Pada hari wisudanya, Alya mengalami kecelakaan akibat kecerobohan Darel, pria kaya ugal-ugalan, yang merenggut nyawa ayahnya dan membuatnya lumpuh. Sebagai tanggung jawab, Darel menikahinya, tetapi pernikahan itu penuh penghinaan dari keluarganya. Alya akhirnya memilih bercerai dan bangkit dengan mengembangkan bisnis IT. Suatu ketika Alya bertemu dengan Raditya, Raditya jatuh cinta kepada Alya. Tanpa Alya ketahui, Raditya adalah seorang CEO dari PT. Nathan Wijaya Tech, sekaligus memiliki identitas lain yang tak diketahui orang selama ini, ia seorang hacker. Akankah Alya membuka hati untuk Raditya atau membiarkan masa lalu membayanginya? Bagaimana ketika Alya tahu jika Raditya adalah Sang Ahli IT, seorang peretas handal dalam dunia cyber?
View More"Kami sangat menyesal atas apa yang terjadi. Kami ingin Darel menikah dengan Anda," ujar Tuan Alexander. Alya terkejut. "Menikah? Kenapa?" tanya Alya.
“Karena kamu tidak punya siapa-siapa lagi, dan Darel adalah penyebabnya. Ini adalah bentuk tanggung jawab kami,” jawab Tuan Alexander. Darel menambahkan, "Saya ingin menebus kesalahan saya."
Alya merasa terjebak. Ia tidak menginginkan pernikahan ini, tetapi menyadari ia tidak punya pilihan lain. Hidupnya kini bergantung pada belas kasihan orang lain. Tanpa pilihan, mereka melangsungkan pernikahan sederhana di ruang perawatan rumah sakit.
Pemuka agama pun menikahkan mereka, dan pernikahan mereka telah tercatat dalam buku pernikahan negara.
"Bagimana apakah ‘Sah’?"
"Sah." Ucap semua hadirin.
Alya menunduk, matanya kosong. Tak ada kebahagiaan, hanya kehampaan yang memenuhi dadanya.
"Sekarang kalian resmi menjadi suami istri. Semoga bisa saling menjaga dan menjalani kehidupan rumah tangga dengan baik," ujar Tuan Alexander.
Alya dengan suara hampir berbisik, "Suami istri...?" ia pun tersenyum pahit.
Darel menatap Alya sekilas, lalu membuang muka.
Mamanya Darel mendekat, menatap Alya dengan tajam, "Sekarang kau sudah menjadi bagian dari keluarga kami. Jangan macam-macam."
Alya tak menjawab. Rasanya seperti terperangkap dalam sangkar emas yang tidak bisa ia tinggalkan.
***
Kehidupan pernikahan Alya tidak membaik. Darel semakin mengabaikannya, lebih sering menghabiskan waktu dengan kekasihnya, Elmira.
Kini Alya sedang merapikan pakaian Darel di lemari, matanya tiba-tiba menangkap secarik kertas berlogo hotel. Dahinya berkerut saat membacanya.
Alya berbisik, "Reservasi hotel?" matanya bergerak cepat membaca nama yang tertera.
"Darel… dan Elmira?"
Tangannya bergetar. Ia melirik ponsel Darel yang tergeletak di meja samping tempat tidur. Dengan jantung berdebar, ia membuka galeri foto.
"Tidak… ini tidak mungkin…" ujar Alya dengan suara tercekat.
Foto-foto mesra Darel dan Elmira terpampang jelas, bahkan ada foto mereka diranjang yang sama. Wajah mereka penuh kebahagiaan, seolah Alya tak pernah ada dalam hidup Darel.
"Selama ini… aku hanya istri di atas kertas?" tanya Alya memonolog.
Air matanya jatuh tanpa bisa ditahan. Ia merasakan sakit yang menusuk begitu dalam.
Hati istri mana yang tak perih mengetahui suaminya telah mengkhianatinya sedalam ini? Apalagi, sejak pernikahan mereka, Darel belum pernah sekalipun menyentuhnya sebagai seorang suami.
