Share

MESKI SAKIT NAMUN HARUS MELEPASKAN

Mario duduk bersandar di sofa. Dia memakai kemeja putih bergariskan biru lembut, memakai dasi biru dan kemeja yang senada dengan dasi dan celananya. Dia terlihat keren, saat bertopangkan dagu menatap ke arah Sinta yang baru muncul dari dalam kamarnya. Meski Mario menghujaninya dengan tatapan tajan namun Sinta tetap saja mengirimkan senyum bahagia ke arah Mario. Sinta berlari-lari kecil kemudian duduk di dekat Mario. Ekor mata Mario mengikuti setiap langkah Sinta.

“Terima kasih,” ucap Sinta dengan wajah merona.

“Syukurlah kau baik-baik saja,” kata Mario kemudian memperbaiki duduknya. Dia menyerahkan sebuah map.

“Bacalah,” kata Mario. Sinta meraih map tersebut dan membacanya.

SURAT PERJANJIAN

aku yang bertanda tangan dibawah ini sebagai pihak pertama:

Nama : Sinta

Usia : 25 tahun

Pekerjaan : Pengangguran.

Bersumpah tidak akan menganggu pihak kedua :

Nama : Mario

Usia : 25 tahun

Pekerjaan : CEO

Setelah menerima santunan sebesar....

Sinta tidak mampu melanjutkan membaca isi map tersebut. Sinta langsung melemparnya.

“Akan aku berikan berapapun yang kau inginkan,” ujar Mario dengan tatapan jengkel. Sinta mulai menyadari bahwa di mata Mario tidak ada cinta untuknya.

“Semudah itu bagimu?” tanya Sinta dengan wajah linangan air mata.

“Aku membenci tangismu,” kata Mario. “Akan aku transferkan uang ke rekeningmu,” lanjut Mario kemudian bangkit dari duduknya dan meninggalkan Sinta yang masih menangisi Mario.

Sinta terkesima saat Nino muncul dari arah dapur membawa sepiring nasi goreng dan segelas air putih. Nino duduk di samping Sinta kemudian meletakkan nasi goreng dan air putih diatas meja. Nino lalu menghapus lembut air mata Sinta dan membenamkan wajah Sinta dalam dada bidangnya. Sinta meronta namun Nino berusaha mempertahankan posisi mereka sehingga Sinta mulai tenang dan terisak dalam pelukan Nino.

“Dia tidak pantas untuk kamu perjuangkan,” bisik Nino namun dibalas dengan gelengan oleh Sinta.

“Kau tidak tahan seberapa besar pengorbanannya. Tidak mungkin karena nila setitip rusak susu sebelanga,” kata Sinta.

“Tetapi dia sudah menyakitimu,” kata Nino dengan suara serak seakan ikut larut dalam luka yang dirasakan oleh Sinta.

“Ini untuk pertama kalinya dan aku tidak akan mengalah hanya karena luka setitik ini. Dia sudah memberikan segalanya padaku. Dan aku bukan kacang yang lupa pada kulitnya,” kata Sinta.

“Terserah padamu,” kata Nino melerai pelukannya. “Tetapi kau harus makan, biar punya tenaga untuk memperjuangkan cintamu,” kata Nino kemudian menyuapi Sinta dengan nasi goreng.

“Terima kasih,” ucap Sinta. Nino tersenyum, mengangguk kemudian mengelus lembut rambut Sinta.

“Diperlalukan seperti ini oleh bocah ingusan sepertimu membuatku merinding,” kata Sinta diiringi dengan senyum tulus.

“Syukurlah. Setidaknya kau punya rasa padaku,” canda Nino.

“Kau tidak punya pacar?” tanya Sinta dengan mulut penuh dengan makanan. Nino dengan telaten membersihkan bibir Sinta.

“Sedang dalam berjuang mendapatkan hatinya,” ujar Nino.

“So sweet banget kamu,” kata Sinta. Nino hanya tersenyum dan kembali mengelus lembut rambut Sinta.

Tanpa Sinta sadari dia sudah menghabiskan sepiring nasi goreng buatan Nino. Sinta meneguk air yang diberikan Nino.

“Eg...” Sinta bersendawa. Nino dan Sinta tertawa.

“Sekarang kamu istirahat dulu. Besok baru mengejar cintamu,” kata Nino kemudian menyelipkan tangan kekarnya ke tengkut dan kaki Sinta, mengangkat Sinta masuk ke dalam kamarnya. Sinta hanya menatap aneh pada Nino tanpa bisa berkata apa-apa.

