh ke arahnya, wajahnya penuh curiga. โApa kamu pikir hanya karena kamu mengatakannya, aku bisa mempercayaimu?โ katanya pahit. โKalian semua sama. Berkata manis... lalu meninggalkan.โRaditya maju satu langkah. โKami tidak akan meninggalkanmu. Tapi pilihan tetap di tanganmu, Elros. Kau sendiri yang menentukan apakah ingin berjalan bersama kami..
Hari pertama berlalu tanpa kabar dari Elros.Alya dan Raditya menghabiskan waktu di penthouse, ya walau mereka telah memiliki rumah asri dipinggiran kota, mereka juga suka di penthousenya. Mereka berdua mempelajari semua data tentang Origin Core yang berhasil mereka salin sebelum meninggalkan observatorium. Rei dan Haruto juga membantu secara virtual, menggunakan koneksi mereka untuk melacak pergerakan Samuel.Namun, semua itu seperti mengejar bayangan. Samuel menghilang, dan Elros... tetap diam.Di hari ketiga, Alya menatap layar hologram yang kosong, frustasi. “Ini seperti menunggu bom meledak tanpa tahu di mana bomnya,” gerutunya.Raditya meletakkan tangannya di pundaknya, lembut. “Dia masih berpikir. Kita harus percaya.”“Sayang, kamu tidak boleh terlalu kelelahan, ibu hamil harus banyak istirahat, tidak ikut memikirkan masalah ini, ya…” ujar Raditya kembali.“Baik, suamiku,” jawab A
Keesokan paginya, suasana di penthouse Raditya terasa jauh lebih ringan. Setelah malam penuh ketegangan dan kelegaan, hari ini diwarnai oleh harapan baru. Elros duduk di ruang tamu, mengenakan pakaian bersih dan nyaman, rambutnya sedikit basah sehabis mandi. Wajah kecilnya tampak tenang, meski sorot matanya masih menyimpan kecemasan.Alya menyiapkan sarapan sederhana. Wangi roti bakar dan susu hangat memenuhi udara, memberikan kehangatan yang dibutuhkan setelah malam panjang.โJangan gugup, Elros,โ ujar Alya lembut sambil meletakkan secangkir cokelat panas di hadapannya. โHari ini hari yang baik.โElros mengangguk pelan. Ia memeluk boneka biru pemberian Alya, seolah itu satu-satunya jangkar yang membuatnya tetap tenang. โTapi... kalau dia tidak mau aku?โ bisiknya lirih.Raditya mendekat, duduk di sebelah Elros. โDia adalah ibumu, Elros. Tak ada yang bisa mengubah cinta seorang ibu.โSebelum Elros sempat bertanya lebih jauh, bel pintu berbunyi.Detak jantung Elros terasa melonjak ke te
Keesokan paginya, suasana di penthouse Raditya terasa jauh lebih ringan. Setelah malam penuh ketegangan dan kelegaan, hari ini diwarnai oleh harapan baru. Elros duduk di ruang tamu, mengenakan pakaian bersih dan nyaman, rambutnya sedikit basah sehabis mandi. Wajah kecilnya tampak tenang, meski sorot matanya masih menyimpan kecemasan.Alya menyiapkan sarapan sederhana. Wangi roti bakar dan susu hangat memenuhi udara, memberikan kehangatan yang dibutuhkan setelah malam panjang.โJangan gugup, Elros,โ ujar Alya lembut sambil meletakkan secangkir cokelat panas di hadapannya. โHari ini hari yang baik.โElros mengangguk pelan. Ia memeluk boneka biru pemberian Alya, seolah itu satu-satunya jangkar yang membuatnya tetap tenang. โTapi... kalau dia tidak mau aku?โ bisiknya lirih.Raditya mendekat, duduk di sebelah Elros. โDia adalah ibumu, Elros. Tak ada yang bisa mengubah cinta seorang ibu.โSebelum Elros sempat bertanya lebih jauh, bel pintu berbunyi.Detak jantung Elros terasa melonjak ke te
Hari pertama berlalu tanpa kabar dari Elros.Alya dan Raditya menghabiskan waktu di penthouse, ya walau mereka telah memiliki rumah asri dipinggiran kota, mereka juga suka di penthousenya. Mereka berdua mempelajari semua data tentang Origin Core yang berhasil mereka salin sebelum meninggalkan observatorium. Rei dan Haruto juga membantu secara virtual, menggunakan koneksi mereka untuk melacak pergerakan Samuel.Namun, semua itu seperti mengejar bayangan. Samuel menghilang, dan Elros... tetap diam.Di hari ketiga, Alya menatap layar hologram yang kosong, frustasi. “Ini seperti menunggu bom meledak tanpa tahu di mana bomnya,” gerutunya.Raditya meletakkan tangannya di pundaknya, lembut. “Dia masih berpikir. Kita harus percaya.”“Sayang, kamu tidak boleh terlalu kelelahan, ibu hamil harus banyak istirahat, tidak ikut memikirkan masalah ini, ya…” ujar Raditya kembali.“Baik, suamiku,” jawab A
