Home / Romansa / CINTA BUKAN SEPENGGAL DUSTA / Bab 3. Terenggut Di Tempat Yang Asing

Share

Bab 3. Terenggut Di Tempat Yang Asing

Author: Lona O'S
last update Last Updated: 2022-10-29 11:13:32

"Aku mohon! Ini tidak benar!" Gadis itu mulai menangis ketika Amar Mea Malawi melakukan penjelajahannya.

"Kau sangat cantik, aku menginginkan dirimu! Aku tidak rela bila Adam Mizeaz atau tunanganmu memiliki dirimu," bisikan-bisikan Amar Mea Malawi membuat Mary Aram sangat ketakutan.

"Aku mohon, pulangkan aku! Ini tidak benar," penjelajahan itu semakin merambah ke area terlarang, Mary Aram diliputi rasa malu dan geram merasa terhina.

Terlebih ketika Amar Mea melepas mantel dan piyamanya, rasa ketakutan itu semakin memacu jantung Mary Aram, menambah rasa pening kepala.

"Aku mohon jangan! Ini tidak benar!" Tubuh hangat Amar Mea melekat bagai selimut menguasai tubuh Mary Aram. Sesuatu menggeliat mengetuk pintu istana misteri.

"Aku sangat mencintaimu, aku tidak bisa melepaskan dirimu begitu saja. Duniaku akan menjadi milikmu sepenuhnya, dan duniamu akan menyatu dalam duniaku sepenuhnya," dalam geraman kegagahan Amar Mea mendesak masuk ke dalam diri Mary Aram.

Gadis itu tersentak! Rasa sakit dalam desakan melebihi rasa sakit pada luka tubuhnya, memacu teriakan amarah Mary Aram. 'Malu! Terhina! Terjajah! Putus asa!' Bercampur menjadi satu membentuk luapan api amarah.

Desakan kuat itu menikam, menembus masuk hingga menyentuh dinding. Membuat Mary Aram terpekik dan napasnya berhenti sejenak.

"Sangat keterlaluan kau!" Mari Aram menangis di sela-sela napasnya yang nyaris putus. Jemari tangannya mencengkram pinggang polos Amar Mea Malawi. Kukunya yang tajam menggores pinggang kokoh itu.

Dalam kegagahan seorang pria, Amar Mea Malawi menuntaskan penjelajahan api cintanya bersimbah peluh.

"Keterlaluan! Sangat keterlaluan! Kau merampasku dalam keadaan tidak berdaya," Mary Aram menangis putus asa.

"Kau sepenuhnya menjadi milikku! Tidak akan ada pria lain yang dapat memilikimu, termasuk tunanganmu!" bisik Amar Mea mengecup bibir merah Mary Aram. "Aku berjanji menghormati dan mengasihi ayahmu hingga masa tuanya."

Amar Mea Malawi menyeka bukti kegadisan Mary Aram dengan sapu tangan putih beraroma bunga mawar.

Dalam luapan cintanya, Amar Mea Malawi berkunjung untuk kedua kalinya, kunjungan kali ini sangat lembut penuh perasaan. Namun bagi Mary Aram merupakan penyiksaan yang tidak kunjung berakhir.

'Aku tidak mengenalnya, bagaimana bisa ia berkuasa atas diriku?' Mary Aram terus menangis dalam pelukan berkuasa Amar Mea.

Menjelang waktu makan malam, Amar Mea bangkit untuk membersihkan diri, hatinya diliputi kebahagiaan.  Dengan penuh rasa sayang ia menyelimuti tubuh Mary Aram dengan selimut, serta mengecup keningnya.

"Kau sangat cantik dan anggun, aku tidak ingin kau menjadi milik orang lain," pria itu beranjak menuju kamar mandi. Tubuh gagahnya membaur dengan kesegaran aliran air, dengan memiliki Mary Aram, kini hidupnya merasa sempurna.

Sebenarnya Amar Mea M²alawi telah sering berjumpa dengan Mary Aram, gadis itu sering melakukan kerja sosial di perkampungan sekitar sungai induk.

Amar Mea Malawi sering menjumpainya mengajar anak-anak suku Mua Mua, senyumnya, tawanya, sangat menawan ketika bercanda dengan anak-anak.

Ketika membaur memasak di dapur adat sungai induk, sepertinya para wanita Mua Mua sangat menyayanginya. Tindak tanduk Mary Aram sangat sopan dan hormat terhadap para manula. Sungguh wanita yang langka di zaman sekarang.

Amar Mea Malawi sangat terkesan dengan sosok Mary Aram. Siapa sangka jika hari ini dirinya benar-benar berinteraksi dengan 'Dewi' sungai induk.

Jika 'Sang Dewi' sudah berada di tangan, untuk apa membuang waktu? Segera menikahinya adalah langkah yang terbaik.

Mary Aram terus menangis di atas tempat tidur. Ia memalingkan wajah ketika tuan muda Amar Mea Malawi keluar dari kamar mandi hanya berbalut handuk.

Tubuhnya tua muda Amar Mea Malawi memang ideal menawan, namun bagi Mary Aram tidak ubahnya sebagai sosok yang menakutkan. Pria itu mengobati luka di pinggangnya bekas cengkeraman kuku tajam Mary Aram.

Tepat pukul tujuh malam, pintu kamar diketuk. Patrice sang pelayan bersama seorang pelayan lain datang membawa makan malam dan obat.

"Mandikan nyonya muda, dan ganti alas tempat tidur dengan yang baru. Malam ini aku tidur di sini," tuan muda Amar Mea Malawi mengambil segelas anggur, dan berjalan menuju balkon.

"Baik Tuan Muda Mea Malawi," kedua pelayan itu segera membasuh diri Mary Aram, dan mengganti alas tempat tidur dengan yang baru.

Mary Aram hanya bisa menghela napas lalu memejamkan mata, tatkala melihat noda merah pada alas tidur. 'Secepat itukah keadaan berubah? Beberapa waktu lalu dirinya masih seorang Nona Besar Aram, kini berubah kedudukan menjadi Nyonya Muda Mea Malawi.'

'Ayah! Maafkan aku!' Mary Aram terisak, menyesali diri.

Seiring suara tangis sendu Mary Aram mewarnai ruangan kamar, sayup-sayup terdengar gumam-gumam lembut Nona Patrice sang pelayan berusaha menghibur dan menentramkan hati gadis itu.

Amat Mea Malawi duduk bersantai di balkon, ia memejamkan mata menikmati anggur sambil mengenang kembali momen indahnya bersama Mary Aram di atas tempat tidur. Sesekali pria itu tersenyum hanyut dalam fantasinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • CINTA BUKAN SEPENGGAL DUSTA   Bab 99. Teka-Teki

    "Mary Aram?" Boa Moza terkejut menatap ambang pintu utama rumah persemayaman jenazah. "Bukan kah yang di sana tadi, Mary Aram?"Boa Moza menoleh menatap perawat Patsy, dengan tatapan tidak mengerti. Perawat Patsy juga masih tertegun bingung, dengan apa yang dilihatnya. "Ya, benar! Yang barusan kita lihat adalah Nona Besar!" Perawat Patsy segera berlari menuju pintu utama rumah persemayaman. "Cepat sekali menghilang? Tidak ada siapa-siapa di luar?"Sejenak ia menjelajahi taman kecil di depan rumah persemayaman jenazah. Tidak ada siapa pun di sekitar taman. Tanpa banyak bicara Boa Moza kembali ke ruangan Mary Aram di rawat. "Mary Aram, kau membuatku ikut terkena serangan jantung!"Langkah lebarnya, mempersingkat waktu. Sesampai di ruang perawatan Mary Aram, tirai merah telah disingkirkan. Sebab jenazah tuan besar Felix Aram telah dipindahkan ke gedung persemayaman jenazah."Mary Aram? Kau telah bangun?" Boa Moza menggeser pintu dan menyibak tirai pemisah ruangan.Seorang perawat me

  • CINTA BUKAN SEPENGGAL DUSTA   Bab 98. Duka Yang Mencekik

    "Tuan Besar Boa Moza! Dokter Felix Aram telah berpulang kepada SANG PENCIPTA, tiga puluh menit yang lalu," seorang dokter senior menandatangani selembar kertas. "Maafkan kami, Tuan Besar Boa Moza," dokter senior membungkuk memberi hormat, tanda berduka."Tidak mungkin!" Boa Moza sangat terkejut. Sebab tidak ada tanda-tanda atau firasat jika kakaknya itu akan berpulang kepada Yang Maha Agung SANG PENCIPTA."Kakakku tidak mungkin meninggal! Semalam kami berbincang santai, bahkan kakakku bercanda dengan cucu-cucunya," Boa Moza tidak percaya apa yang dilihat dan didengarnya. "Kakakku itu tertawa bahagia saat menidurkan anak dokter Miseaz di pangkuannya.""Kesedihan mendalam akan nona besar Aram dan tuan muda Mea Malawi putra adatnya, merupakan tekanan berat bagi dokter Felix Aram. Hal itu memicu terjadinya serangan jantung.""Sekali lagi! Ini tidak mungkin!" Boa Moza sangat terpukul, mendapati Dokter Felix Aram berbaring memeluk Mary Aram putri tunggalnya yang koma hampir empat bulan.P

