Share

PERJUANGAN SINTA

Sinta tidak pernah menyerah dengan Mario. Sinta akan melakukan segala cara untuk mempertahankan hubungan mereka. Terlalu banyak hal yang Mario lakukan untuk Sinta dan Sinta tidak ingin menyesal jika hanya melepaskan Mario begitu saja.

Dan seperti biasa, Sinta mengawasi Mario dibalik jendela cafe di seberang jalan. Hujan turun deras namun tidak membuat Sinta mundur barang selangkah pun. Sinta melap jendela cafe yang sedang berkabut berusaha untuk memperjelas penglihatannya. Sinta tidak ingin kecolongan. Saat Sinta sedang sibuk memperhatikan gedung di seberang jalan, Nino datang dan memilih duduk di hadapan Sinta tanpa harus meminta izin terlebih dahulu.

Nino menatap Sinta yang tidak merasakan kehadirannya. Kemudian Nino menata gedung yang sama dengan yang Sinta tatap.

“Ada apa?” tanya Nino penasaran.

“Apakah perusahaan di seberang jalan akan mengalami kehancuran?” gumam Sinta. Tentu saja Nino terbahak mendengar perkataan Sinta. Dan tawa Nino menyadarkan Sinta akan keberadaan Nino. Sinta heran melihat Nino yang tertawa terbahak-bahak.

“Tentu saja tidak,” kata Nino disela tawanya. “Bahkan sampai kiamatpun, diprediksikan bahwa perusahaan terbaik itu tidak akan pernah mengalami kemunduran,” jelas Nino saat tawanya mulai reda.

“Dari mana kau tahu?” tanya Sinta dengan tatapan serius.

“Dari majalah bisnis,” kata Nino sambil menyeruput kopinya. Ada cream yang menempel di bibir Nino. Membuat Sinta tersenyum kemudian mengelapnya dengan lembut. Tiba-tiba tatapan Nino berubah. Ada rasa nyaman mengalir lembut di hatinya bahkan saat Sinta sudah sibuk dengan pikirannya tentang Mario.

“Tetapi mengapa pemilik perusahaan tersebut harus menikah dengan Anggun? Yang nota bene seorang pewaris tunggal,” kata Sinta penasaran.

“Maksudnya?” tanya Nino heran.

“Pernikahan bisnis,” kata Sinta yang kembali disambut gelak tawa oleh Nino.

“Itu hanya ada dalam cerita novel dan film. Usiamu pasti sudah tua tetapi pemikiranmu masih sempit Sinta,” ujar Nino kemudian mengusap lembut rambut Sinta. Sinta menatap heran ke arah Nino. Sinta merasa sikap Nino melebihi usianya. Sangat dewasa di hadapan Sinta meski tidak untuk urusan makanan sebab Nino selalu makan belepotan.

“Kau tidak sekolah?” tanya Sinta heran.

“Tidak. Aku baru lulus SMU,” jawab Nino.

“Kau tidak kuliah?”

“Tidak, tidak ada biaya,” jawab Nino santai. Sinta mengulurkan tangannya. Meraih jemari Nino dan mengenggamnya erat seakan memberikan semangat pada Nino.

“Rejeki tidak ditentukan oleh pendidikan kita,” ujar Sinta. Nino tersenyum manis melihat tingkah Sinta.

“Usiamu berapa tahun?” tanya Nino penasaran.

“25 tahun,” jawab Sinta.

“Kau pasti kebanyakan nonton film romantis,” kata Nino.

“Tidak. Aku selalu bermimpi menjadi cinderellah. Menikah dengan pria kaya, tampan dan cerdas,” kata Sinta sambil tersenyum.

“Itu kebanyakan mimpi para gadis belia,” kata Nino

“Dan kenyataannya. Aku malah dicampakkan diusia dimana aku sudah siap menikah,” kata Sinta.

“Aku mau menikahimu,” kata Nino dengan wajah serius. Sinta menatapnya dengan tatapan heran kemudian tersenyum. Nino memindahkan kursinya dan duduk di dekat Sinta.

“Tetapi kau tidak kaya,” kata Sinta kemudian tersenyum lebih manis dari sebelumnya.

“Aku akan bekerja keras menjadi kaya. Tunggu aku lima tahun ke depan. Setelah itu aku akan mmemberikan segalanya padamu,” kata Nino yang membuat Sinta tersentak. Mengapa kata-kata Nino nyaris sama dengan kata-kata Mario saat mengajak Sinta kencan.

“Berikan waktu pada hubungan kita. 15 tahun kita akan pacaran kemudian menikah dan aku akan memberikan segalanya untukmu,” kata Mario manis saat itu. Namun kenyataannya saat dunia dalam genggaman Mario, dengan tega dia malah mencampakkan Sinta. Tanpa mau tahu betapa hati Sinta sangat terpukul dengan perbuatan Mario.