Darel masuk ke kamar tanpa mengetuk. Ia tampak tidak peduli dengan kesedihan Alya.
"Besok aku akan pergi ke luar kota. Aku tidak mau ada masalah saat aku pergi," ujarnya dingin.
Alya mendongak, matanya yang sembab menatap wajah lelaki yang telah menikahinya itu. "Darel, apakah kita tidak bisa berbicara? Hanya sekali ini saja, aku ingin kita berbicara sebagai suami istri."
Darel tertawa sinis. "Suami istri? Kamu pikir masih ada hubungan itu di antara kita? Dari awal pernikahan ini hanya kesalahan. Aku sudah lelah. Kalau bukan karena keluargaku, aku pasti sudah meninggalkanmu sejak lama."
Perkataan Darel seperti pisau yang menusuk hati Alya. Ia menggigit bibirnya, mencoba menahan rasa sakit. Sungguh, ia ingin berteriak, ingin marah, tetapi tak ada gunanya. Hatinya sudah cukup terkoyak.
"Kalau begitu, lepaskan aku," ucap Alya dengan suara bergetar. "Izinkan aku pergi."
Darel terdiam sesaat, lalu menyeringai. "Pergi? Kau pikir semudah itu? Kalau kau pergi, kau tidak akan mendapatkan apa-apa. Jangan harap aku akan membiarkanmu pergi dengan mudah."
Alya menatapnya dengan tatapan penuh luka. “Aku tidak butuh apa pun darimu. Aku hanya ingin kebebasan.”
***
Suatu pagi, saat sarapan, Alya meletakkan dokumen di atas meja makan. Semua anggota keluarga Alexander sedang duduk di sana, bahkan ada Elmira juga yang kini tak malu bermesraan didepan keluarga Darel.
"Apa ini?" tanya Mama Salsa dengan nada merendahkan.
“Surat perceraian,” jawab Alya dengan tegas. Suaranya bergetar, tetapi penuh ketegasan.
Ruangan menjadi sunyi. Darel menatapnya tajam. Elmira tersenyum penuh kemenangan.
“Kamu yakin dengan keputusan ini?” tanya Darel dengan nada menantang.
Alya mengangguk. “Aku sudah cukup menderita. Aku tidak ingin bertahan dalam pernikahan yang hanya membawa luka.”
Mama Salsa tertawa dingin. “Bagus. Dari awal kamu memang tidak pantas untuk Darel. Pergilah, dan jangan pernah kembali.”
Alya tidak berkata apa-apa. Ia hanya mengambil koper yang sudah ia siapkan dan melangkah keluar dengan tertatih. Darel tidak mencoba menahannya, duduk diam seolah kepergian Alya tidak berarti apa-apa baginya.
Alya melangkah keluar dari rumah besar itu dengan langkah tertatih dan terseok-seok. Udara pagi terasa lebih segar, kebebasan akhirnya ada dalam genggamannya. Dengan langkah mantap, ia berjalan ke pinggir jalan dan mengangkat tangan, menghentikan taksi. Namun, di saat yang bersamaan, seorang pria juga melakukan hal yang sama.
"Maaf, tapi saya duluan yang menghentikan taksi ini," ucap Alya.
Pria itu menaikkan alis, "Duluan? Saya jelas lebih cepat."
Alya pun menyilangkan tangan, "Saya yang lebih butuh."
"Oh ya? Saya juga buru-buru," ujar pria itu.
Pak Sopir pun menghela napas, "Mas, Mbak, kalau masih bertengkar, jangan naik taksi saya."
Alya mengerutkan kening, "Baiklah. Pak, antarkan saya dulu," putus Alya.
Pria itu menatap Alya sejenak, lalu menghela napas, "Turuti saja maunya dia, Pak, biar cepat selesai."
Alya melirik pria itu sekilas, lalu memasukkan koper kecilnya ke dalam bagasi. Pria itu pun melakukan hal yang sama. Keduanya masuk ke dalam taksi, duduk dalam diam. Suasana canggung menyelimuti.
