Mereka ke Kota Sin Chuan dengan menggunakan Pesawat. Agar lebih cepat ke tujuan. Sesampainya di Kota Sinchuan Eric segera membawa Christy ke Rumah Sakit.
Perlahan Christy menghampiri tempat tidur Nyonya Xie. "Ma, aku disini". Ucap Christy seraya memegang lembut tangan Nyonya Xie. Mendengar suara Christy yang memanggilnya Nonya Xie pun terbangun. "Christy Putriku, kau disini". Ucap Nyonya Xie dengan senang. "Ya, Ma". Jawab Christy. Nyonya Xie memandang Eric, di matanya masih terisrat kemarahan pada Putranya itu. "Ma, sudahlah aku sudah msmbawa Christy ke sini bukan ?". Ucap Eric. "Kau ini, jika bukan karena perbuatanmu. Christy sudah akan benar-benar menjadi Putriku !". Ucap Nyonya Xie penuh kemarahan pada Putranya itu. "Ma, sudahlah. Aku akan selalu menjadi Putrimu . Ucap Christy menenangkan Nyonya Xie. Eric dan Christy menemani Nyonya Xie sampai malam hari, setelah itu Nyonya Xie meminta Christy beristirahat di rumahnya karena apartemen Chirsty di sini sudah di sewakan. "Eric aku akan tidur di hotel saja," ucap Christy. "Apa kau ingin aku mengadukannya kepada Mama," ancam Eric. "Kau....," Christy tak bisa berkata-kata lagi, karena Eric sedikit-sedikit mengancamnya dengan kisah klasik balas budi itu. Sementara itu Edward tidak bisa tidur nyenyak memikirkan saat ini Christy sedang bersama Eric. Edward terbangun duduk di tempat tidurnya sambil mengusap-ngusap keras wajahnya dan mengacak-ngacak rambutnya. Edward Gu berdiri dan membuka pintu kamar apartemennya, menghirup udara malam di balkon sambil telak pinggang. "Tidak bisa begini, aku harus menjemputnya. Sebagai sekeretarisku Banyak pekerjaan yang harus dia kerjakan, seperti halnya membuatkan kopi untuk ku," pikir Edward. "Ya, ya aku harus segera menjemputnya," pikir Edward Gu lagi. Edward mengirim pesan kepada Yuri agar memberikan alamat Christy di Kota Sinchuan. Yuri juga memberikan alamat tidak serumah yang bisa dihubungi jika terjadi sesuatu pada dirinya, dan Christy mencantumkan alamat rumah Nyonya Xie. Pagi-Pagi sekali Edward sudah berada di Bandara, ya dia akan pergi ke Kota Sinchuan dengan dalih membawa pekerjaan. Bukankah Textile Gu memiliki Pabrik disana. Jadi Edward merasa ini bisa menjadi alibi yang tepat baginya untuk pergi kesana menyusul Christy Xu. Di rumah Nyonya Xie, Christy bangun pagi-pagi sekali untuk msmbuat sarapan. Eric bangun karena mencium bau wangi harum masakan yang Christy buat. Eric keluar kamar dan melihat siluet pagi pemandangan wanita sederhana yang sedang memasak di dapur rumahnya. "Eeeheem," Eric berdehem sambil memasuki dapur. Christy berbalik, melihat Eric sebentar lalu menaruh bubur yang baru saja dia buat di atas meja . "Makanlah!" ucap Christy. Mereka berdua duduk dan makan dengan tenang, sampai pintu bel rumah Eric berbunyi. "Biar aku saja yang membukakan pintu," ucap Chirsty. Begitu buka pintu, Christy terkejut melihat Edwrad Gu berdiri sambil bersedekap. "Direktur Gu," ucap Christy dengan bingung keheranan. Mata Edward Gu menajam melihat kimono tidur berbahan sutra. Kimono itu semakin memperlihatkan lekuk tubuh Christy. "Apa-apaan wanita ini memakai baju tidur seperti ini," ucap Edward Gu dalam hati dengan marah. "Apa ini yang kau pakai ?" tanya Edward "Ah ini, aku meminjamnya, karena tidak sempat berkemas," jawab Christy. Eric menyusul Christy yang tak kunjung kembali ke dapur, Eric juga sama terkejutnya dengan Christy ketika melihat Direktur Gu berdiri di depan pintu rumahnya sambil bersedekap "Apa kalian tidak mengundangku masuk ?" tanya Edward Gu. Christy tetap memandang heran kepada Edward Gu. "Dia kenapa bisa sampai disini?" pikir Christy.TAK INGIN BERBAGI
