Share

MENJADI PELAYAN CASANOVA

Tumpukan proposal dan map masih berserakan di meja kerja Casanova. Ruangan yang sedikit remang-remang hanya ada lampu baca yang menerangi ruang kerjanya. Devano duduk di kursi kebesarannya dan memijat keningnya yang terasa pening.

Masalah satu belum selesai keluar lagi masalah mengenai gadis yang bernama Raina. Segelas kopi menemaninya malam ini.

Raut wajah Devano begitu tegang. Memikirkan cara untuk memberi pelajaran kepada Raina. Gadis itu sudah membuat dirinya geram dan kesal. Sekelibat dia mengingat sesuatu dan mengambil sebuah sertifikat.

“Peternakan? Aku yakin kau ingin mengambil peternakan yang aku ambil dari ayahmu, bukan. Raina ... Raina jangan macam-macam kamu denganku. Tidak semudah itu kamu bisa mengambil peternakan itu.” Devano tersenyum tipis sambil melihat sertifikat yang ada di tangannya. Inilah yang membuat Devano menang.

“Aku, akan membuat hidupmu sengsara apapun resikonya. Nyawa dan hidupmu ada di tanganku. Entah kenapa aku sangat membenci anak dari Jonas.

Devano masih melihat tanda tangan perjanjian yang ditandatangani ayah Raina membuat kehidupan Raina berubah seratus persen. Kedua matanya tidak luput dari perjanjian yang membuatnya geli.

07.00 Paris

Sebuah baju di lemparkan saja begitu saja di muka Raina yang sedang terlelap dari tidurnya. Baju siapa yang seenaknya saja di lemparkan kepada dirinya. Kedua matanya perlahan terbuka dan bangun dari tidurnya tak lupa merentangkan kedua tangannya. Raina menguap karena masih mengantuk.

“Siapa, yang melemparkan baju dengan tidak sopan seperti ini. Aku masih mengantuk. Bolehkah aku tidur sebentar.” Nada Raina sedikit malas dan mengantuk.

“Cepat ganti baju dan mulai menjadi pelayan Tuan Devano.” Terdengar suara wanita di dekatnya.

Raina menoleh ke arah samping. Muncul wanita paruh baya dengan setelan baju pelayan berwana hitam dan putih. Di pegangnya baju yang di lemparkan wanita itu.

“Tunggu ... Menjadi pelayan untuk lelaki Devano yang sangat kejam, dan arogan itu.” Raina masih tidak percaya dengan apa yang akan di lakukannya nanti dan memberikan baju pelayan itu kembali.

Bagi Raina ini hal yang mustahil jika menjadi pelayan untuk Devano. Lebih baik dia kerja di rumah sakit dan menjadi perawat untuk orang sakit bukan perawat Devano, yang arogan seperti Devano.

“Cepat kau bersiap-siap. Tuan Devano jam delapan sudah harus ke kantor. Jangan buat masalah sebelum terjadi hal yang tidak di inginkan.” Wanita itu memperingatkan kepadaku. “Ini ada kartu untuk membuka pintu kamar Devano.” Wanita itu memberikan kartu seperti ATM.

“Hah! Ini kunci kamarnya. Ini namanya amazing, Bi.” Raina takjub dengan kunci yang berbentuk seperti ATM.

“Sudah jangan banyak bicara. Cepat lakukan pekerjaanmu sebelum Tuan Devano bangun.” Kata wanita itu langsung pergi meninggalkan Raina.

Muka Raina tampak lesu dan tidak bersemangat. Harga dirinya rasanya di injak-injak olehnya, dia berbaring kembali dan menatap langit-langit kamar yang berwana putih. Saat ini Raina tidak dulu balas dendam dan mengambil peternakan melainkan kabur dari rumah yang seperti neraka ini.

“RAINA, CEPAT! ATAU KAU AKAN MENDAPAT MASALAH!” Teriak wanita itu kembali. Raina semakin kesal dan menutup kedua telinganya dengan bantal. Ingin rasanya dia berteriak sekencang-kencangnya.

