Beradaptasi kurang lebih selama dua minggu dengan sikap Armor yang terkesan dingin, membuat Chayyara mulai terbiasa menjalani kesehariannya sebagai seorang istri dari seorang Armor Musa Altamiz.
Sedikit demi sedikit Chayyara mencoba menghilangkan rasa takutnya. Ia mulai menerima takdirnya dan juga mulai paham bahwa Armor tidak sepenuhnya salah karena pada saat itu juga Armor tidak menyadari tindakannya, pria itu hanya tahu jika dirinya Feranda.Mungkin jika Armor tahu dirinya adalah Chayyara, adik sepupu dari Feranda, Armor tidak mungkin memperkosanya hingga hamil seperti ini.Sekilas bayangan menyakitkan itu datang kembali, Chayyara menghela nafas berat saat mengingatnya. Menelungkupkan kepalanya di lipatan tangan, menyembunyikan air matanya yang sudah mengalir deras.***Armor berjalan menuju mobilnya, tiba-tiba muncul sosok perempuan yang sangat Armor kenali. Perempuan itu adalah Feranda. Armor bisa melihat jika perempuan itu tengah menangis, dengan wajah pucat dan penampilan yang berantakan. Armor mengernyitkan dahinya saat mencium bau alkohol, pandangan Armor menajam saat menyadari ternyata Feranda tengah mabuk. Meski Armor juga sesekali minum, tetapi ia benci melihat wanita mabuk.Armor memejamkan matanya, ia memutuskan untuk mengantarkan Feranda ke hotel. Memesan kamar lalu membaringkan perempuan itu di ranjang yang tersedia.Saat Armor hendak pergi, tangannya ditahan. Armor membalikkan tubuhnya, ia bisa melihat Feranda yang tengah tersenyum lebar."Kita tidak akan bersenang-senang dulu?" tanya Feranda dalam keadaan mabuk."Jangan gila, Feranda!" ujar Armor menatap tajam Feranda.Senyuman Feranda semakin melebar, "Mendekatlah, Armor. Bukankah kamu menginginkan aku, hm?"Armor menatap dingin Feranda, "Bersikaplah sewajarnya. Aku tidak suka melihatmu yang seperti ini." Setelah mengatakan itu, Armor melepaskan cekalan Feranda di lengannya., berjalan keluar hotel dengan amarah yang menguasai dirinya. Pria itu membanting pintu mobil lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.Sesampainya Armor di pekarangan rumah, ia langsung masuk ke dalam. Berjalan ke area dapur, Armor dibuat tertegun saat melihat sosok kecil yang tengah tertidur di meja makan."Kak Armor?" tanya Chayyara mengucek matanya saat menyadari kehadiran seseorang."Hm." Armor menjawab."Kakak sudah makan?""Belum.""Kalau begitu Kay panaskan dulu ya masakannya, soalnya Kay memasaknya tadi sore, sekarang pasti sudah dingin… Kay tidak tahu kalau Kakak akan pulang larut malam," ujar Chayyara menjelaskan.Armor mengangguk, lantas pandangannya teralihkan pada buku yang berada di atas meja makan, pria itu mengerutkan keningnya saat melihat judulnya, ternyata itu buku khusus ibu hamil.Chayyara yang menyadari kemana arah pandangan Armor, mendadak merasa malu. Pasalnya Chayyara bukanlah tipe yang suka membaca buku dengan topik seperti itu, hanya saja karena Chayyara tengah hamil dan tidak memiliki ilmu apa-apa tentang kehamilan, Chayyara pun memutuskan untuk membeli buku itu di online shop."Kay lupa izin… " ujar Chayyara dari kejauhan.Armor menoleh ke arah Chayyara, menaikan sebelah alisnya tanda bertanya."Kay lupa izin kalau Kay ingin membeli buku—" ucapan Chayyara terpotong. "Pakai saja, kalau perlu habiskan," ujar Armor membuat Chayyara membelalakan matanya.Apa? Habiskan katanya? Bagaimana bisa Chayyara menghabiskan kartu tanpa limit itu?! Astaga! Selera humor suaminya itu memang sultanable.Masakannya sudah selesai Chayyara panaskan, Armor melihat sosok kecil itu tengah menyiapkan piring untuk dirinya. Tatapan Armor tidak lepas dari pergerakan Chayyara.Setelah selesai menyajikan makan malam untuk suaminya itu, Chayyara menunggu Armor menghabiskan makanannya. Armor menaikan satu alisnya."Tidak makan?" tanya Armor. Chayyara menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.Armor menatap tajam