Melihat Presdir Gu menatapnya dengan tatapan investigasi Christy pun langsung membela diri.
"Tenang saja Presdir Gu, makanan yang baru saja kumasak ini aman dan steril," ucap Christy kepada Edward Gu. Christy hanya menyiapkan satu set makan malam, karena tadi meski makan sedikit dia sudah merasa kenyang. Bagaimana mungkin selera makannya tidak menghilang jika tadi baru saja di kejar-kejar dan digelitiki. "Direktur, silahkan menikmati makan malamnya," ucap Chirsty sambil berlalu pergi mandi. Christy nampak kebingungan melihat beberapa barang di kamar mandinya berubah. "Sikat gigi berpasangan," ucapnya sambil mengernyitkan alisnya. "Bukaknkah ini hanya kesepakatan saja untuk menemani dia berpura-pura, kenapa harus berakting sampai seserius ini," gumam Christy dalam hati sambil melihat Kimono yang sama yang tadi di pakai oleh Edward Gu. "Ah sudahlah, sultan bebas. Mau apa saja juga bisa," gumamnya lagi dalam hati dan mengguyur tubuhnya dengan air dari shower. Setelah mandi Christy merasa sangat segar, Christy mencuci rambutnya dengan Shampoo beraroma white musk. Aroma paduan dari aroma pir yang manis dan essence bunga mawar dan melati. "Praaang," terdengar bunyi piring pecah. Christy segera mengambil kimono yang tergantung dan memakainya lalu bergegas keluar ke arah dapur. Christy melihat Edward Gu sedang terpaku melihat piring yang pecah itu. Terlihat di tangan Edward busa-busa sabun masih menempel. Christy segera menghampirinya. "Direktur Gu apa yang sedang kau lakukan ?" tanya Christy. "Aku hanya ingin mencoba bagaimana rasanya mencuci piring," hawabnya enteng. "Ya Tuhan," gumam Christy dalam hati. "Dikretur seharusnya tidak perlu repot, biarkan aku yang membereskannya saja," ucap Christy sambil mengambil tangan Edward Gu dan mencucinya di kran cuci piring. Edward Gu, mematung sejenak mencium wangi segar dari rambut Christy yang masih terlihat basah tersebut. Lalu tersenyum menyadari Christy memakai kimono handuk yang baru saja dia bawa tadi. Di bagian sebelah kanan kimono handuk yang Christy pakai tersebut terdapat sebuah bordiran nama, 'Edward'. Sedangkan kimono handuk yang Edward pakai ada bordiran tertulis 'Christy'. Meski ini hanya hal sederhana, tapi hati Edward membuncah senang bukan main. Jelas pengalaman ini sangat berbeda ketika dia dengan wanita-wanita yang selalu ingin bersamanya. Mengenai hal benda-benda berpasangan ini baru pertama kalinya Edward mencoba melakukannya dengan seorang wanita. "Direktur," panggil Christy membuyarkan lamunan Edward Gu. "Direktur, kau duduk saja di sofa, aku akan membereskan kekacuan di dapurku yang baru saja kau perbuat," ucap Christy sambil menunjuk ke arah sofa. Christy mengambil sapu yang ada di ujung dapur. Lalu mulai menyapu dan membersihkan serpihan beling-beling yang ada di lantai tersebut. "Tuan muda mencoba mencuci piring," gumam Christy dalam hati sambil mentertawai tingkah Edward Gu yang baru saja terjadi. Usai membersihkan serpihan beling, Christy melihat Edward sudah nampak rapih dengan setelan kemeja putih dan celana jeans nya. "Direktur, apa masih ada lagi yang perlu ku kerjakan ?" tanya Christy "Aku menaruh beberapa setel bajuku di lemarimu !" jawab Edward Gu. "Kau jangan berani membuangnya !" ucap Edward Gu lagi. "Apa, simpan baju di lemariku ? apa otak dia hari ini kena bola sepak kah ?" gumam Christy dalam hati dengan kesal. Dengan ragu Christy bertanya . "Apa kau berencana tinggal disini ?" tanya Chirsty terbata.KEMBALI KE SIN CHUAN