Alya menggenggam erat tangan Raditya ketika suara Samuel menghilang, hanya meninggalkan gema janji ancaman di udara. Observatorium yang runtuh itu terasa semakin sempit, seolah dinding-dinding tuanya ikut mendengar semua kebenaran kelam yang terungkap.Elros berdiri di antara mereka, diam dan tak bergerak. Namun matanya, yang sejak awal tampak keras dan penuh kemarahan, kini berkabut oleh sesuatu yang lainโkebingungan. Luka batin yang tak pernah sempat disembuhkan.โKamu tidak sendirian,โ ucap Alya perlahan, nadanya selembut mungkin. Dia tahu, kata-kata itu bisa jadi tak cukup untuk menembus pertahanan Elros. Tapi dia harus mencoba.Elros menoleh ke arahnya, wajahnya penuh curiga. โApa kamu pikir hanya karena kamu mengatakannya, aku bisa mempercayaimu?โ katanya pahit. โKalian semua sama. Berkata manis... lalu meninggalkan.โRaditya maju satu langkah. โKami tidak akan meninggalkanmu. Tapi pilihan tetap di tanganmu, Elros. Kau sendiri yang menentukan apakah ingin berjalan bersama kami..
Suasana di dalam observatorium runtuh itu mendadak tegang. Waktu seakan berhenti saat kalimat itu terucap.โKamu ibuku, bukan? Sudah waktunya kamu pulang.โDewi tak bergerak. Bibirnya bergetar, tapi tak ada suara yang keluar. Sorot matanya, yang tadi tenang dan misterius, kini dipenuhi gejolak: penyangkalan, ketakutan, danโฆ rasa bersalah yang tak bisa ditutupi.Alya menatap Raditya, yang sudah mengambil posisi protektif di depannya. Radit hanya mengangguk pelan, mengisyaratkan untuk tetap tenang. Tapi tangan kanannya sudah menyentuh pinggang- siap mengakses perangkat pertahanannya jika diperlukan.Remaja laki-laki itu melangkah masuk, sorot matanya tak lepas dari Dewi. Pria bertubuh tegap di sampingnya tetap berdiri di ambang pintu, seperti bayangan yang menjaga gerbang ke masa lalu.โNamaku Elros,โ ujar anak laki-laki itu. โAku dilahirkan bukan untuk dicintai. Aku diciptakan untuk menyelesaikan yang belum selesai.โDewi menarik napas tajam. โTidakโฆ bukan itu maksudku waktu itu. Kamu-
Kabut tipis menyelimuti jalan berbatu menuju reruntuhan observatorium di utara Nusant. Langit menggantung rendah, menyiratkan hujan yang tertunda. Di dalam mobil hitam yang melaju pelan, Raditya menggenggam setir dengan rahang mengeras. Alya duduk di sampingnya, memeluk jaket yang lebih tebal dari biasanya. Keheningan di antara mereka bukan karena kekosongan- melainkan karena terlalu banyak yang ingin dikatakan, tapi tak tahu harus mulai dari mana.โRadit,โ suara Alya pelan, โkalau ini jebakan...โโAku tahu risikonya,โ potong Raditya, tak menoleh. โTapi aku juga tahu kita gak bisa mundur setelah semua yang terjadi.โMobil berhenti di depan pagar besi yang sudah berkarat, sebagian roboh. Ilalang tumbuh liar, menyembunyikan jalan setapak menuju bangunan utama observatorium- gedung tua yang menjadi saksi bisu tragedi bertahun-tahun lalu. Api pernah melahap sebagian atapnya, dan sejak saat itu tempat ini ditinggalkan, dikunci oleh waktu dan trauma.Alya meremas tangannya sendiri. โTempat