Chayyara, "Kenapa?" tanya Armor kepada Chayyara yang kini tengah menundukan kepalanya."Kay… Kay tidak lapar,” ujar Chayyara, menggigit bibir bawahnya.Armor menjatuhkan sendok dan garpunya di atas piring. Laki-laki itu memejamkan matanya. "Kamu tahu kesalahanmu, Chayyara?" tanya Armor geram.Chayyara menggelengkan kepalanya takut-takut."Ambil nasimu dan makan!" Armor memberi perintah."Tapi—" Kata-kata Chayyara terpotong."Anak saya butuh makan, Chayyara." Armor menatap tajam Chayyara, suasana sekitar tiba-tiba terasa mencekam.Chayyara menghela nafas berat, tanpa membatah, Chayyara menyendokan nasinya sedikit, lalu mengambil beberapa lauk dan sayur. Sungguh, Chayyara bukan tidak ingin makan, hanya saja dia tidak memiliki selera untuk makan. Chayyara juga tidak tahu penyebabnya kenapa.Setelah selesai makan, Chayyara membereskan piring-piring kotor dan mencucinya. Di sisi lain, Armor tengah memeriksa berkas-berkas yang di kirimkan anak buahnya. Pria itu tampak serius membaca satu-per satu informasi mengenai Chayyara.Jarinya berhenti menggulir layar iPad saat menemukan sesuatu yang membuatnya menghela nafas. Mengetahui bahwa Chayyara memiliki masa lalu yang tidak menyenangkan membuat Armor berpikir bahwa perempuan itu memang banyak menyembunyikan sesuatu dari orang-orang di sekitarnya.Saat Armor berbicara dengan Feranda, mantan kekasihnya itu hanya memberi tahu bahwa Chayyara tidak memiliki banyak teman, dia senang membaca novel dan jarang sekali keluar apartemen. Jadi wajar saja jika Armor baru mengetahui jika Feranda memiliki adik sepupu, karena nyatanya Chayyara memang memiliki kepribadian yang tertutup.Berbeda dengan kakek dan nenek Chayyara yang pada saat itu menceritakan banyak hal mengenai Chayyara. Singkatnya, Chayyara bukanlah tipe perempuan yang senang berbaur, Chayyara cenderung pemalu dan pendiam. Meski begitu, Chayyara memiliki beberapa kesenangan seperti membaca novel, menonton film, dan memasak.Armor membuka pintu kamar Chayyara, melangkah secara perlahan mendekati ranjang dan terlihat istri kecilnya itu sudah terlelap dalam tidurnya.Pria itu mengalihkan pandangannya ke sekeliling, dan perhatiannya jatuh ke arah meja belajar, terlihat kertas-kertas yang menggunung, membuat ia meyakini bahwa itu tugas-tugas sekolah Chayyara.***Keesokan paginya, Chayyara kedatangan tamu, Feranda. Kakaknya itu tiba-tiba sudah ada di depan rumahnya dengan penampilan yang berantakan, bahkan tidak terlihat seperti Feranda. Setelah mempersilahkan kakaknya masuk, Chayyara meminta Feranda untuk duduk sementara ia membuatkan teh hangat untuk kakaknya.“Kakak habis dari mana?” tanya Chayyara seraya menyodorkan cangkir teh hangat itu pada kakaknya. Feranda menerimanya dan meminumnya sedikit.Dari kejauhan, Armor bisa melihat Chayyara berjalan ke arah ruang tamu. Ia pun mengikuti istri kecilnya itu untuk melihat siapa tamu yang datang ke rumahnya di pagi hari.Tatapan mata Armor mendingin saat tahu jika tamu itu adalah Feranda, perempuan itu masih berpenampilan yang sama seperti semalam."Bisakah kita bicara sebentar?" tanya Feranda.Chayyara menoleh ke belakang, perempuan itu melihat ke arah kakaknya dan Armor secara bergantian, lantas mengangguk mengerti bahwa posisinya tidak dibutuhkan di sini. Chayyara beranjak dari duduknya, namun ditahan oleh Armor."Duduk." Armor berujar dingin.Chayyara mengerjapkan matanya, Armor menatapnya dingin, mau tak mau, Chayyara mengangguk patuh dan kembali duduk.Armor memilih duduk di samping Chayyara. Sedangkan Feranda berada di depan mereka. Feranda tersenyum miris, membuat Chayyara merasa tidak enak dengan kakaknya itu."Ada apa?" tanya Armor dingin."Tidakkah kamu menyadari bahwa semua ini tidak sepenuhnya salahku?" tanya Feranda."Aku memang salah, tapi bukankah kamu juga salah, Armor?" tanya Feranda lagi. "Jika pada saat itu hanya ada aku