"Kenapa? Mau bertengkar lagi?" tanya pria itu.
Alya mendengus, "Enggak. Saya cuma merasa… kita pernah bertemu sebelumnya?"
Pria itu menyeringai, "Mungkin. Dunia ini kecil."
Alya mengalihkan pandangan ke luar jendela, berusaha mengabaikan perasaan aneh yang mulai mengusiknya. Tak lama, ponsel pria itu berdering.
"Ya, saya sudah dalam perjalanan… Jangan biarkan dia pergi sebelum saya sampai," ujar pria itu dengan suara yang berubah serius.
Alya menoleh, ia merasakan sesuatu yang janggal. Pria itu menutup telepon, lalu menatapnya.
"Sepertinya perjalanan kita akan lebih menarik dari yang kukira," ucapnya kemudian.
Alya menegang. Jantungnya berdetak lebih cepat. Siapa pria ini sebenarnya? Dan kenapa firasat buruk mulai menyelimutinya?
***
~ Bersambung ~
Keesokan paginya, suasana di penthouse Raditya terasa jauh lebih ringan. Setelah malam penuh ketegangan dan kelegaan, hari ini diwarnai oleh harapan baru. Elros duduk di ruang tamu, mengenakan pakaian bersih dan nyaman, rambutnya sedikit basah sehabis mandi. Wajah kecilnya tampak tenang, meski sorot matanya masih menyimpan kecemasan.Alya menyiapkan sarapan sederhana. Wangi roti bakar dan susu hangat memenuhi udara, memberikan kehangatan yang dibutuhkan setelah malam panjang.“Jangan gugup, Elros,” ujar Alya lembut sambil meletakkan secangkir cokelat panas di hadapannya. “Hari ini hari yang baik.”Elros mengangguk pelan. Ia memeluk boneka biru pemberian Alya, seolah itu satu-satunya jangkar yang membuatnya tetap tenang. “Tapi... kalau dia tidak mau aku?” bisiknya lirih.Raditya mendekat, duduk di sebelah Elros. “Dia adalah ibumu, Elros. Tak ada yang bisa mengubah cinta seorang ibu.”Sebelum Elros sempat bertanya lebih jauh, bel pintu berbunyi.Detak jantung Elros terasa melonjak ke te
Hari pertama berlalu tanpa kabar dari Elros.Alya dan Raditya menghabiskan waktu di penthouse, ya walau mereka telah memiliki rumah asri dipinggiran kota, mereka juga suka di penthousenya. Mereka berdua mempelajari semua data tentang Origin Core yang berhasil mereka salin sebelum meninggalkan observatorium. Rei dan Haruto juga membantu secara virtual, menggunakan koneksi mereka untuk melacak pergerakan Samuel.Namun, semua itu seperti mengejar bayangan. Samuel menghilang, dan Elros... tetap diam.Di hari ketiga, Alya menatap layar hologram yang kosong, frustasi. “Ini seperti menunggu bom meledak tanpa tahu di mana bomnya,” gerutunya.Raditya meletakkan tangannya di pundaknya, lembut. “Dia masih berpikir. Kita harus percaya.”“Sayang, kamu tidak boleh terlalu kelelahan, ibu hamil harus banyak istirahat, tidak ikut memikirkan masalah ini, ya…” ujar Raditya kembali.“Baik, suamiku,” jawab A
Alya menggenggam erat tangan Raditya ketika suara Samuel menghilang, hanya meninggalkan gema janji ancaman di udara. Observatorium yang runtuh itu terasa semakin sempit, seolah dinding-dinding tuanya ikut mendengar semua kebenaran kelam yang terungkap.Elros berdiri di antara mereka, diam dan tak bergerak. Namun matanya, yang sejak awal tampak keras dan penuh kemarahan, kini berkabut oleh sesuatu yang lain—kebingungan. Luka batin yang tak pernah sempat disembuhkan.“Kamu tidak sendirian,” ucap Alya perlahan, nadanya selembut mungkin. Dia tahu, kata-kata itu bisa jadi tak cukup untuk menembus pertahanan Elros. Tapi dia harus mencoba.Elros menoleh ke arahnya, wajahnya penuh curiga. “Apa kamu pikir hanya karena kamu mengatakannya, aku bisa mempercayaimu?” katanya pahit. “Kalian semua sama. Berkata manis... lalu meninggalkan.”Raditya maju satu langkah. “Kami tidak akan meninggalkanmu. Tapi pilihan tetap di tanganmu, Elros. Kau sendiri yang menentukan apakah ingin berjalan bersama kami..