Sebagai Tuan Rumah, Eric tentu saja bersopan santun. "Silahkan masuk Tuan," ucap Eric Xie "Kami sedang sarapan bersama, apakah kau ingin bergabung dengan kami," ajak Eric. Alis Edward Gu meninggi, "Christy memasak untuknya ?" tanya Edward dalam hati. "Tentu saja Tuan, maaf telah merepotkan," Edward menerima tawaran Eric "Kalau begitu silahkan masuk," ucap Eric. Edward pun ikut masuk pergi ke dapur rumah Eric Xie. Christy mengambilkan semangkuk bubur lagi untuk diberikan kepada Edward. Edward melihat Christy sudah sangat hafal dengan keadaan dapur rumah Eric Xie. Sedari kecil menghabiskan waktu disini sudah tentu Christymhafal setiap bagian rumah ini. Christy memberikan mangkuk bubur buatannya kepada Edward. Tiba-tiba Edward berdiri , membuka jas nya lalu menutupi tubuh christy. Melihat dia memasak untuk laki-laki lain saja sudah membuatnya kesal setengah mati, apalagi membiarkan laki-laki lain memandangi tubuh Christy, sungguh Edward tidak ingin berbagi. "Eeh, ini apa? Eem. Tuan," ucap Christy kebingunggan. "Pakailah itu, jangan di lepas. Bajumu terlalu tipis. Nanti bisa-bisa kau terkena flu dan sakit," ucap Edward memberikan perhatiannya. "Isssh," ucap Christy sambil memanyunkan bibirnya. Eric memperhatikani interkasi dua sejoli ini dengan pandangan tidak senang. Lalu teringat kejadian waktu mereka bertemu pertama kali. "Apakah luka-lukamu tidak meninggalkan bekas Tuan?" tanya Edward. Edward menyadari Eric sedang menanyakan kejadian ketika di Apartemen Christy. "Ya tentu saja, pengobatan sekarang sudah sangat maju hanya luka kecil saja bukan sebuah masalah," jawab Edward. Christy mengernyitkan alisnya. "luka apa, siapa yang terluka, dan kau mengapa bisa mengetahuinya ?" tanya Chirsty kepada Eric. "Apa kalian sudah saling mengenal lama ?" tanya Christy kepada Edward dan Eric. Mendengar pertanyaan Christy, Eric merasa kaget, Apakah Chirsty tidak mengenali laki-laki yang duduk disebelahnya adalah pria yang ada di Apartemennya malam itu. "Apakah pada saat itu Edward Gu hanyalah seorang pria asing saja ketika itu, pria asing yang sedang di tolong oleh Christy," pikir Eric. Christy memandangi Eric, dan menagih penjelasan. "Eheem," Eric Berdehem. Melihat Edward yang diam saja akhirnya Eric buka suara "Chirsty bukankah kau yang paling tahu jelas, karena kau yang mengobati Tuan Edward waktu itu bukan, dimalam ketika aku mendatangimu ke Apartemenmu," ucap Eric Xie. Christy menatap Edward yang terdiam tanpa kata. "Pria ini, pria tanpa ucapan terima kasih waktu itu?" pikir Christy sambil mencoba mengingatnya. "Apakah benar yang dikatakan Eric Tuan Edward ?" tanya Christy Serius. "Eem...." Edward mengangguk mengiyakan. Christy segera berdiri dari kursinya. "Jadi selama ini kau mengenaliku?" tanya Christy sambil bersedekap. "Pantas saja dia menempatkanku di posisi sekretaris padahal seharusnya aku hanya menempati posisi staff admin," pikir Christy. Christy begitu marah, di tambah lagi terkadang Edward suka menindas dan sewenang-wenang kepadanya. Mewajibkan Christy selalu patuh pada perintahnya. Memimirkannya Christy benar-benar dibuat kesal olehnya. Menatap Edward dengan penuh rasa kacau, lalu pergi meninggalkan dua pria itu di dapur. "Apa kau sedang mencoba memenangkan hatinya, Tuan Edward?" tanya Eric Xie. Edward hanya diam memandangi Eric dengan tatapan Provokasinya. "Aku beritahu Tuan, Tidak akan mudah mengambil hatinya. Dia bukan orang yang dengan mudah memberikan hatinya, dan ketika dia sudah memberikan hatinya maka ia akan sulit melepas," ucap Eric seakan-akan ingin menegaskan bahwa Christy masih sulit melepaskan dirinya. "Bagaimana pun kami tumbuh bersama, jadi sedikit banyaknkau pasti paham dengan yang kukatakan," ucap Eric lagi. "Apa menurutmu aku akan mendengarkan pria pecundang sepertimu yang bahkan tidak bisa membedakan mana berlian dan mana sampah". Ucap Edward merendahkan. "Percayalah Christy akan menjadi wanitaku, karena aku menginginkannya," ucap Edward dengan tegas.Edward mendekati Christy dengan langkah tenang, meski jelas terlihat rasa khawatir menguasainya. "Christy..." suaranya lembut, tetapi sarat dengan perasaan. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika aku terlambat."Christy menatapnya dengan mata yang masih sedikit buram karena peristiwa barusan. Dia mencoba tersenyum, meskipun rasa lelah begitu nyata di wajahnya. "Aku baik-baik saja, Edward. Kau menyelamatkanku... seperti biasa."Edward mengulurkan tangannya, menyentuh lembut wajah Christy. Jarinya yang hangat menyusuri pipinya yang masih sedikit basah oleh air mata. "Kau selalu kuat. Lebih kuat dari yang kau kira."Christy merasa ada sesuatu yang berubah dalam cara Edward menatapnya saat ini. Seolah-olah beban yang lama menghimpit perasaan mereka berdua mulai terangkat. Untuk pertama kalinya, ada kelegaan di antara mereka. Meski tubuhnya masih gemetar, hatinya mulai merasakan kehangatan dari kehadiran Edward yang begitu dekat."Edward..." Christy mencoba mengumpulkan kekuatannya unt
Saat Yvone mengangkat pisau, waktu seolah melambat. Wajahnya penuh kebencian, napasnya terengah-engah, dan matanya memancarkan kegilaan yang tak terkendali. Dia melangkah maju, siap menyerang Christy yang masih tergeletak lemah di lantai."Yvone! Jangan!" seru Edward dengan suara penuh kekhawatiran, namun Yvone sudah terlanjur dikuasai oleh emosi dan obsesinya yang tak terbendung.Christy, meskipun lemah, tahu bahwa ini adalah titik kritis. Dia mencoba bergerak, tetapi tubuhnya terlalu lelah dan nyeri akibat pergulatan sebelumnya. Pisau yang dipegang Yvone berkilat di bawah cahaya ruangan, dan Christy hanya bisa menatap dengan perasaan campur aduk antara ketakutan dan ketidakberdayaan.Tepat saat Yvone hendak menyerang, Edward melangkah cepat, berlari menuju Yvone dan meraih pergelangan tangannya. Gerakannya cepat dan tepat, tetapi Yvone melawan dengan sekuat tenaga. "Lepaskan aku, Edward! Aku harus melakukannya! Aku harus menyingkirkannya!" teriak Yvone histeris, berusaha melepaskan
Christy berdiri tegak di ambang pintu kamar, tubuhnya masih lemah tapi tatapannya penuh determinasi. Dia yang biasanya bisa menyembunyikan kegelisahannya dengan tenang, kini terlihat sangat terganggu. Ruangan itu seolah dipenuhi oleh ketegangan yang kian memuncak."Yvone," ujar Christy lagi, kali ini lebih tegas. "Kau selalu berada di bayang-bayang, merancang sesuatu. Tapi Edward tidak akan tinggal diam lagi. Kau tidak akan pernah bisa menggantikan posisiku di hidup Edward."Yvone tertawa kecil, namun senyumnya penuh kepahitan. "Kau tahu apa yang membuatku muak, Christy? Aku selalu pandai berpura-pura menjadi korban. Setiap orang di sekitarku akan berlutut untuk melindungiku, padahal aku tidak lemah dan tak berdaya!"Christy terdiam sejenak, menatap Yvone yang kini terlihat lebih seperti seseorang yang arogan manipulatif. "Yvone, kau yang membuat hidup ini menjadi pertarungan yang tidak pernah kuminta.""Omong kosong!" teriak Yvone, matanya berkilat marah. "Sejak kau muncul, semua or
Di ruangan kerja Edward, suasana semakin memanas. Jia He berkutat dengan laptopnya, berusaha mencocokkan untuk data dari rekaman dengan berbagai database, mencari tahu siapa wanita yang ditemui oleh Mark. Sementara itu, Edward berdiri dengan tangan mengepal, mengamati layar dengan mata menyipit, berharap petunjuk berikutnya segera muncul."Apakah kau sudah mendapatkan sesuatu?" tanya Edward dengan nada mendesak.Jia He mengangguk cepat. "Aku sedang mengolah pengenalan wajah dari video. Prosesnya mungkin butuh sedikit waktu."Edward berjalan mondar-mandir, pikirannya melayang kembali pada Christy. Ingatan tentang malam ketika semuanya berubah terus menghantuinya. Jika dia tidak datang tepat waktu, pasti Christy terluka, dan jika itu terjadi dia pasti tidak akan bisa mengampuni dirinya. Namun, yang tidak bisa dia lepaskan adalah firasat bahwa ini bukan kebetulan."Tunggu!" seru Jia He tiba-tiba. "Aku mendapatkan kecocokan! Wanita yang terlihat bersama pelaku. Dia… ini sebaiknya kau lih