di apartemen, kamu akan tetap memperkosaku kan? Tidakkah kamu sadar dengan pemikiran picikmu itu! Kamu akan membuatku ketakutan seperti apa yang Chayyara alami!""Aku hanya ingin fokus pada karirku! Tapi bukan berarti aku tidak ingin menikah denganmu! Bukankah seharusnya kamu mengerti dalam sebuah hubungan harus ada persetujuan dari kedua belah pihak?!""Dan kenapa harus adikku yang kamu jadikan korban?! Kamu mabuk berat sehingga tidak sadar jika yang kamu perkosa adalah adikku! Kenapa Armor?! Katakan!" ujar Feranda dengan suara meninggi."Aku tidak suka ketika keluargamu terus menyalahkanku! Mereka menganggap bahwa akulah penyebab dari semua kekacauan ini! Aku penyebab dari kehancuran hidup Chayyara! Tidakkah kamu tahu bahwa di sini kamulah yang berperan paling besar dalam menghancurkan hidup Chayyara?! Kamu pelakunya! Tapi mengapa harus aku yang terus-menerus mengalami rasa bersalah ini?!" Feranda menangis di hadapan Chayyara dan Armor.Chayyara menghampiri kakaknya, lantas memeluk Feranda. Sedangkan Armor hanya bisa menatap keduanya dengan ekspresi dinginnya."Keluargaku tidak menyalahkanmu. Lebih tepatnya Oma.” Armor terdiam sesaat. “Aku akan memberi pengertian kepada Oma untuk berhenti menyalahkanmu," ujar Armor. "Dan kamu, berhenti ke klub malam. Bukahkah itu hanya akan menghancurkan karirmu sendiri?" Armor berujar sinis."Dan satu lagi, berapa kali harus kukatakan? Bersikaplah sewajarnya.”“Aku sudah menjadi suami adikmu, ayah dari bayi yang tengah dikandung adikmu. Aku tidak tahu apakah kamu ingat atau tidak atas kejadian semalam, tapi satu hal yang perlu kamu camkan. Aku tidak ingin hal itu terulang lagi," jelas Armor menatap dingin Feranda.To be continued...Chayyara menghirup bau lembaran kertas yang sudah menjadi favoritnya. Matanya berbinar saat mulai memperhatikan rak-rak menjulang tinggi di depannya. Armor berdiri di sebelahnya sambil menggendong Valerio. Mereka sengaja mendatangi perpustakaan ibu kota untuk meminjam buku-buku yang dibutuhkan Chayyara. Sebenarnya Armor sudah memaksa Chayyara untuk membeli saja buku-buku yang dibutuhkannya, tetapi istrinya itu menolak dengan alasan bahwa Chayyara ingin melihat dulu isi dari buku-buku yang ada di perpustakaan. Armor pun hanya bisa mengiyakan. "Sayang, aku ke rak yang di sana ya." Chayyara menunjuk jajaran rak di sebelah kanan.Armor mengangguk. Pria itu menepuk-nepuk pelan punggung putranya yang tertidur, terdengar suara Valerio yang tengah mendengkur halus. Seharian ini mereka telah menghabiskan banyak waktu bersama, dari mulai piknik di taman, bermain sepeda, dan membacakan cerita anak untuk Valerio sambil bersantai. Langit sudah menunjukan warna senja, yang berarti siap menjemput
"Kak Armor," panggil Chayyara.Armor tidak menjawab."Kak."Tetap tidak ada jawaban."Kak Armor! Kay panggil-panggil!" Chayyara mengerucutkan bibirnya melihat Armor yang tidak meresponnya sama sekali. Pria itu tampak sibuk dengan iPadnya di meja kerja.Chayyara beranjak dari ranjang menghampiri Armor. Perempuan itu merebut iPad Armor, lantas ia mendudukkan dirinya di pangkuan Armor. Chayyara menyimpan iPad suaminya itu di atas meja kerja."Kay panggil-panggil, tidak dengar?" tanya Chayyara dengan raut wajah kesal."Panggil apa?" tanya Armor terlihat santai."Tadi Kay panggil. Kak Armor? Kak? Tapi Kakak cuek," ujar Chayyara. Kini tangan Chayyara sudah menangkup wajah suaminya itu. Menatap serius ke arah Armor, "Kak Armor marah?"Armor diam."Kay sudah bikin Kak Armor kesal?"Hening diantara keduanya. Chayyara berdecak setelah menunggu lama Armor untuk menjawab pertanyaannya."Kay sudah bikin Kakak kesal kan? Coba jelaskan, Kay akan bertanggung jawab. Kay janji." Chayyara mengangguk-ang
