Aku menunggu Devano di lobi hotel. Setelah tragedi dia mengajakku jalan-jalan di London untuk menjernihkan pikiran. Aku senang sekarang dia menjaga diriku . Aku mulai senang dan bahagia karena Devano memberikan surprise untukku. Malam ini kota London sangat dingin. Aku melihat seseorang turun dari mobil BMW warna hitam. Devano mempunyai banyak koleksi mobil ternyata. Astaga, malam ini dia terlihat sangat tampan. Aku tidak menyangka Casanova ini ketampanannya mengalahkan dewa Yunani. Devano menghampiriku.“Malam cintaku.” Devano mengecup bibirku sekilas. Duh, orang ini sembarangan saja jika Masalah cium. Aku melirik resepsionis yang melihatku sedang dicium, dia Seperti sedang tersenyum. ”Sayang, malam ini pasti kamu akan senang aku membawakan surprise untukmu.” Kata Devano sambil menyelinapkan anak rambut ke belakang telingaku.“Sayang, apa yang ingin kamu surprise kan ke aku. Aku penasaran.” Aku tersenyum manis. Devano malah justru semakin menggodaku.“Hei, Jika aku memberitahukan ke
sebuah pernikahan mewah dan megah ada didepan mataku. Hari ini adalah hari pernikahan aku dan Devano. Balutan gaun pengantin bak Cinderella.Aku melihat pantulan diriku di kaca yang besar. Akhirnya pernikahan yang aku impikan terwujud juga meskipun banyak lika-liku. Pernikahan akan di mulai.Aku mengucapkan janji suciku ketika devano telah mengucapkannya. Lalu setelah itu, kami bertukar cincin. Ketika pastur mempersilahkan Devano untuk menciumku, seketika pipiku terasa merona. Devano menatapku dengan tersenyum, aku balas menatapnya. Pernikahan ini sangat membuatku bahagia. Devano kini telah resmi menjadi suamiku. Aku tak peduli jika aku pernah hamil. Aku memejamkan mataku ketika Devano mulai menciumku. Kami mulai hanyut dalam pungutan kami. Aku merasa begitu tenggelam dan menikmatinya. Tak peduli berapa pasang mata yang menonton kami. Namun sorak teriakan dan suara pistol membuat kami langsung saling menjauh. Aku menatap horor ke arah Kevin yang tengah berdiri seraya memegang pis
Suasana yang hingar-bingar membuatku mengeryitkan mataku. Aku tidak suka suasana ramai dan menyesakkan seperti ini. Yang kurindukan adalah kamarku, kamar tenang yang damai, tempat aku bisa duduk dan membaca sambil mendengarkan musik sayup-sayup, tetapi musik yang sangat keras ini hampir melampaui batas toleransiku, ingin rasanya aku pergi dari tempat ini, tapi dia tidak bisa. Seorang Casanova yang brutal, ganas dan jahat menurut sumber yang aku dengar dari temanku. Casanova itu akan datang ke tempat ini beberapa saat lagi. Haish ... Aku ingin pulang saja dari dunia gelap ini. Jika tidak karena perekonomian keluarga aku tidak mau kerja di sini.Aku mencoba menarik turun rok hitam pendekku yang mulai terasa tidak nyaman. Seragam waiters ini amat sangat tidak nyaman, dengan belahan dada yang begitu rendah dan rok yang begitu pendek, rasanya seperti dipaksa menyamar menjadi orang yang tidak dikenalnya. Namun, bukankah itu memang tujuannya? Dia tidak ingin lelaki itu mengenalnya, meskipun
Devano merasa muram malam ini. Entah kenapa, dia sedang ingin menghajar seseorang, atau kalau perlu, membunuh seseorang. Malam ini dia datang ke klub bukan untuk bersenang-senang, tetapi untuk mencari masalah. Dengan dikelilingi para bodyguard yang selalu siap menjaganya, meskipun sebenarnya tidak perlu, karena Devano menguasai beberapa keahlian bela diri. Namun, ketika dia punya uang banyak, memang lebih baik jika kau membiarkan orang lain melakukan segala sesuatunya. Pemilik Klub sendiri yang menyambutnya. Tentu saja, mengingat betapa besar keuntungannya dari Devano. Dengan tergopoh-gopoh lelaki gendut itu menggiringnya ke kursi VIP terbaik. “Selamat malam, Tuan muda Devano. Saya senang dengan kehadiran Anda malam ini. Anda bisa memilih siapapun untuk menemani Anda," gumam si pemilik Klub dengan nada senang. Baginya selama Devano kemari keuntungan besar yang dia dapatkan. Devano menatap ke sekeliling dengan tak berminat, menatap semua perempuan di sana yang hampir-hampir seperti s
Orang-orang masih diam menunggu, memusatkan perhatian kepada apa yang akan dilakukan lelaki yang terkenal luar biasa kejam itu pada perempuan yang berani menamparnya. Seketika itu juga, bodyguard Devano yang berbadan kekar melepaskan Raina, membuatnya hampir terjatuh karena kelelahan meronta-ronta. Mereka berdiri berhadap-hadapan di bawah tatapan mata banyak orang yang menanti. Devano masih berdiri dengan wajah dingin tak berekspresi sambil mengusap pipinya, bekas tamparan ku. "Hai, gadis bodoh. Berapa harga mu?" suara Devano terdengar tenang dan dingin. Mataku membelangak, harga? Apa yang dibicarakan lelaki ini? Matanya melirik ke gelas minuman Devano yang sudah di racuninya di meja. Semuanya berantakan, serunya menahan kekesalan pada dirinya sendiri. Semua gara-gara dia tidak bisa menahan kebenciannya. Seharusnya ketika Devano melecehkannya dia bisa menahan diri dan berpura-pura menjadi perempuan gampangan, seharusnya dia mau berkorban menahan perasaannya. Setidaknya ketika dia
Raina masih terdiam di kamar Devano yang megah, dia menggigit kukunya, fikirannya masih kacau, sesekali dia menepuk pipinya berkali-kali agar bisa bangun dari mimpinya dan semuanya salah. Ini adalah dunia nyata. "Tidak, aku tidak mau nikah dengan Devano dan diperbudak olehnya. Siapa dia? Beraninya dengan perempuan." Raina kesal dan mengusap air matanya dengan kasar. Raina bangkit dan menuju balkon kamar. Raina ingin kabur dari rumah Devano, dia hanya duduk di kursi putih itu putus asa sebab setelah sekian lama berkeliling ruangan, memeriksa setiap sudut di kamar mandi dan jendela, tetap benar-benar tidak ada celah yang bisa digunakan sebagai jalannya untuk melarikan diri. Putus asa, Raina duduk sambil memeluk lututnya, Kalau begini, bagaimana caranya dia bisa keluar dari rumah ini? Sedangkan keluar dari kamar ini saja dia tidak mampu. Matanya melirik ke pintu kamar. Pintu yang terkunci itu satu-satunya jalan. Rumah megah, yang bisa keluar masuk dari pintu itu hanya Devano dan juga
Raina masih mengamati map hijau yang ada di tangannya, sesekali dia membolak-balikkan map tersebut. Devano sungguh lelaki yang aneh. Pertama dia menculik dirinya selama tiga puluh hari, kenapa tidak sekalian seumur hidup saja Raina di sekap nya, kedua Devano akan menikahi dirinya tapi sebelum itu, Raina di paksa menjadi pelayan di rumah ini dan lebih parahnya lagi, Raina tidak di gaji. Sontak membuat Raina langsung pusing. Niat untuk membalas dendamnya pupus sudah karena tidak tahu jika Devano lelaki yang kejam dan dingin. Raina memegang kepalanya yang masih pusing akibat tenggelam di kolam renang yang cukup dalam. Raina langsung menyobek map perjanjian yang di buat Devano.“Aku tidak peduli lagi, dia kejam, dingin, arogan. Aku tidak peduli. Yang sekarang yang ku pikir bagaimana bisa keluar dari rumah iblis ini, dia pikir aku tawanan. Raina ... Kau pasti bisa melawan Casanova itu.” Raina menyemangati dirinya. Perlahan dia beranjak, meskipun kondisinya tidak stabil. Raina mulai ambruk
Tumpukan proposal dan map masih berserakan di meja kerja Casanova. Ruangan yang sedikit remang-remang hanya ada lampu baca yang menerangi ruang kerjanya. Devano duduk di kursi kebesarannya dan memijat keningnya yang terasa pening. Masalah satu belum selesai keluar lagi masalah mengenai gadis yang bernama Raina. Segelas kopi menemaninya malam ini. Raut wajah Devano begitu tegang. Memikirkan cara untuk memberi pelajaran kepada Raina. Gadis itu sudah membuat dirinya geram dan kesal. Sekelibat dia mengingat sesuatu dan mengambil sebuah sertifikat.“Peternakan? Aku yakin kau ingin mengambil peternakan yang aku ambil dari ayahmu, bukan. Raina ... Raina jangan macam-macam kamu denganku. Tidak semudah itu kamu bisa mengambil peternakan itu.” Devano tersenyum tipis sambil melihat sertifikat yang ada di tangannya. Inilah yang membuat Devano menang. “Aku, akan membuat hidupmu sengsara apapun resikonya. Nyawa dan hidupmu ada di tanganku. Entah kenapa aku sangat membenci anak dari Jonas. Devan