Sambil melajukan mobilnya, Yvone terus berpikir tentang apa yang terjadi. Meskipun di dalam hatinya ada rasa khawatir untuk Christy, dia tidak bisa menahan diri untuk merasa sebal. Kenapa Christy selalu menjadi pusat perhatian? Bagaimana mungkin semua orang melupakan perannya dalam skenario yang sebenarnya?Di sisi lain, di dalam ruangan yang dipenuhi dengan teknologi canggih, Jia He sudah mulai mendapatkan gambaran dari pemantauan kamera. "Oke, aku menemukan beberapa rekaman di area sekitar. Mari kita lihat apa yang bisa kita temukan," ujarnya dengan penuh semangat. Edward mendekat ke layar, matanya menyipit fokus pada setiap gerakan yang ditampilkan."Ini dia!" seru Jia He. Layar menampilkan sosok seorang pria yang terlihat mencurigakan. Dia tampak gelisah, seperti sedang mencari seseorang. Edward menjulurkan lehernya, memperhatikan setiap detail."Ini rekaman dari beberapa jam sebelum kejadian," jelas Jia He. "Dia terlihat berbicara dengan seseorang sebelum Christy datang. Mungkin
Edward melajukan mobilnya sementara Christy masih menangis sampai tertidur. Dia membawa pulang Christy ke rumah tua Gu, berharap ibunya dapat menghibur Christy. Ketika sampai wanita itu masih terpulas di kursi mobil Edward.Dengan lembut Edward menggedong Christy masuk ke rumah tua, Nonya Gu langsung saja menghampiri, "Apa yang terjad?" tanyanya."Dia demam?" ujar Nyonya Gu sembari mengusap kening Christy.Nyonya Gu membuka pintu kamar tamu, lalu Edward nerebahkan Christy di ranjang besar itu. dia mengelus pipi halus wanitanya itu. hatinya merasa marah ketika mengetahui Christy akan di gagahi oleh pria lain. Sementara, dia selama ini benar-benar menjaga Christy seperti porselen tapi malah ada laki-laki asing yang sengaja ingin menjamahnya.Edward menarik Nyonya Gu keluar dari kamar tamu Lalu menceritakan tentang apa yang baru saja terjadi. Mendengarnya jelas saja membuatnya marah, "Temukan siapa pun pelakunya, tak peduli jika kita mengenalnya.
Eric diberi tahu nomor kamar Christy lalu pergi kesana dengan membawa makanannya. Sementara itu Christy sedang berjuang melepaskan diri dari pelukan pria asing tersebut. Baju Christy sudah sedikit robek dan kesadaran Christy sudah mulai menghilang.'Prang' tangan Christy masih berhasil menjatuhkan lampu yang ada di nakas samping ranjangnya. Eric yang mendengar ada sesuatu yang salah segera saja menendang pintu kamar Christy kuat-kuat sampai terbuka.Eric terkejut melihat ada pria di atas tubuh Christy. Eric melihat kedua mata Christy yang memandanginya dengan mata memerah berurai air mata.Menghabiskan masa-masa bertumbuh bersama, Eric memahami wanita seperti apa Christy. Eric segera saja menerjang masuk dan meraih pria asing tersebut dan memukulinya bertubi-tubi tanpa ampun.Edw
Yvone Menyeret Mu Tian Xing kedalam toilet, "Kau akan mengancurkan semua rencanaku," ujar Yvone dengan marah. "Rencanamu?" tanya Mu Tian Xing. "Emmm … maksudku, rencana kita?" Kilah Yvone. "Dengar! aku tidak ingin hal ini terjadi lagi!" ujar Yvone dengan nada menekankan. "Jika kau ingin menyingkirkan Christy, maka ikuti pengaturanku," ujar Yvone. Mu Tian Xing "…." Dengan rasa kesal, Mu Tian Xing pun pergi meninggalkan Textile Gu. Yvone benar-benar kesal dibuatnya. Yvone mengambil ponselnya, lalu menghubungi orangnya yang ada disana. "Bagaimana, apakah semua sudah siap?" tanya Yvone.&
Malam ini tidak ada lembur, karena itu Christy bisa pulang tepat waktu. Chirsty menerima pesan dari Edward agar tidak perlu pergi berbelanja karena Edward sudah mengisi penuh isi kulkasnya.Christy tiba dan masuk ke apartemennya, Christy melihat Edward berbaring malas di sofanya. Chirsty mengganti sepatunya dengan sandal rumah."Tunggu ya, sebentar lagi aku akan memasak untukmu," ujar Christy seraya membungkuk sedikit dan mencium kening Edward."Emm …." jawab Edward sambil terus memperhatikan acara televisi yang sedang dia lihat.Chirsty mencuci muka, tangan dan kakinya bersalin pakaian casual barulah mulai memasak untuk Edward. Edward menghampiri Christy ketika wangi makanan sudah mulai tercium. Edward memeluk Christy dari belakang dan meletakan dagunya di bahu Christy.&n