Christy merebahkan tubuhnya di singgle bed nya itu. "Dikretur Gu, benar-benar orang yang aneh," ucap Christy dengan kesal. Ketika Christy membalikan badanya dia melihat keanehan pada foto yang ada di atas mejanya. Christy mengamati lebih dekat. "Ini, eem. Siapa yang merobek foto kelulusanku ?" tanya Chirsty dalam hati. "Apakah Direktur Gu yang melakukannya ?" Chirsty bertanya-tanya dalam hati. "Ah sudahlah, hal yang bagus jika wajah Eric Xie menghilang dari foto ini," ucap Christy dan merebahkan tubuhya lagi di singgle bed nya itu untuk tidur. Hari ini dia benar-benar kelelahan meladeni kekonyolan Dirketur Gu . Keesokan paginya Christy dan Yuri sudah berada di kantor pagi-pagi sekali, christy menyerahkan kembali tugas-tugas Yuri yang dia tangani selama Yuri pergi dinas dengan Direktur Gu. Ding pintu lift terbuka, Yuri dan Christy menoleh dan memberi salam. "Selamat pagi Direktur Gu," ucap Christy dan Yuri bersamaan. Edward Gu menghentikan langkahnya lalu menatap Christy. "Buatkan aku kopi !" perintahnya. "Baik Direktur," jawab Christy. Di dalam Pantry Christy bersungut-sunguk kesal, "sebenarnya aku ini pelayannya atau sekretarisnya ? mengapa sedikit-sedikit dia memintaku memasak, membuat kopi, membelikan makanan kesukaannya." "Aah dasar pria aneh," ucapnya lagi dalam hati. Christy mengetuk pintu ruangan Dirketur Gu. Christy masuk lalu meletakan segelas kopi yang baru saja dibuatnya. Dan segera pergi meninggalkan ruangan itu. Wajah Christy nampak lega karena Edward tidak menjahili dia kali ini. Christy kembali ke mejanya, dan mulai bersibuk kembali dengan pekerjaan administrasi dan yang lainnya berkaitan dengan jadwal Edward. Sementara Yuri dan Edward sedang melakukan meeting manajemen bulanan. Sedang Asyik serius, tiba-tiba ponsel Christy berdering. "Eric Xie," alis Christy berkerut bertumpuk. "Mau apa lagi pria ini dariku," ucap Christy dalan hati namun tetap mengangkat panggilan darinya. "Halo Christy, Ibuku sedang sakit parah dan selalu memanggil-manggil namamu. Kau ikutlah pulang bersamaku. Aku akan menjemputmu," ucap Eric Xie. "Eeh ini. Bagaiaman bisa. Eem kenapa aku harus menurutimu," ucap Christy. "Christy dari semasa kecil kau berada dalam pengasuhan ibuku, apakah kau sudah lupa ?" tanya Eric Xie. Christy menahan air matanya agar suaranya tidak terdengar sengau karena menangis. "Pria ini kenapa tidak bisa jauh-jauh saja dariku, apa dia sudah melupakan luka yang dia berikan kepadaku," Christy membatin. "Baiklah jemput aku di perusahaan Textile Gu," ucap Christy. Dalam waktu 30 menit Eric Xie telah berada di luar gedung Textile Gu. Christy mengambil secarik kertas dan menulis sebuah pesan kepada Yuri. "Aku akan kembali ke Kota Sin Chuan, ada hal darurat yang harus segera ku urus," isi pesan Christy kepada Yuri. Christy bergegas menemui Eric Xie, dan bergegas masuk ke mobilnya. "Eem, ini apakah tidak akan membuat istrimu marah ?" tanya Christy. "Ibuku yang ingin menemuimu, aku hanya mengantarkanmu saja," ucap Eric Xie dengan datar. Christy hanya diam saja mendengar perkataan Eric Xie. Dia sudah terlalu malas untuk berdebat dengan Eric. Di Gedung Textile Gu, Rapat telah selesai. Edward melirik ke meja Christy yang kosong dan mngernyitkan alisnya merasa heran. "Kemana Nona Christy ?" tanya Edward Gu serius kepada Yuri. Yuri menyerahkan secarik kertas yang Christy tulis dengan tangan gemetar. "Direktur ini ada pesan yang Christy tinggalkan," ucap Yuri. Edward membacanya lalu meremas kertas itu dan membuangnya ke tempat sampah dengan hati kesal. "Kota Sin Chuan, apakah dia pergi bersama pria itu, Eric Xie," ucap Edward dalam hati. "Tentu saja tidak ," jawab Edward Gu sambil menyentil kening Christy lalu pergi berlalu keluar dari Apartemen Christy dengan tersenyum. "Aah," ucap Christy sambil mengusap-ngusap keningnya.Edward mendekati Christy dengan langkah tenang, meski jelas terlihat rasa khawatir menguasainya. "Christy..." suaranya lembut, tetapi sarat dengan perasaan. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika aku terlambat."Christy menatapnya dengan mata yang masih sedikit buram karena peristiwa barusan. Dia mencoba tersenyum, meskipun rasa lelah begitu nyata di wajahnya. "Aku baik-baik saja, Edward. Kau menyelamatkanku... seperti biasa."Edward mengulurkan tangannya, menyentuh lembut wajah Christy. Jarinya yang hangat menyusuri pipinya yang masih sedikit basah oleh air mata. "Kau selalu kuat. Lebih kuat dari yang kau kira."Christy merasa ada sesuatu yang berubah dalam cara Edward menatapnya saat ini. Seolah-olah beban yang lama menghimpit perasaan mereka berdua mulai terangkat. Untuk pertama kalinya, ada kelegaan di antara mereka. Meski tubuhnya masih gemetar, hatinya mulai merasakan kehangatan dari kehadiran Edward yang begitu dekat."Edward..." Christy mencoba mengumpulkan kekuatannya unt
Saat Yvone mengangkat pisau, waktu seolah melambat. Wajahnya penuh kebencian, napasnya terengah-engah, dan matanya memancarkan kegilaan yang tak terkendali. Dia melangkah maju, siap menyerang Christy yang masih tergeletak lemah di lantai."Yvone! Jangan!" seru Edward dengan suara penuh kekhawatiran, namun Yvone sudah terlanjur dikuasai oleh emosi dan obsesinya yang tak terbendung.Christy, meskipun lemah, tahu bahwa ini adalah titik kritis. Dia mencoba bergerak, tetapi tubuhnya terlalu lelah dan nyeri akibat pergulatan sebelumnya. Pisau yang dipegang Yvone berkilat di bawah cahaya ruangan, dan Christy hanya bisa menatap dengan perasaan campur aduk antara ketakutan dan ketidakberdayaan.Tepat saat Yvone hendak menyerang, Edward melangkah cepat, berlari menuju Yvone dan meraih pergelangan tangannya. Gerakannya cepat dan tepat, tetapi Yvone melawan dengan sekuat tenaga. "Lepaskan aku, Edward! Aku harus melakukannya! Aku harus menyingkirkannya!" teriak Yvone histeris, berusaha melepaskan
Christy berdiri tegak di ambang pintu kamar, tubuhnya masih lemah tapi tatapannya penuh determinasi. Dia yang biasanya bisa menyembunyikan kegelisahannya dengan tenang, kini terlihat sangat terganggu. Ruangan itu seolah dipenuhi oleh ketegangan yang kian memuncak."Yvone," ujar Christy lagi, kali ini lebih tegas. "Kau selalu berada di bayang-bayang, merancang sesuatu. Tapi Edward tidak akan tinggal diam lagi. Kau tidak akan pernah bisa menggantikan posisiku di hidup Edward."Yvone tertawa kecil, namun senyumnya penuh kepahitan. "Kau tahu apa yang membuatku muak, Christy? Aku selalu pandai berpura-pura menjadi korban. Setiap orang di sekitarku akan berlutut untuk melindungiku, padahal aku tidak lemah dan tak berdaya!"Christy terdiam sejenak, menatap Yvone yang kini terlihat lebih seperti seseorang yang arogan manipulatif. "Yvone, kau yang membuat hidup ini menjadi pertarungan yang tidak pernah kuminta.""Omong kosong!" teriak Yvone, matanya berkilat marah. "Sejak kau muncul, semua or
Di ruangan kerja Edward, suasana semakin memanas. Jia He berkutat dengan laptopnya, berusaha mencocokkan untuk data dari rekaman dengan berbagai database, mencari tahu siapa wanita yang ditemui oleh Mark. Sementara itu, Edward berdiri dengan tangan mengepal, mengamati layar dengan mata menyipit, berharap petunjuk berikutnya segera muncul."Apakah kau sudah mendapatkan sesuatu?" tanya Edward dengan nada mendesak.Jia He mengangguk cepat. "Aku sedang mengolah pengenalan wajah dari video. Prosesnya mungkin butuh sedikit waktu."Edward berjalan mondar-mandir, pikirannya melayang kembali pada Christy. Ingatan tentang malam ketika semuanya berubah terus menghantuinya. Jika dia tidak datang tepat waktu, pasti Christy terluka, dan jika itu terjadi dia pasti tidak akan bisa mengampuni dirinya. Namun, yang tidak bisa dia lepaskan adalah firasat bahwa ini bukan kebetulan."Tunggu!" seru Jia He tiba-tiba. "Aku mendapatkan kecocokan! Wanita yang terlihat bersama pelaku. Dia… ini sebaiknya kau lih