Sinta tersentak saat melihat Mario turun dari mobil mewahnya. Tanpa peduli apapun Sinta berlarian keluar dari cafe, menyeberang jalan hampir ditambrak kendaraan, jatuh tersungkur dalam keadaan basah kuyup namun terus bangkit dan mengejar Mario.

“Mario...Rio..Rio..” teriak Sinta. Langkah kaki Mario yang dinaungi payung yang dipegang bodyguardnya terhenti. Mario berbalik sejenak. Hanya dengan isyarat kepala para bodyguard langsung menghalangi Sinta yang menjerit-jerit ingin bertemu dengan Mario.

“Rio.. kita butuh bicara..” teriak Sinta. Mario terus melangkah seakan tidak peduli dengan Sinta yang terus menangis dan membujuk untuk bicara.

“Aku bersedia jadi selir atau apapun asalkan bisa tetap bersamamu, Rio..” Sinta terus saja teriak meski Mario sudah menghilang dari pandangannya. Air mata Sinta bersatu dengan derasnya hujan dan para bodyguard melepaskan Sinta saat Mario benar-benar sudah tidak bisa dikejar oleh Sinta. Namun Sinta tidak tinggal diam. Sekuat tenaga dia menerobos hujan dan bodyguard yang lagi-lagi mampu menangkapnya dan mencegahnya bertemu dengan Rio. Saking jengkelnya para bodyguard tersebut tidak segan-segan mendorong keras tubuh Sinta hingga terbentur tembok dan akhirnya jatuh tidak sadarkan diri.

******#$###****

Sinta menggeliat. Matanya perlahan terbuka dan beradaptasi dengan keadaan kamarnya yang gelap gulita. Sinta meraba dahinya dan menemukan handuk kecil disana. Mungkin Sinta demam dan harus dikompres. Sinta tersentak saat menyadari ada sebuah tangan kokoh yang memeluk erat pinggang Sinta. Bahkan selama sepuluh tahun menjalin hubungan dengan Mario, Sinta dan Mario tidak pernah tidur bersama.

“Aku ingin menjagamu dan takut jika aku tidak tahan saat tidur bersamamu. Kau terlalu berharga untuk aku sentuh sebelum waktunya,” begitu Mario katakan setiap kali Sinta meminta Mario untuk sekedar menginap di apartemen yang Mario belikan untuknya.

Dan sekarang.. apa karena Mario takut terjadi sesuati pada Sinta? Apa karena Mario ingin menemani Sinta hingga demamnya turun? Entahlah.. Sinta tidak ingin terlalu banyak berfikir. Kali ini Sinta ingin komitmen diantara Mario dan Sinta. Bukan karena Sinta tidak bisa hidup tanpa uang Mario, bahkan jika Mario jatuh miskin dan harus menggantikan Mario kerja, Sinta tetap bersedia. Sinta mencintai Mario dan ingin hidup selamanya.

Sinta berbalik dan memeluk erat tubuh kekar pria tersebut. ditelusurinya setiap inci wajah lelaki kekar itu.

“Sedikit tirus,” bisik Sinta. Apa dia juga merindukan Sinta sampai tidak bisa makan dan tidur teratur? Apa Mario juga tersiksa dengan perpisahan mereka? Kali ini Sinta yakin bahwa Mario punya alasan yang kuat sehingga memutuskan hubungan dengan Sinta. Dia yakin kalau Mario sangat mencintainya, tidak bisa hidup tanpanya sama seperti apa yang dirasakannya saat ini. Sinta berjanji akan menerima setiap keputusan Mario. Dia juga tidak ingin tersiksa melihat Mario makin kurus. Dia akan melakukan apapun demi kebahagiaan Mario. Bahkan menjadi perempuan Mario yang tidak penah dikenal oleh siapapun. Yang dia butuhkan hanya kebersamaan, tidak lebih dan tidak kurang. Jika harus berbagi dengan perempuan lain maka Sinta bersedia demi kebahagiaan Mario.

Sinta memejamkan mata dalam kedamaian. Pelukan lelaki kekar itu benar-benar membuat Sinta nyaman. Membuai Sinta dengan mimpi indah dan lupa dengan hal menyakitkan yang pernah Sinta rasakan. Semuanya terasa mimpi buruk dan sekarang dia bangun dari mimpinya dan mendapati kebahagiaan yang hakiki bersama Mario dalam pemikirannya.

******#$###***

SINTA terlonjak kaget saat bangun dari tidurnya dan tidak mendapati siapapun di atas tempat tidurnya. Sinta yakin Mario ada bersamanya semalam. Terbukti Sinta kini bangun di kamar apartemennya bukan di depan gedung pengcakar langit milik Mario.

Sinta berlari keluar kamar dan tersentak. Sinta tersenyum manis saat mendapati Mario sedang duduk di sofa dengan wajah tegasnya. Sinta kini yakin bahwa dia semalam tidak bermimpi. Ini kenyataan Indah.

******#$###***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status