Home / Rumah Tangga / CINTA SEORANG JANDA / Bagaimana menata hati

Share

Bagaimana menata hati

Author: Putri Alw
last update Huling Na-update: 2022-10-16 10:41:09

"ASTAGA... PRASS!! LIAT ANAK KAMU," pekik ibu mertuaku. Tentu saja aku kaget dan melepaskan cucian yang belum sempat aku jemur. Aku setengah berlari menuju ke sumber suara dan aku mendapati Raka sedang membanjiri lantai rumah dengan air yang cukup banyak. 

Aku ingin meraih putraku dulu. Mungkin dia kaget karena suara histeris neneknya. Tapi langkahku terhenti saat mendengarnya bicara. "Sejak awal ibu sudah bilang sama kamu, Pras. Cari istri itu yang bener. Kamu kerja diluar seharian. Yang rawat anak kamu di rumah itu istri kamu. Kalo istrimu gak bener didik anak, ya gini kejadiannya." 

Deg 

Lagi-lagi hantaman keras seakan menimpa pundakku. Aku terdiam di belakangnya dengan darah yang sudah mendidih. Aku lelah mengerjakan semua pekerjaan rumah. Bahkan belum selesai mencuci pakaian mereka, aku sudah mendapatkan lagi ucapan yang sangat menyakitkan. Memang seperti inilah setiap harinya, namun aku tetap saja manusia biasa. Kenapa aku harus dipaksa memaklumi setiap ucapannya? 

"Sini kamu Raka!" aku memanggil Raka sedikit keras. Saat bocah kecil itu mendekat, aku langsung mencubitnya hingga dia menangis keras. 

"Aaaaa.... Bunda, Raka minta Maaf.... " 

Aku pikir setelah menghukum putraku, aku bisa lega. Tapi ternyata aku salah. 

Bodoh

Tolol

Itulah yang tergambar di benakku. Aku kesal pada mertuaku tapi aku lampiaskan pada anakku. Aku seharusnya memeluk bocah kecil itu. Menasehati mana yang baik dan buruk. Bukan menghukum dengan cara menyakitinya. 

Demi Tuhan. 

Aku menyesal. Aku memeluk bocah kecil itu dengan kesedihan tertahan. "Lain kali jangan buat lagi ya sayang," bisikku dengan rasa sakit yang tertahan. 

"Buk, Hana mau minta beliin baju baru. Liat nih! Kemeja putih Hana jadi jelek gini," ucap Hana yang tiba-tiba datang melemparkan bajunya yang kemarin aku cuci. 

"Kamu beli aja sendiri. Cucian dia emang gitu, gak pernah bersih!" maki mertuaku. 

Lucu sekali bukan? Jangankan berterimakasih. Mereka bahkan menghina hasil kerjaku yang bahkan lelahnya saja sampai sekarang belum hilang. 

Aku berdiri. Menatap mereka dengan datar. "Sudah tahu cucianku gak bersih. Kenapa masih nyuruh aku nyuci? Kenapa nggak nyuci sendiri aja!" 

"Asal kamu tahu, ya Ratih. Itu sudah menjadi kewajiban kamu sebagai istri dari anak saya. Wajar kalo kamu harus berbakti pada kami." 

"Kewajiban? Kalau ibu mau membahas masalah kewajiban, coba periksa dulu Mas Pras. Apa dia sudah melakukan semua kewajibannya dengan benar? Menjaga anak bukan hanya kewajiban seorang istri, Buk. Ratih lagi melakukan semua pekerjaan rumah tangga, seharusnya Raka ada yang jagain. Tapi apa? Kalian semua sibuk sendiri. Dan aku harus bekerja sambil ngeliatin anakku. Kalo ada apa-apa sama Raka, kalian malah nyalahin aku. Bukankah itu lucu?" 

"Kalo bicara sama orang tua itu yang sopan! Kamu nggak pernah diajarin etika sama orang tua kamu?" 

"Ratih sudah berusaha se sopan mungkin, Buk. Semua ucapan Ratih bukanlah makian seperti yang sering ibu lontarkan pada Ratih." 

Aku tahu mertuaku tidak akan berhenti jika aku tidak menghentikannya duluan. Sebab itulah aku membawa Raka ke kamar. Agar aku tidak mendengar lagi ucapan kasarnya. Meski samar masih bisa terdengar. 

Setelah sampai di kamar, aku kembali memeluk Raka. Lihatlah betapa menyesalnya aku, atas apa yang telah kuperbuat dengan putraku. Raka menjadi diam. Dia hanya memelukku. Sisa air mata di wajahnya sudah mengering namun aku tahu bahwa perasaan anak ini masih berkecamuk. 

"Masih sakit?" 