Sambil melajukan mobilnya, Yvone terus berpikir tentang apa yang terjadi. Meskipun di dalam hatinya ada rasa khawatir untuk Christy, dia tidak bisa menahan diri untuk merasa sebal. Kenapa Christy selalu menjadi pusat perhatian? Bagaimana mungkin semua orang melupakan perannya dalam skenario yang sebenarnya?Di sisi lain, di dalam ruangan yang dipenuhi dengan teknologi canggih, Jia He sudah mulai mendapatkan gambaran dari pemantauan kamera. "Oke, aku menemukan beberapa rekaman di area sekitar. Mari kita lihat apa yang bisa kita temukan," ujarnya dengan penuh semangat. Edward mendekat ke layar, matanya menyipit fokus pada setiap gerakan yang ditampilkan."Ini dia!" seru Jia He. Layar menampilkan sosok seorang pria yang terlihat mencurigakan. Dia tampak gelisah, seperti sedang mencari seseorang. Edward menjulurkan lehernya, memperhatikan setiap detail."Ini rekaman dari beberapa jam sebelum kejadian," jelas Jia He. "Dia terlihat berbicara dengan seseorang sebelum Christy datang. Mungkin
Edward melajukan mobilnya sementara Christy masih menangis sampai tertidur. Dia membawa pulang Christy ke rumah tua Gu, berharap ibunya dapat menghibur Christy. Ketika sampai wanita itu masih terpulas di kursi mobil Edward.Dengan lembut Edward menggedong Christy masuk ke rumah tua, Nonya Gu langsung saja menghampiri, "Apa yang terjad?" tanyanya."Dia demam?" ujar Nyonya Gu sembari mengusap kening Christy.Nyonya Gu membuka pintu kamar tamu, lalu Edward nerebahkan Christy di ranjang besar itu. dia mengelus pipi halus wanitanya itu. hatinya merasa marah ketika mengetahui Christy akan di gagahi oleh pria lain. Sementara, dia selama ini benar-benar menjaga Christy seperti porselen tapi malah ada laki-laki asing yang sengaja ingin menjamahnya.Edward menarik Nyonya Gu keluar dari kamar tamu Lalu menceritakan tentang apa yang baru saja terjadi. Mendengarnya jelas saja membuatnya marah, "Temukan siapa pun pelakunya, tak peduli jika kita mengenalnya.
Eric diberi tahu nomor kamar Christy lalu pergi kesana dengan membawa makanannya. Sementara itu Christy sedang berjuang melepaskan diri dari pelukan pria asing tersebut. Baju Christy sudah sedikit robek dan kesadaran Christy sudah mulai menghilang.'Prang' tangan Christy masih berhasil menjatuhkan lampu yang ada di nakas samping ranjangnya. Eric yang mendengar ada sesuatu yang salah segera saja menendang pintu kamar Christy kuat-kuat sampai terbuka.Eric terkejut melihat ada pria di atas tubuh Christy. Eric melihat kedua mata Christy yang memandanginya dengan mata memerah berurai air mata.Menghabiskan masa-masa bertumbuh bersama, Eric memahami wanita seperti apa Christy. Eric segera saja menerjang masuk dan meraih pria asing tersebut dan memukulinya bertubi-tubi tanpa ampun.Edw
Yvone Menyeret Mu Tian Xing kedalam toilet, "Kau akan mengancurkan semua rencanaku," ujar Yvone dengan marah. "Rencanamu?" tanya Mu Tian Xing. "Emmm … maksudku, rencana kita?" Kilah Yvone. "Dengar! aku tidak ingin hal ini terjadi lagi!" ujar Yvone dengan nada menekankan. "Jika kau ingin menyingkirkan Christy, maka ikuti pengaturanku," ujar Yvone. Mu Tian Xing "…." Dengan rasa kesal, Mu Tian Xing pun pergi meninggalkan Textile Gu. Yvone benar-benar kesal dibuatnya. Yvone mengambil ponselnya, lalu menghubungi orangnya yang ada disana. "Bagaimana, apakah semua sudah siap?" tanya Yvone.&
Malam ini tidak ada lembur, karena itu Christy bisa pulang tepat waktu. Chirsty menerima pesan dari Edward agar tidak perlu pergi berbelanja karena Edward sudah mengisi penuh isi kulkasnya.Christy tiba dan masuk ke apartemennya, Christy melihat Edward berbaring malas di sofanya. Chirsty mengganti sepatunya dengan sandal rumah."Tunggu ya, sebentar lagi aku akan memasak untukmu," ujar Christy seraya membungkuk sedikit dan mencium kening Edward."Emm …." jawab Edward sambil terus memperhatikan acara televisi yang sedang dia lihat.Chirsty mencuci muka, tangan dan kakinya bersalin pakaian casual barulah mulai memasak untuk Edward. Edward menghampiri Christy ketika wangi makanan sudah mulai tercium. Edward memeluk Christy dari belakang dan meletakan dagunya di bahu Christy.&n