Malam itu terasa lebih panjang dari biasanya. Langit yang tadinya jernih perlahan tertutup awan gelap, seolah alam pun ikut menahan napas.Raditya menggenggam kalung perak itu erat-erat, sementara Alya berdiri di sampingnya, masih memandangi pintu rumah yang tertutup rapat. Suara tangis bayi tadi telah menghilang, tapi gaungnya masih bergetar di telinga mereka.โRadit,โ suara Alya nyaris tak terdengar, โkita harus tahu... siapa yang menaruh ini di sini.โRaditya mengangguk. Ia melangkah menuju pagar belakang, menyusuri jalan setapak kecil yang jarang dilewati. Taman belakang rumah memang belum sepenuhnya selesai ditata. Di ujung pagar, jejak kaki samar terlihat di tanah yang lembapโukuran kecil, seperti sepatu wanita.Ia menunduk, menyentuh jejak itu dengan ujung jarinya. โMasih baru,โ gumamnya.Tiba-tiba lampu taman di ujung jalan menyala sendiri, menyinari bayangan seseorang di seberang pagar. Bayangan itu berdiri diam, tubuhnya tertutup kerudung panjang berwarna kelabu. Tapi saat R
Mentari pagi menyelinap perlahan melalui tirai jendela rumah kecil di pinggiran kota Nusant. Raditya berdiri di dapur, menggenggam ponsel, sementara Alya duduk di meja makan sambil mengaduk teh melati hangatnya. Di hadapannya, hasil tes kehamilan yang sudah mereka simpan dalam map bening, masih seperti mimpi indah yang belum ingin mereka bangunkan.โSiap?โ tanya Alya sambil tersenyum.Raditya mengangguk, lalu menekan layar. Wajah Bunda Liliana segera muncul, diikuti Ayah Darian di belakangnya dengan kemeja tidur yang belum sempat dirapikan.โRadit? Kenapa pagi-pagi menelepon? Ada apa?โ tanya Bunda Liliana, matanya menyipit curiga.โAda kabar penting, Bunda, Yah,โ jawab Raditya. Ia melirik Alya lalu kembali menatap layar. โAlya... dia hamil.โBeberapa detik hening. Lalu, jeritan Bunda Liliana memecah keheningan.โAPA?! HAMIL?!โAyah Darian tergagap. โTunggu, tunggu. Maksudmu... kalian- kalian akan punya anak?โRaditya mengangguk, senyum tak lepas dari wajahnya. โKami dapat hasilnya kem
Tiga minggu telah berlalu sejak malam berbintang itu.Hidup perlahan menemukan ritmenya kembali. Raditya kembali membangun NW Tech dari dalam, kali ini bersama Aldo Rusdiawan, asisten pribadinya yang selalu tanggap dan tak pernah kehilangan fokus meski dalam situasi genting. Bersama, mereka mulai mengembangkan teknologi generasi berikutnya- lebih aman, lebih etis, dan lebih manusiawi, dengan LILITH sebagai penjaga utama di balik sistem.Tak hanya itu, Raditya juga mulai menjalin kolaborasi dengan keluarga Wiranagara- keluarga Alya di Jepang yang memiliki pengaruh besar dalam bidang teknologi neurokomputasi dan pengembangan chip bio-sinkronisasi. Bagi Raditya, kerja sama ini bukan hanya strategi bisnis. Ini adalah bentuk rekonsiliasi antara masa lalu dan masa depan, antara luka yang pernah ada dan mimpi yang kini bisa dibangun bersama.Sementara itu, Alya mulai aktif dalam proyek sosial bersama kode Elvaretta, tentunya dengan bantuan sang suami tercinta, Raditya. Mereka menciptakan pla
Langit Jakarta pagi itu berwarna biru muda, seolah baru dicuci oleh hujan semalam. Sinar matahari menembus jendela penthouse, menyinari ruangan yang kini jauh lebih tenang daripada hari-hari sebelumnya. Di balkon, Alya berdiri dengan secangkir teh melati hangat di tangan, rambutnya yang tergerai ditiup angin lembut.Sudah tiga hari sejak mereka mematikan ISAAC dan menyatukan LILITH ke dalam sistem sebagai penjaga emosional. Dunia luar tidak tahu banyak, kecuali bahwa โinsiden sistem globalโ telah berakhir secara misterius. Tapi bagi Alya dan Raditya, itu lebih dari cukup. Mereka tidak butuh pengakuan. Mereka hanya butuh... ketenangan.Pintu balkon terbuka perlahan.Raditya berjalan keluar dengan hoodie abu-abu dan rambut sedikit berantakan. Tapi senyumnya, seperti biasa, mampu membuat dunia Alya berhenti sesaat.โPagi,โ katanya, menyandarkan tubuhnya di sisi pintu sambil menguap pelan.Alya menoleh, matanya melembut. โKamu tidur jam berapa?โโJam dua. Haruto kirim update terakhir soal