Suasana di dalam observatorium runtuh itu mendadak tegang. Waktu seakan berhenti saat kalimat itu terucap.“Kamu ibuku, bukan? Sudah waktunya kamu pulang.”Dewi tak bergerak. Bibirnya bergetar, tapi tak ada suara yang keluar. Sorot matanya, yang tadi tenang dan misterius, kini dipenuhi gejolak: penyangkalan, ketakutan, dan… rasa bersalah yang tak bisa ditutupi.Alya menatap Raditya, yang sudah mengambil posisi protektif di depannya. Radit hanya mengangguk pelan, mengisyaratkan untuk tetap tenang. Tapi tangan kanannya sudah menyentuh pinggang- siap mengakses perangkat pertahanannya jika diperlukan.Remaja laki-laki itu melangkah masuk, sorot matanya tak lepas dari Dewi. Pria bertubuh tegap di sampingnya tetap berdiri di ambang pintu, seperti bayangan yang menjaga gerbang ke masa lalu.“Namaku Elros,” ujar anak laki-laki itu. “Aku dilahirkan bukan untuk dicintai. Aku diciptakan untuk menyelesaikan yang belum selesai.”Dewi menarik napas tajam. “Tidak… bukan itu maksudku waktu itu. Kamu-
Kabut tipis menyelimuti jalan berbatu menuju reruntuhan observatorium di utara Nusant. Langit menggantung rendah, menyiratkan hujan yang tertunda. Di dalam mobil hitam yang melaju pelan, Raditya menggenggam setir dengan rahang mengeras. Alya duduk di sampingnya, memeluk jaket yang lebih tebal dari biasanya. Keheningan di antara mereka bukan karena kekosongan- melainkan karena terlalu banyak yang ingin dikatakan, tapi tak tahu harus mulai dari mana.“Radit,” suara Alya pelan, “kalau ini jebakan...”“Aku tahu risikonya,” potong Raditya, tak menoleh. “Tapi aku juga tahu kita gak bisa mundur setelah semua yang terjadi.”Mobil berhenti di depan pagar besi yang sudah berkarat, sebagian roboh. Ilalang tumbuh liar, menyembunyikan jalan setapak menuju bangunan utama observatorium- gedung tua yang menjadi saksi bisu tragedi bertahun-tahun lalu. Api pernah melahap sebagian atapnya, dan sejak saat itu tempat ini ditinggalkan, dikunci oleh waktu dan trauma.Alya meremas tangannya sendiri. “Tempat
Malam itu terasa lebih panjang dari biasanya. Langit yang tadinya jernih perlahan tertutup awan gelap, seolah alam pun ikut menahan napas.Raditya menggenggam kalung perak itu erat-erat, sementara Alya berdiri di sampingnya, masih memandangi pintu rumah yang tertutup rapat. Suara tangis bayi tadi telah menghilang, tapi gaungnya masih bergetar di telinga mereka.“Radit,” suara Alya nyaris tak terdengar, “kita harus tahu... siapa yang menaruh ini di sini.”Raditya mengangguk. Ia melangkah menuju pagar belakang, menyusuri jalan setapak kecil yang jarang dilewati. Taman belakang rumah memang belum sepenuhnya selesai ditata. Di ujung pagar, jejak kaki samar terlihat di tanah yang lembap—ukuran kecil, seperti sepatu wanita.Ia menunduk, menyentuh jejak itu dengan ujung jarinya. “Masih baru,” gumamnya.Tiba-tiba lampu taman di ujung jalan menyala sendiri, menyinari bayangan seseorang di seberang pagar. Bayangan itu berdiri diam, tubuhnya tertutup kerudung panjang berwarna kelabu. Tapi saat R