Raka mengangguk. Dan aku mengusap bekas cubitanku itu dengan lembut. Memolesnya dengan minyak, berharap sakitnya akan reda. 

"Bunda minta maaf, ya sayang. Bunda sayang sama Raka," lirihku dengan tetesan air mata yang tidak bisa lagi kubendung. Aku menempelkan kepala Raka di dadaku. Agar bocah kecil ini tidak melihat tangisanku. 

"Raka sayang Bunda... " 

"Bunda lebih sayang, Nak." 

Dari sini aku belajar. Seorang ibu itu sangat dekat sekali dengan gangguan kejiwaan. Bukan mitos belaka, tapi ini Fakta. Aku sendiri mengalaminya. 

Kelelahan dan tidak adanya apresiasi dari orang terdekat adalah pemicunya. Apalagi mendengar ucapan yang kerap kali menyakiti hati seorang ibu muda. Dan lihatlah siapa yang menjadi korban? Anak dan dirinya sendiri. 

Bukankah itu tidak adil? 

Lantas bagaimana mungkin kami para ibu bisa mengurus anak kami dengan baik jika hati kami saja tidak terurus dengan baik? 

***

Tidak ada yang bisa aku lakukan. Berdiam diri dirumah hanya akan menambah luka batinku. Aku memilih keluar meski aku tidak tahu harus kemana. Tentu saja dengan membawa Raka bersamaku. 

Sampai akhirnya tujuan langkahku mengarah pada rumah ibuku. 

"Raka sayang. Sini sama Ibuk," ucap Mbak Nadia. Dia suka dipanggil dengan sebutan ibu oleh anaknya dan juga anakku. Dia tidak sejahat yang orang lain pikirkan. Sekilas, dia terlihat jahat karena sering meninggalkan anaknya. Namun aku tahu, semua itu dia lakukan untuk mencari uang untuk anaknya. Meski caranya, kupikir salah. 

"Dayat mana?" 

"Lagi buat pedapuran kuburan bapak." 

"Aku mau liat. Mbak jagain Raka, ya?" 

"Iya." 

Aku melangkah ke arah kuburan bapak yang tidak berada jauh dari lingkungan rumah ibuku. Hanya sekitar lima kilometer. 

Saat sampai, rupanya Dayat sudah selesai mengerjakannya bersama beberapa orang membantunya. 

"Udah beres, Yat?" 

"Baru aja sudah, Mbak. Kami mau pulang dulu. Mau mandi." 

"Oh, iya." 

Lama ku pandangi kuburan bapak. Rasanya baru kemarin dia menasihatiku agar menjaga rumah tanggaku dengan baik. Tapi sekarang dia telah pergi menyisakan kenangan yang tidak mungkin bisa dilupakan. Jelas aku yang lebih dekat dengan bapak ketimbang saudaraku yang lain. 

"Pak? Gimana kabarnya disana? Ratih kangen." Aku menyeka air mata yang mulai menetes. Sembari mengusap batu nisan yang bertuliskan namanya. 

"Pak. Kenapa sakit sekali dunia yang Ratih rasakan? Bapak selalu bilang agar Ratih harus pintar dalam menjaga ucapan agar tidak menyakiti hati orang lain. Tapi kenapa mereka tidak pernah memikirkan apakah Ratih sakit hati atau tidak dengan mereka, Pak? maaf.... 

Ratih banyak mengeluh. Bolehkah Ratih juga menjerit, Pak? rasanya sesak sekali jika tidak dilampiaskan. 

Bangun Pak.... 

Lihatlah tangisan anakmu.... 

Ratih pengen peluk Bapak... " 

***

Semilir angin menerpa tubuhku. Mungkin karena dinginnya hatiku membuat hawa dingin di tempat ini tidak begitu terasa. Lebih tepatnya mungkin aku sudah mati rasa. 

Entah apa yang membawaku ketempat ini. Mungkin... Aku hanya ingin menyendiri. 

Ini adalah tempat hiburan untuk sepasang muda mudi. Dulu... Waktu aku berpacaran dengan Mas Pras. Kami sering kesini. Ada beberapa tempat yang cukup sepi, ini salah satunya. Didekat danau yang airnya sangat jernih. Namun terdapat beberapa cctv untuk mencegah pasangan berbuat hal yang tidak senonoh. 

Tidak ada yang berubah dari tempat ini. 

Hanya keadaan kami yang berubah. 

Aku berdiri. Dengan tegap dan sejenak memejamkan mata.  

"DEAR, IBU MERTUA. 

AKU NGGAK MASALAH KALO SEUMUR HIDUPKU HARUS MENJADI BABU-MU! AKU IKHLAS BAHKAN TANPA BERHARAP RASA TERIMA KASIH DARIMU. TAPI TOLONG.... 