Saat Nino meletakkan tubuh Sinta diatas tempat tidur. Sinta langsung membalikkan badannya memunggungi Nino. Sinta merasa aneh sebab jantungnya berdetak sangat kencang. Sinta bahkan ingat saat Mario mengajaknya kencan, Sinta tidak pernah merasakan detak kencang itu. Atau mungkin karena Mario dulu adalah temannya yang berubah menjadi pacar sehingga dia tidak merasakan getaran hebat itu? Tiba-tiba Sinta merasa wajahnya memerah. Apalagi saat Nino duduk di pinggiran tempat tidur. Meraih selimut dan menutupkannya ke tubuh Sinta. Nino membelai lembut rambut Sinta.

“Tidurlah,” bisik Nino. Tentu saja Sinta langsung memejamkan matanya dengan sangat erat. Seperti orang ketakutan. Nino tersenyum lalu bangkit dari tempat tidur melangkah keluar kamar dan menutup pintu kamar dengan pelan namun masih terdengar oleh Sinta.

Sinta langsung menarik nafas lega saat tahu kalau Nino sudah menutup pintu kamarnya. Sinta berbalik dan menatap pintu kamar sambil memegangi dadanya yang mulai berdetak dengan normal.

“Aku bisa penyakit jantung jika selalu bergaul dengannya,” bisik Sinta pada diri sendiri. Bahkan Mario tidak pernah memperlakukannya seperti itu. Mario berusaha untuk tidak bertindak lebih, takut kebablasan dan hanya membuat penyesalah dihati mereka berdua.

****####****

Sinta menghentakkan kakinya yang kebas. Sudah berjam-jam dia berdiri di depan rumah Mario tetapi tidak ada tanda-tanda Mario ingin menemuinya. Biarlah Sinta dianggap perempuan bermuka tembok. Biarlah dia dianggap pelacur sekalipun tetapi dia ingin memperjuangkan hubungan mereka.

“Ayo pulang,” kata Nino yang tiba-tiba muncul di hadapan Sinta. Sinta hanya menggeleng.

“Kau masih sakit,” bujuk Nino.

“Aku harus perjuangkan cintaku,” kata Sinta dengan suara serak menahan air matanya.

“Jangan seperti ini. Kau bisa tambah sakit,” bujuk Nino kemudian menarik pergelangan tangan Sinta tetapi Sinta menepisnya membuat pupil Nino melebar menahan marah.

“Apa yang kau lakukan disini?” bentak Nino.

“Kau tidak tahu tentangku,” teriak Sinta hanya untuk mengusir Nino dari hadapannya. Nino terlihat sangat jengkel.

“Untuk apa kau perjuangkan cinta yang tidak pernah peduli dengan keadaanmu?” tanya Nino putus asa.

“Kau tidak tahu tentang dia,” jawab Sinta.

“Tetapi dia tidak peduli padamu. Bahkan saat kau pingsan dia tidak datang hanya sekedar melihat keadaanmu,” teriak Nino dengan wajah marah. Nino tidak bisa lagi menahan amarahnya namun dia tidak bisa berbuat banyak karena itu dia memutuskan untuk meninggalkan Sinta sendirian.

Sebuah mobil mewah berhenti tepat di hadapan Sinta. Anggun turun dari mobil dengan wajah sembab. Sinta tidak berani menatap Anggun yang kini menatapnya dengan tatapan penuh kebencian. Anggun melangkah ke arahnya. Sinta berusaha menghindar dengan mundur beberapa langkah hingga tubuhnya tertahan oleh tembok kokoh rumah Mario. Anggun berdiri tepat di depan Sinta.

“Apa kamu tidak tahu diri?” bentak Anggun.

“Jangan campuri urusanku,” kata Sinta.

“Tentu saja harus ikut campur. Karena tingkahmu yang menyebalkan ini membuat saham perusahaan jadi anjlok dan Mario terpaksa keluar negeri hanya untuk menghindarimu demi menyelamatkan perusahaannya,” teriak Anggun putus asa kemudian menangis tersedu-sedu. Sinta terkejut mendengar kata-kata Anggun.

“Bahkan kami harus membayar ratusan juta pada paparazi agar tidak mencetak fotomu yang pingsan di depan perusahaan. Agar tidak ada gosip yang beredar tentang Mario,” kata Anggun kemudian menampas Sinta. Sinta tidak melakukan perlawanan. Jika kata-kata Anggun benar maka Sinta secara tidak langsung menghancurkan karir kekasihnya. Sinta hanya bisa menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Air matanya terus mengalir. Dia meninggalkan Anggun yang menatap heran ke arahnya tanpa sepatah katapun.

***####***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status