Lima belas menit sudah Raina sudah selesai berdandan. Baju pelayan yang dia kenakan membuat dia semakin risih. Tubuh yang memantulkan dirinya di kaca memperlihatkan bahwa Raina sudah siap menjadi pelayan Devano.

Raina menyelusuri lorong. Rumah sebesar ini tuannya hanya CEO arogan. Lalu di mana kedua orang tuanya? Saudaranya? Kenapa yang nampak hanya Devano. Ah, tidak penting. Itu bukan urusannuya. Langkah kaki masih saja mencari kamar Devano.

“Di mana kamar Si Tuan arogan itu? Banyak kamar dan aku pun tidak tahu letak kamarnya. Ya Tuhan, cobaan apa lagi yang harus aku lalui.” Raina frutasi karena belum menemukan kamar Devano.

Kedua matanya menangkap sosok Morgan yang berjalan berlawanan dengannya. Raina langsung menghampiri Morgan.

“Tuan Morgan, apakah rumah ini di bangun untuk membuat orang baru bingung mencari satu kamar saja.” Raina tampak kesal dengan keadaan di rumah ini.

Morgan hanya tersenyum melihat raut gadis kecil ini. Pantas saja Tuan Devano memperlakukannya semena-mena. Gadis yang polos yang mudah saja diperlakukan sesuka hati oleh majikannya.

“Nona, Anda harus bisa terbiasa dengan rumah ini karena kelak kau akan menikah dengan Tuan Devano. Saya yakin Tuan Devano bukan orang yang arogan dan dingin. Anda belum tahu sifat aslinya.” Morgan menjelaskan kepada Raina.

Raina menelan salivanya dalam-dalam. Menikah dengan Devano? Tidak. Raina tidak bisa membayangkan jika menikah dengan CEO yang tidak punya perasaan kepada perempuan.

“Maaf ... Sampai kapanpun saya tidak mau menikah dengan dia, Tuan Morgan. Saya bukan manusia yang bisa di beli dengannya. Pernikahan harus didasari cinta dan saya tidak mungkin mencintainya.” Raina tertunduk dengan memejamkan kedua matanya. Hatinya tidak karuan berada di sini. Ingin kabur dan menikmati hidup sesuai dengan yang di harapkan. Raina ingin menjadi seorang perawat kembali.

“Baiklah jika itu keputusan, Nona. Perlahan Anda akan bisa terbiasa dengan Tuan Devano. Kamar Tuan Devano ada di lantai tiga. Lebih baik Anda naik saja. Saya permisi.” Morgan pergi meninggalkan Raina.

Raina berjalan menuju ke arah lift. Menekan tombol ke lantai tiga. Hari ini adalah hari pertama dia menjadi pelayan Devano. Raina berjanji kepada ayahnya agar secepatnya mengambil peternakan dari tangan Devano dan pergi meninggalkan rumah ini. Sudah cukup penderitaan yang Raina hadapi saat ini.

Pintu emas dan besar sudah ada di depannya. Kamar Devano. Raina mengambil kartu dan menempelkannya di depan gagang pintu. Astaga, semuanya serba canggih. Saat masuk kedalam kamar Raina sangat terkejut.

“Waow ... Ini aula hotel apa kamar? Besar sekali! Tapi sayang yang punya rumah tidak punya hati. Ngomong-ngomong di mana orang tua si CEO ini? Apakah dia tidak punya orang tua? Pantas

jika orang tuanya tidak ada lelaki ini semena-mena terhadap perempuan." Raina menggerutu dan menghampiri Devano yang masih tertidur pulas.

Raina melipat kedua tangannya memandang Si Casanova yang masih menutup mata tidak tahu keberadaan Raina di sampingnya. Dasar, lelaki ini tidur saja seperti orang mati. Berharap lelaki ini mati saja di telan bumi. Raina mendekatkan dirinya ke arah Devano yang tidur terlentang. Jika di lihat Devano sangat tampan juga. Raina mengibaskan kedua tangannya tepat di depan wajah Devano, tetapi tidak ada respon.