Mentari pagi menyelinap perlahan melalui tirai jendela rumah kecil di pinggiran kota Nusant. Raditya berdiri di dapur, menggenggam ponsel, sementara Alya duduk di meja makan sambil mengaduk teh melati hangatnya. Di hadapannya, hasil tes kehamilan yang sudah mereka simpan dalam map bening, masih seperti mimpi indah yang belum ingin mereka bangunkan.“Siap?” tanya Alya sambil tersenyum.Raditya mengangguk, lalu menekan layar. Wajah Bunda Liliana segera muncul, diikuti Ayah Darian di belakangnya dengan kemeja tidur yang belum sempat dirapikan.“Radit? Kenapa pagi-pagi menelepon? Ada apa?” tanya Bunda Liliana, matanya menyipit curiga.“Ada kabar penting, Bunda, Yah,” jawab Raditya. Ia melirik Alya lalu kembali menatap layar. “Alya... dia hamil.”Beberapa detik hening. Lalu, jeritan Bunda Liliana memecah keheningan.“APA?! HAMIL?!”Ayah Darian tergagap. “Tunggu, tunggu. Maksudmu... kalian- kalian akan punya anak?”Raditya mengangguk, senyum tak lepas dari wajahnya. “Kami dapat hasilnya kem
Tiga minggu telah berlalu sejak malam berbintang itu.Hidup perlahan menemukan ritmenya kembali. Raditya kembali membangun NW Tech dari dalam, kali ini bersama Aldo Rusdiawan, asisten pribadinya yang selalu tanggap dan tak pernah kehilangan fokus meski dalam situasi genting. Bersama, mereka mulai mengembangkan teknologi generasi berikutnya- lebih aman, lebih etis, dan lebih manusiawi, dengan LILITH sebagai penjaga utama di balik sistem.Tak hanya itu, Raditya juga mulai menjalin kolaborasi dengan keluarga Wiranagara- keluarga Alya di Jepang yang memiliki pengaruh besar dalam bidang teknologi neurokomputasi dan pengembangan chip bio-sinkronisasi. Bagi Raditya, kerja sama ini bukan hanya strategi bisnis. Ini adalah bentuk rekonsiliasi antara masa lalu dan masa depan, antara luka yang pernah ada dan mimpi yang kini bisa dibangun bersama.Sementara itu, Alya mulai aktif dalam proyek sosial bersama kode Elvaretta, tentunya dengan bantuan sang suami tercinta, Raditya. Mereka menciptakan pla
Langit Jakarta pagi itu berwarna biru muda, seolah baru dicuci oleh hujan semalam. Sinar matahari menembus jendela penthouse, menyinari ruangan yang kini jauh lebih tenang daripada hari-hari sebelumnya. Di balkon, Alya berdiri dengan secangkir teh melati hangat di tangan, rambutnya yang tergerai ditiup angin lembut.Sudah tiga hari sejak mereka mematikan ISAAC dan menyatukan LILITH ke dalam sistem sebagai penjaga emosional. Dunia luar tidak tahu banyak, kecuali bahwa ‘insiden sistem global’ telah berakhir secara misterius. Tapi bagi Alya dan Raditya, itu lebih dari cukup. Mereka tidak butuh pengakuan. Mereka hanya butuh... ketenangan.Pintu balkon terbuka perlahan.Raditya berjalan keluar dengan hoodie abu-abu dan rambut sedikit berantakan. Tapi senyumnya, seperti biasa, mampu membuat dunia Alya berhenti sesaat.“Pagi,” katanya, menyandarkan tubuhnya di sisi pintu sambil menguap pelan.Alya menoleh, matanya melembut. “Kamu tidur jam berapa?”“Jam dua. Haruto kirim update terakhir soal
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments