Beranda / Romansa / CINTA BUKAN SEPENGGAL DUSTA / Bab 4. Ritual Makan Bersama

Share

Bab 4. Ritual Makan Bersama

Penulis: Lona O'S
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-29 15:47:27

"Nona Patrice memang bisa diandalkan," Amar Mea Malawi menajamkan telinga ingin tahu apa saja yang di perbincangkan.

["Nyonya Muda sangat beruntung, tuan muda Mea Malawi menjatuhkan pilihannya kepada Nyonya Muda. Banyak sekali wanita cantik datang ke rumah ini mencari perhatian tuan muda, namun majikan Patrice itu tidak pernah menemui mereka."]

["Beruntung apanya? Kau tidak tahu bagaimana rasanya ketika senjata tajam majikanmu yang besar, panjang, dan keras itu menusuk diriku? Sangat sakit! Membuat napasku nyaris putus."]

["Nyonya Muda, yang terpenting cinta tuan muda sangat besar pada Nyonya Muda."]

Mary Aram kembali menangis tersedu-sedu, hingga terbatuk.

["Rasa sakit itu masih terasa ngilu dan kaku sampai saat ini."]

"Oh kasihan sekali! Sebesar dan sepanjang apakah senjata tajam ku?" Amar Mea Malawi menutup matanya dengan telapak tangan.

["Nyonya Muda, mungkin untuk pertama kali memang sakit, seiring berjalannya waktu tentu akan terbiasa. Bahkan Nyonya Muda akan merindukan tuan muda."]

["Bagaimana bisa merindukan majikanmu? Pria itu sangat berat dan geramannya sangat berisik."]

Amar Mea Malawi terbahak mendengarnya, ia menikmati anggurnya sambil memandang gemerlap lampu kota St Martin yang indah bagai permata.

"Tuan Muda, nyonya muda siap untuk makan malam," terdengar nona Patrice memanggil.

"Ah Nona Patrice terimakasih," Amar Mea Malawi tersentak dari lamunannya.

Pria itu kembali masuk ke dalam kamar, ia mendapati Mary Aram duduk di atas pembaringan sambil menunduk. Gadis itu terus menangis memukul-mukul dirinya sendiri.

"Terlalu! Sungguh terlalu! Aku tidak dapat menjaga diri sendiri," isak tangis kemarahan memecah keheningan kamar.

"Kita telah menjadi satu tubuh. Diriku adalah dirimu, dan dirimu adalah diriku," Amar Mea Malawi mengangkat dagu Mary Aram, "Jadi tidak ada gunanya kau mempertahankan amarahmu."

Amar Mea Malawi mengangkat dan memindahkan tubuh Mary Aram ke permadani di sudut kamar, di sana sudah tertata rapi makan malam serta anggur untuk ritual makan bersama.

Amar Mea Malawi meneguk sedikit anggur, kemudian memindahkan anggur yang tersisa di mulutnya ke dalam mulut Mary Aram sebagai tanda memulai ritual makan bersama. Lalu mengulanginya sekali lagi.

"Kita telah menjadi satu tubuh, sebagai suami aku berjanji mencintaimu seumur hidupku. Dari mulutku aku melimpahkan kasih sayang, serta makanan dari hasil jerih payahku secara halal."

"Apakah kau bersedia menjalani hidup baru bersamaku?" Amar Mea Malawi menatap mata Mary Aram dengan bersungguh-sungguh.

Mendapati Mary Aram diam tidak bergeming, Amar Mea Malawi mengulangi meneguk anggur dan memindahkannya kembali ke mulut Mary Aram.

"Kau bersedia menjalani hidup baru bersamaku?" Amar Mea Malawi mendekatkan mulutnya pada lubang telinga Mary Aram.

Mary Aram menangis menunduk, menghindari tatapan Amar Mea Malawi, "Mary Aram belum siap menikah."

"Baik," sekali lagi pria itu memindahkan anggur dari mulutnya ke mulut Mary Aram.

"Amar Mea Malawi sangat mencintai Mary Aram. Apakah Mary Aram bersedia menjalani hidup baru bersama Amar Mea Malawi?"

Anggur itu membuat wajah Mary Aram merona memerah, hawa panas anggur mulai menguasai dirinya. Dengan kesal Mary Aram akhirnya menjawab, "Mary Aram bersedia!"

"Terimakasih Mary Aram," Amar Mea Malawi mengecup kening Mary Aram, "Aku berjanji mencurahkan kasih sayang padamu dan anak-anakmu, serta menjamin hidupmu berkelimpahan susu dan madu."

Amar Mea Malawi memindahkan makanan dari mulutnya ke dalam mulut Mary Aram, sebagai bentuk ungkapan kasih sayang kepada belahan jiwanya.

Dalam tradisi masyarakat Mua Mua, ritual makan bersama sangatlah penting untuk menjalin keharmonisan dan keintiman pernikahan.

Amar Mea Malawi mengagumi kecantikan belahan jiwanya, yang mulai membalas menyuapkan makanan dengan mulutnya.

Acara ritual makan bersama itu berjalan dengan mengesankan. Amar Mea Malawi mengakhiri ritual makan bersama itu dengan saling berpagut anggur.

"Apakah tusukan senjata tajam milikku sangat menyakitkan?" Amar Mea Malawi berbisik lembut membelai telinga Mary Aram.

"Sangat menyakitkan," Mary Aram menjawab dengan canggung.

"Baik! Aku akan memberi penawarnya," Amar Mea Malawi membaringkan Mary Aram di permadani, kemudian menyingkap kain dan mulai menjelajah dengan pagutan pada ambang pintu istana misteri.

"Tuan Muda hentikan!" Rasa itu menguasai diri Mary Aram menciptakan getaran. "Tuan Muda kumohon hentikan."

Pagutan itu berganti dengan kunjungan mesra. Dalam gerak selaras dengan detak jantung, Amar Mea Malawi berkarya menciptakan denyut.

"Kau menyukainya? Mintalah kapan saja jika kau ingin," Amar Mea Malawi berbisik sangat lembut. Dalam suasana lampu yang temaram, pekik dan tangis sendu Mary Aram mewarnai suasana.

"Tuan Muda hentikan," kesenduan itu begitu mengesankan bagi Amar Mea Malawi. Belahan jiwanya itu terlihat sangat cantik! Sangat memukau!

Di bawah kekuasaan mata bajak Amar Mea Malawi, Mary Aram kembali terikat dalam penyatuan. Benih-benih cinta tercurah bertaburan di lahan subur, mengantar keduanya ke puncak getaran kasih sayang.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • CINTA BUKAN SEPENGGAL DUSTA   Bab 99. Teka-Teki

    "Mary Aram?" Boa Moza terkejut menatap ambang pintu utama rumah persemayaman jenazah. "Bukan kah yang di sana tadi, Mary Aram?"Boa Moza menoleh menatap perawat Patsy, dengan tatapan tidak mengerti. Perawat Patsy juga masih tertegun bingung, dengan apa yang dilihatnya. "Ya, benar! Yang barusan kita lihat adalah Nona Besar!" Perawat Patsy segera berlari menuju pintu utama rumah persemayaman. "Cepat sekali menghilang? Tidak ada siapa-siapa di luar?"Sejenak ia menjelajahi taman kecil di depan rumah persemayaman jenazah. Tidak ada siapa pun di sekitar taman. Tanpa banyak bicara Boa Moza kembali ke ruangan Mary Aram di rawat. "Mary Aram, kau membuatku ikut terkena serangan jantung!"Langkah lebarnya, mempersingkat waktu. Sesampai di ruang perawatan Mary Aram, tirai merah telah disingkirkan. Sebab jenazah tuan besar Felix Aram telah dipindahkan ke gedung persemayaman jenazah."Mary Aram? Kau telah bangun?" Boa Moza menggeser pintu dan menyibak tirai pemisah ruangan.Seorang perawat me

  • CINTA BUKAN SEPENGGAL DUSTA   Bab 98. Duka Yang Mencekik

    "Tuan Besar Boa Moza! Dokter Felix Aram telah berpulang kepada SANG PENCIPTA, tiga puluh menit yang lalu," seorang dokter senior menandatangani selembar kertas. "Maafkan kami, Tuan Besar Boa Moza," dokter senior membungkuk memberi hormat, tanda berduka."Tidak mungkin!" Boa Moza sangat terkejut. Sebab tidak ada tanda-tanda atau firasat jika kakaknya itu akan berpulang kepada Yang Maha Agung SANG PENCIPTA."Kakakku tidak mungkin meninggal! Semalam kami berbincang santai, bahkan kakakku bercanda dengan cucu-cucunya," Boa Moza tidak percaya apa yang dilihat dan didengarnya. "Kakakku itu tertawa bahagia saat menidurkan anak dokter Miseaz di pangkuannya.""Kesedihan mendalam akan nona besar Aram dan tuan muda Mea Malawi putra adatnya, merupakan tekanan berat bagi dokter Felix Aram. Hal itu memicu terjadinya serangan jantung.""Sekali lagi! Ini tidak mungkin!" Boa Moza sangat terpukul, mendapati Dokter Felix Aram berbaring memeluk Mary Aram putri tunggalnya yang koma hampir empat bulan.P

  • CINTA BUKAN SEPENGGAL DUSTA   Bab 97. Tirai Merah Di Ambang Pintu

    "Adam Miseaz? Bagaimana bisa, kau ada di sini?" Desis Boa Moza menahan sakit yang mulai menguasai tubuh. Samar-samar wajah Adam Mizeaz tersenyum ada di depan mata. Senyuman itu terasa aneh, mengandung banyak makna. 'Bagaimana bisa dokter itu berada di St. John? Bukankah seharusnya berada di St. Martin?'Bau anyir darah bercampur obat menguasai ruangan, denting peralatan medis saling beradu.Di tengah setengah kesadarannya, Boa Moza merasakan jika dokter Adam Mizeaz mulai melakukan operasi."Kau heran Boa Moza, mengapa aku bisa di sini?" Suara tenang Adam Mizeaz memecah keheningan, dengan santai ia menangani operasi pengambilan peluru di bahu Boa Moza. "Tentu saja aku harus berada di sini, sebab orang yang sangat aku cintai sedang melangsungkan pernikahan.""Apa maksudmu Adam Mizeaz?" Gumam Boa Moza, hatinya sangat tidak nyaman dengan sikap Adam Mizeaz. "Ya! Aku sangat mencintai Mary Aram! Ia adalah obsesiku! Karena Mary Aram lah, aku berniat menjadi dokter. Agar derajatku sepadan

  • CINTA BUKAN SEPENGGAL DUSTA   Bab 96. Hati Seorang Ibu

    Sangat sakit! Kaku! Sakit yang luar biasa pada punggung itu begitu dominan, membuat sekujur tubuh yang lain mati rasa. Perlahan tubuh menjadi basah oleh cairan hangat! Mary Aram pun tumbang ke lantai.'Keterlaluan! Sungguh keterlaluan! Apa salahku? Mengapa orang-orang begitu kejam padaku?''Tidak cukupkah ayahku, berbuat kebaikan kepada mereka? Mengapa mereka menginginkan nyawaku?'Di tengah perasaan sakit dan malu, Mary Aram berusaha untuk bangkit. Seulas senyum tersungging di sudut bibirnya. 'Ya SANG PENCIPTA Yang Maha Agung, ampunilah orang-orang ini! Aku serahkan perbuatan mereka ke dalam tanganMU SANG PENCIPTAku Yang Maha Agung. '"Istriku!" Boa Moza segera mengangkat Mary Aram, bersamaan dengan Abee Bong Moja."Mary Aram!" Abee Bong Moja berusaha mengambil alih tubuh Mary Aram."Menyingkir! Kau tidak ada hak atas istriku!" Boa Moza mendesak tubuh Abee Bong Moja agar menjauh dari istrinya."Boa Moza! Ia tunanganku!" Abee Bong Moja bersikeras merebut tubuh Mary Aram."Hah! Lihatl

  • CINTA BUKAN SEPENGGAL DUSTA   Bab 95. Perseteruan Sengit

    Dari tangga ruang lonceng dapat terlihat jelas ritual pernikahan suaminya dengan Alda Bong Moja.Tangis pilu Mary Aram semakin tidak terbendung, melihat Alda Bong Moja menerima dupa wangi dari biksu kepala lalu berjalan mengitari Boa Moza. Dari balik cadar pengantin yang transparan, dapat terlihat jelas senyum manis mengembang di wajah wanita itu."Suamiku apapun yang terjadi, aku percaya kepadamu. Namun hatiku tidak bisa menerima wanita itu, dia akan menjadi duri dalam rumah tangga kita.""Ini rumah tangga kita, keluarga kita! Sangat keterlaluan berbagi tempat tidur bersama wanita lain."Dupa wangi telah mengitari pengantin pria, saatnya berganti dengan nyala api mengitari pengantin wanita.Hati Mary Aram semakin tersayat kepedihan, melihat suaminya membawa api dalam bokor tembaga berjalan mengitari pengantin wanita. "Mary Aram, kau harus percaya pada suamimu!" Wanita itu menangis seorang diri, sambil memukul-mukul bahunya. "Aku harus percaya! Aku harus percaya suamiku!"Doa-doa ri

  • CINTA BUKAN SEPENGGAL DUSTA   Bab 94. Hati Yang Terbelah. 

    "Kalian bawa anakku ke menara Timur.""Baik Nyonya besar."Perawat Ellen membawa Hegan Boa keluar, sesampai di ambang pintu ia menoleh. Perawat itu mencemaskan Mary Aram, hatinya tidak tega mendapati suami majikannya direbut paksa tepat pada hari pernikahan. "Namun, apakah Nyonya besar tidak masalah jika kami tinggal?""Kalian jangan cemas, aku baik-baik saja," Mary Aram tersenyum, wajahnya tampak tenang, namun tampak jika sedang mengendalikan perasaan luka. Berlalunya kedua perawat, Mary Aram membuka kotak kayu di hadapan di atas meja. Ia mengeluarkan seuntai kalung dan sebuah cincin perak. Pada liontin kalung serta cincin itu berlambang burung Cendrawasih.Selain itu masih ada sebuah cincin emas berlambang kepala singa. Kedua cincin itu adalah cincin pria, yang longgar di jari Mari Aram. Ia menyematkan kedua cincin itu pada kalung perak, lalu mengenakannya.Lonceng pernikahan kembali terdengar. Mary Aram menarik napas dalam, lalu beranjak meninggalkan kediamannya melalui balkon.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status