Share

BAB 4 RUMAH MEWAH*

Alex menyandarkan sepedah merahnya di dekat pagar dan berdoa semoga tidak mengganggu. Karena walaupun tidak menghalangi jalan siapapun tapi sepedah jelek itu nampak tidak cocok berada di sana dan sangat mengganggu pemandangan. Alex sempat ragu untuk memencet bel di tiang pagar. Padahal dulu waktu masih anak-anak dia sering iseng memencet bel di rumah-rumah gedong yang gerbangnya jarang terbuka dan berlari terbirit-birit setelahnya karena takut dikejar setan.

Alex memencet bel dan seorang satpam langsung mebukan pintu gerbang kecil di bagian samping.

"Hai Pak!" sapa Alex pada Pak Sarif.

Alex kenal dengan satpam yang bekerja di rumah mewah itu, anak perempuannya teman bermain Alex sejak SD. Sama-sama anak kampung memang biasa bermain bersama meski tinggal di kampung sebrang jalan. Sekarang mereka juga masih satu sekolah meski tidak satu kelas.

"Alex!" Bapak-bapak itu juga langsung mengenali Alex.

"Aku mau kerja Pak, buat ngasih makan kucing."

"Oh, jadi kamu yang kerja?" Pak Sarif langsung sumringah karena Alex anaknya juga suka membuat orang tertawa.

"Ya, Pak." Alex menggaruk kucir rambutnya yang sudah rapi.

"Tadi Pak. Haris sudah berpesan, ayo masuk." Alex dibukakan pintu lebih lebar.

"Bawa masuk saja sepedahnya."

"Tidak Pak, biar di luar saja gak akan hilang." Alex masih meringis kemudian langsung terpukau dengan pemandangan di dalam pagar.

"Wah rumahnya besar sekali ya, Pak?"

Alex melihat ke sekeliling halaman yang luas dengan taman, kolam air mancur ikan koi dan tanaman bonsai, sangat asri dan hijau.

"Tapi kenapa sepi sekali?"

"Memang tidak ada siapa-siapa. Pak. Haris jarang di rumah, lebih sering tinggal di luar negeri tapi sebulan ini dia selalu pulang ke sini. Sebenarnya kemarin bapak yang disuruh mengurus kucingnya, tapi bapak alergi sama kucing."

Pak Sarif bercerita sambil mengantarkan Alex ke dalam rumah dan Alex masih terus melongo. Rumah tiga lantai itu memiliki tangga marmer melengkung seperti di istana-istana Cinderela. Langit-langitnya tinggi dengan lampu chandelier kristal meyerupai rintik hujan dan memukau. Ada kubah di bagian tengah dan pilar-pilar besar menjulang sampai ke atap. Entah bagaimana orang bisa punya rumah semewah istana tapi jarang di huni. Kalau Alex punya rumah seperti itu dia pasti jadi malas keluar rumah.

"Dimana kandang kucingnya?" Alex menoleh ke sekeliling merasa aneh membayangkan ada kandang kucing di rumah seperti itu.

"Kucingnya ada di kamar khusus, mari kutunjukkan tapi aku tidak bisa ikut masuk karena akan langsung bersin-bersin." Pak Sarif mengakui dengan malu.

"Ya, Pak tidak apa-apa."

Alex masih terus melihat ke sekeliling, semua perabot mewah, dan lantainya mengkilat bisa untuk berkaca. Alex diajak menaiki anak tangga melengkung sampai di lantai dua. Anehnya sama sekali tidak ada foto keluarga atau siapapun yang tergantung di dinding. Alex jadi tidak tahu kira-kira seperti apa yang namanya Pak. Haris, sudah tua atau masih muda, sampai-sampai dia cuma tinggal berdua dengan kucing di rumah sebesar ini padahal dia kaya raya.

"Tadi Pak. Haris juga meninggalkan catatan untukmu."

Pak Sarif mengambil kertas lipat dari dalam laci di dekat bufet kaca untuk dia berikan kepada Alex.

Ada berapa baris tulisan tangan, Alex segera membacanya. Isinya mengenai aturan makan dan beberapa tips untuk menangani kenakalan kucingnya. Jika dibanding kucingnya Bang Nugie, kucing sultan ini memang jauh lebih banyak aturanya. Bahkan jenis makanan yang harus diberikan tiap harinya pun juga berfariasi dan harus ditimbang dulu agar BAB nya tidak berlebihan serta tidak obesitas. Berbeda dengan Bang Nugie yang melarang terlalu banyak memberi makan agar hemat karena mereka masih harus membeli beras.

"Yang itu kamarnya, yang di sebelah kiri tangga, jangan salah masuk yang sebalah kanan, itu kamar Pak.Haris."

Alex masih heran bagaimana kamar kucing dan kamar tuannya juga hampir sama, bisa-bisa Alex salah masuk kamar jika begini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status