"Kau, tidur seperti mayat hidup saja. Dasar CEO jahat, arogan, dingin. Tidak pantas kamu hidup di dunia ini. Namun, kenapa masih banyak para gadis terlena akan dirimu ini. Haish ... Mereka belum tahu sifat asli orang ini." Raina mengomel sendiri. Ingin rasanya dia membunuh lelaki ini. Sekelibat ada ide yang cemerlang untuk memberi pelajaran kepadanya.

Raina mencari sesuatu yang ada di sekitar meja. Senyum tipis mengembang di wajahnya.

"Sempurna." Raina selesai melakukan aksinya untuk memberi pelajaran kepada Devano. Beruntung lelaki ini tidak tahu aksinya.

Kilauan cahaya langsung menembus kedua mata Devano yang masih tertutup. Devano menggeliat kesal.

"Siapa, yang buka jendela? Akan ku pecat kamu." Devano langsung bangun. Devano tersadar dan melihat Raina berdiri di dekatnya sambil menjulurkan lidahnya. Kesal campur geram. Gadis ini pagi-pagi sudah membuatnya marah. "Ada aturan jika ingin membangunkanku. Jangan pernah membuka tirai jendela sebelum aku bangun. Kau, sudah melanggarnya kurcaci kecil." Devano menguap sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Kurcaci kecil? Hai, Devano. Kamu fikir aku apa? Hah. Makin lama kau semakin gila. Hallo membangunkanmu seperti ini sangat cocok. Tidur seperti mayat hidup saja. Cepat bangun!" Raina mengambil selimut Devano ingin melipatnya.

"Mau apa kamu?" Tanya Devano dengan nada dingin.

"Mau melipat selimutmu lah. Cepat. Aku masih banyak kerjaan tidak mengurusi bayi besar sepertimu." Raina langsung mengambil paksa selimut Devano. Devano menariknya lagi. Terjadi adu saling tarik-menarik. "Berikan kepadaku! Kamu ini kenapa sih?" Raina makin memperkuat tarikannya. Sehingga dia jatuh di atas tubuh Devano. Kedua mata mereka saling tatap. Raina tidak bisa menahan tawanya melihat wajah Devano.

Devano mengernyitkan keningnya. Lalu tatapan dingin dan tajamnya langsung mencul. "Aku paling tidak suka di bantah, kurcaci kecil. Awas. Jika kau membangunkan aku seperti ini aku akan membuat hidupmu menderita. Jam berapa sekarang?"

Raina melihat langsung menciut setelah Devano mengancamnya. Lelaki arogan ini selalu saja ancaman sebagai senjatanya. Raina masih menatap Devano, dia tidak sadar.

"Jam setengah delapan." Jawabnya sambil menatap Devano.

Devano langsung mendorong tubuh Raina dan langsung beranjak dari tidurnya. Raina langsung memegang lengannya yang terbentur atap ranjang karena Devano mendorongnya terlalu keras.

"Dasar kamu, punya otak. Saya akan meeting jam setengah sembilan. Kamu bangunkan saya mepet . Meeting saya ini sangat penting. Paham kamu, Raina. Awas kamu jika sampai meeting saya gagal. Kamu akan tahu akibatnya." Ancam Devano sekali lagi langsung keluar kamar. Raina mengekori Devano mau kemana dia. Ternyata dia langsung menuju ruang makan.

Raina sedikit jijik melihat Casanova ini. Setidaknya dia mencuci muka atau sikat gigi terlebih dahulu. Lelaki ini main makan saja. Tiba-tiba para pelayan tersenyum melihat Devano. Mendengar cekikan pembantunya. Membuat dia sedikit kesal.

"Ada yang lucu? Kenapa kalian cekikan tidak jelas seperti itu. Kalian menganggu sarapanku saja." Devano menggigit sandwich yang menggoda. Namun, pelayan tersebut masih cekikan saja begitupun dengan Raina. "Morgan, apa yang terjadi dengan mereka? Mereka mengangguku saja."

Morgan mendekati Devano dan memberikan kaca. Dalam batin Raina bersiap-siaplah kamu Casanova arogan. Pasti kamu akan malu melihat wajahmu itu. Raina sangat puas sekali.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status