  • CINTA BUKAN SEPENGGAL DUSTA   Bab 97. Tirai Merah Di Ambang Pintu

    "Adam Miseaz? Bagaimana bisa, kau ada di sini?" Desis Boa Moza menahan sakit yang mulai menguasai tubuh. Samar-samar wajah Adam Mizeaz tersenyum ada di depan mata. Senyuman itu terasa aneh, mengandung banyak makna. 'Bagaimana bisa dokter itu berada di St. John? Bukankah seharusnya berada di St. Martin?'Bau anyir darah bercampur obat menguasai ruangan, denting peralatan medis saling beradu.Di tengah setengah kesadarannya, Boa Moza merasakan jika dokter Adam Mizeaz mulai melakukan operasi."Kau heran Boa Moza, mengapa aku bisa di sini?" Suara tenang Adam Mizeaz memecah keheningan, dengan santai ia menangani operasi pengambilan peluru di bahu Boa Moza. "Tentu saja aku harus berada di sini, sebab orang yang sangat aku cintai sedang melangsungkan pernikahan.""Apa maksudmu Adam Mizeaz?" Gumam Boa Moza, hatinya sangat tidak nyaman dengan sikap Adam Mizeaz. "Ya! Aku sangat mencintai Mary Aram! Ia adalah obsesiku! Karena Mary Aram lah, aku berniat menjadi dokter. Agar derajatku sepadan

  • CINTA BUKAN SEPENGGAL DUSTA   Bab 96. Hati Seorang Ibu

    Sangat sakit! Kaku! Sakit yang luar biasa pada punggung itu begitu dominan, membuat sekujur tubuh yang lain mati rasa. Perlahan tubuh menjadi basah oleh cairan hangat! Mary Aram pun tumbang ke lantai.'Keterlaluan! Sungguh keterlaluan! Apa salahku? Mengapa orang-orang begitu kejam padaku?''Tidak cukupkah ayahku, berbuat kebaikan kepada mereka? Mengapa mereka menginginkan nyawaku?'Di tengah perasaan sakit dan malu, Mary Aram berusaha untuk bangkit. Seulas senyum tersungging di sudut bibirnya. 'Ya SANG PENCIPTA Yang Maha Agung, ampunilah orang-orang ini! Aku serahkan perbuatan mereka ke dalam tanganMU SANG PENCIPTAku Yang Maha Agung. '"Istriku!" Boa Moza segera mengangkat Mary Aram, bersamaan dengan Abee Bong Moja."Mary Aram!" Abee Bong Moja berusaha mengambil alih tubuh Mary Aram."Menyingkir! Kau tidak ada hak atas istriku!" Boa Moza mendesak tubuh Abee Bong Moja agar menjauh dari istrinya."Boa Moza! Ia tunanganku!" Abee Bong Moja bersikeras merebut tubuh Mary Aram."Hah! Lihatl

  • CINTA BUKAN SEPENGGAL DUSTA   Bab 95. Perseteruan Sengit

    Dari tangga ruang lonceng dapat terlihat jelas ritual pernikahan suaminya dengan Alda Bong Moja.Tangis pilu Mary Aram semakin tidak terbendung, melihat Alda Bong Moja menerima dupa wangi dari biksu kepala lalu berjalan mengitari Boa Moza. Dari balik cadar pengantin yang transparan, dapat terlihat jelas senyum manis mengembang di wajah wanita itu."Suamiku apapun yang terjadi, aku percaya kepadamu. Namun hatiku tidak bisa menerima wanita itu, dia akan menjadi duri dalam rumah tangga kita.""Ini rumah tangga kita, keluarga kita! Sangat keterlaluan berbagi tempat tidur bersama wanita lain."Dupa wangi telah mengitari pengantin pria, saatnya berganti dengan nyala api mengitari pengantin wanita.Hati Mary Aram semakin tersayat kepedihan, melihat suaminya membawa api dalam bokor tembaga berjalan mengitari pengantin wanita. "Mary Aram, kau harus percaya pada suamimu!" Wanita itu menangis seorang diri, sambil memukul-mukul bahunya. "Aku harus percaya! Aku harus percaya suamiku!"Doa-doa ri

  • CINTA BUKAN SEPENGGAL DUSTA   Bab 94. Hati Yang Terbelah. 

    "Kalian bawa anakku ke menara Timur.""Baik Nyonya besar."Perawat Ellen membawa Hegan Boa keluar, sesampai di ambang pintu ia menoleh. Perawat itu mencemaskan Mary Aram, hatinya tidak tega mendapati suami majikannya direbut paksa tepat pada hari pernikahan. "Namun, apakah Nyonya besar tidak masalah jika kami tinggal?""Kalian jangan cemas, aku baik-baik saja," Mary Aram tersenyum, wajahnya tampak tenang, namun tampak jika sedang mengendalikan perasaan luka. Berlalunya kedua perawat, Mary Aram membuka kotak kayu di hadapan di atas meja. Ia mengeluarkan seuntai kalung dan sebuah cincin perak. Pada liontin kalung serta cincin itu berlambang burung Cendrawasih.Selain itu masih ada sebuah cincin emas berlambang kepala singa. Kedua cincin itu adalah cincin pria, yang longgar di jari Mari Aram. Ia menyematkan kedua cincin itu pada kalung perak, lalu mengenakannya.Lonceng pernikahan kembali terdengar. Mary Aram menarik napas dalam, lalu beranjak meninggalkan kediamannya melalui balkon.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status