Setelah obrolan mereka semalam, Chayyara jadi tahu dunia perkuliahan. Armor mengizinkannya untuk kuliah. Suaminya itu juga sengaja menanyakan hal apa saja yang diminatinya selain memasak dan membaca. Chayyara sempat kebingungan, seperti remaja yang baru lulus SMA yang tidak tahu arah tujuannya akan kemana. Chayyara meminta waktu kepada Armor untuk mempertimbangkan jurusan yang akan dirinya pilih karena Chayyara tidak mau salah jurusan dan menyesal di akhir tahun, seperti pengalaman orang-orang di sosial media yang bercerita bahwa penyesalan datang di akhir karena lebih memilih jurusan yang tidak selaras dengan minat dan bakarnya hanya karena agar bisa masuk kampus impian. Begitu banyak hal yang Chayyara tanyakan kepada Armor dan syukurnya suaminya itu sangat sabar dalam menjawab segala pertanyaan-pertanyaannya. Chayyara juga terlihat antusias mendengar penjelasan Armor. Terlihat sekali jika suaminya itu pintar dan berwawasan luas. Ah, semoga Valerio memiliki kepintaran yang sama
Armor berjalan memasuki perpustakaan. Terlihat di sofa, Chayyara tengah tertidur dengan Valerio yang terlelap di dadanya. Armor berdecak melihat putranya itu yang semakin hari semakin menguasai istrinya.Armor melepas jasnya, melampirkannya di lengan sofa. Pria itu menggulung lengan kemejanya hingga siku. Pandangannya terarah ke arah meja kecil di samping sofa. Armor melihat formulir pendaftaran Universitas di sana. Satu alisnya terangkat, lalu beralih menatap istrinya yang masih nyenyak tertidur di sofa.Setelah permasalahan mereka mengenai Hyunjae mereda, Armor dibuat tanda tanya dengan tingkah laku Chayyara akhir-akhir ini. Armor menghampiri Chayyara, mengangkat pelan Valerio dari pelukan Chayyara. Chayyara yang menyadari Valerio diambil dari pelukannya pun terbangun. "Kak?""Tidur lagi saja. Aku akan memindahkan Valerio ke kamar.""Sekarang sudah jam berapa?""Jam delapan."Chayyara membulatkan matanya, "Kay belum memasak apapun!"Armor tersenyum, "Kita makan di luar. Aku sudah b
Chayyara menggembungkan pipinya. Menatap Armor dengan mata berkaca-kaca. Sedangkan Armor tengah duduk di lengan sofa yang tersedia di kamar mereka. Armor tersenyum sinis, "Hanya karena meminjamkan sebuah payung?" Chayyara mengangguk. "Kamu pasti pernah menyukainya kan?" Chayyara membelalakan matanya, lantas menggeleng cepat, "Tidak! Kay tidak pernah menyukainya!" "Lalu kenapa dia sering menyapamu?" "Kay tidak tahu." "Siapa namanya?" Chayyara diam. "Chayyara..." Armor mencoba bersabar. "Hyun...Hyunjae," jawab Chayyara pelan. Armor melangkahkan kakinya perlahan ke arah ranjang. Ia membuka kemeja kerja yang dikenakannya. Menjatuhkan kepalanya di paha Chayyara. Armor tahu jika istrinya itu mulai ketakutan, maka cara yang paling ampuh, Armor harus meredamkan amarahnya. Armor tidak mau sampai mulutnya mengatakan hal yang menyakitkan kepada Chayyara. "Kak Armor masih marah?" tanya Chayyara pelan. Armor tidak menjawab. Pria itu justru memilih memejamkan matanya. Tida
Chayyara dan Armor masih menikmati liburan mereka di Gangwon, banyak tempat-tempat yang mereka kunjungi, salah satunya museum. Chayyara sudah menduga jika Pangeran tidak terlalu menyukai tempat yang memiliki khas ala rumah tradisional di Korea. Anak kecil itu sudah jelas lebih menyukai taman bermain. Sebenarnya ini juga salahnya yang terlalu memikirkan keinginan dirinya karena meski sebelumnya Chayyara pernah tinggal di Korea Selatan, tetapi Chayyara jarang mengunjungi tempat-tempat wisata.Armor yang menyadari sikap Chayyara pun langsung mencium kepala istrinya itu. “Pangeran akan terbiasa.”Chayyara menatap ragu, namun Chayyara tetapmengangguk, melihat Valerio yang terlihat nyenyak di dalam di gendongannya. Pangeran sedari tadi hanya diam di gendongan Armor. Itu cukup membuat Chayyara merasa bersalah.***Chayyara baru selesai dari toilet, tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggil namanya. “Yara!”“Sunbae,” ujar Chayyara pelan saat melihat seseorang tengah melambaikan tangan k