JANGAN KELUARKAN KATA-KATA YANG MENYINGGUNG PERASAANKU. AKU CAPEK SETIAP KALI BERDEBAT DENGANMU....!" 

"AAAAAAAAAAA..........!!" 

Aku berteriak sekencang-kencangnya. Aku tahu mungkin cukup gila, tapi... Aku merasa puas. 

"Eh, Mbak? Kalo mau teriak, liat-liat dong! Kupingku sakit... " 

Aku terdiam. Suara seorang pria membuatku tiba-tiba merasa malu dengan apa yang baru saja aku lakukan. 

"Ah sial." 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • CINTA SEORANG JANDA   Toko buku Ratih

    Sudah lima bulan berlalu sejak Ratih berhasil merebut Raka dari mantan suaminya. Kini mereka memulai kehidupan baru. Dengan di bantu oleh Marlina yang kini menjadi sahabatnya. Mantan wanita malam itu memberanikan diri merubah pekerjaannya hanya ingin kehidupan lebih baik dari sebelumnya. Toko buku sederhana yang mereka bangun kini bukan hanya sekedar menjadi tempat menjual buku, tapi juga ruang bagi komunitas untuk berkumpul berbagi cerita. Tak lupa pula, Arga selalu meluangkan waktu untuk mengunjungi toko buku itu, atau lebih tepatnya kepada Ratih. Di dalam toko buku itu, udara dipenuhi dengan aroma kertas dan tinta, sementara anak-anak membaca dengan suara lantang di pojokan. Marlina membantu Ratih merapikan beberapa buku yang baru saja tiba. "Kalau capek istirahat aja, Mar." Marlina memutar matanya. Tanda bahwa dia merasa kesal setiap kali Ratih menyepelekan tenaganya. "Orang cuma nyusun buku aja kok, Tih. Di bandingin kerjaanku dulu yang goyang dulu, baru dapet duit. Itu ju

  • CINTA SEORANG JANDA   Meyakinkan diri

    Arga memeluk Ratih lembut. Mengusap air mata wanita itu dan berkata untuk tidak melakukan hal itu lagi. Agar Pov"Jangan rendahkan diri kamu seperti mereka, Tih. Jangan pernah lagi ya? Aku pasti bantu kamu." Ratih menganggukkan kepalanya. Kutatap mata Ratih, sendu. Kuyakini tak mudah bagi wanita itu untuk sampai dititik ini. "Aku minta maaf." Hatiku melunak mendengar ucapan Ratih. Wanita ini sama sekali tidak bersalah. Dirinya hanya mengikuti apa yang hatinya katakan. Sehingga membuat tindakan ceroboh. Rasa sakit memang tidak bisa dihindari. "Kenakan pakaian tertutup dulu. Mas tunggu di luar."Aku berjalan keluar dari kamar Ratih. Menunggu di ruang tamu. Aku mengusap wajahku kasar. Ah, sial. Ratih PovSeketika aku sadar apa yang aku lakukan salah. "Aku minta maaf."Kulihat Arga terkejut. Karena apa? Karena permintaan maafku? Atau karena aku menyadari kesalahan ku. Atau mungkin, karena hal lain?Terkadang mungkin ia merasa aku sulit ditebak. Tapi nyatanya, akulah yang terkadang

  • CINTA SEORANG JANDA   Sudah Lebih Baik

    Arga memeluk Ratih lembut. Mengusap air mata wanita itu dan berkata untuk tidak melakukan hal itu lagi. Agar Pov"Jangan rendahkan diri kamu seperti mereka, Tih. Jangan pernah lagi ya? Aku pasti bantu kamu." Ratih menganggukkan kepalanya. Kutatap mata Ratih, sendu. Kuyakini tak mudah bagi wanita itu untuk sampai dititik ini. "Aku minta maaf." Hatiku melunak mendengar ucapan Ratih. Wanita ini sama sekali tidak bersalah. Dirinya hanya mengikuti apa yang hatinya katakan. Sehingga membuat tindakan ceroboh. Rasa sakit memang tidak bisa dihindari. "Kenakan pakaian tertutup dulu. Mas tunggu di luar."Aku berjalan keluar dari kamar Ratih. Menunggu di ruang tamu. Aku mengusap wajahku kasar. Ah, sial. Ratih PovSeketika aku sadar apa yang aku lakukan salah. "Aku minta maaf."Kulihat Arga terkejut. Karena apa? Karena permintaan maafku? Atau karena aku menyadari kesalahan ku. Atau mungkin, karena hal lain?Terkadang mungkin ia merasa aku sulit ditebak. Tapi nyatanya, akulah yang terkadang

  • CINTA SEORANG JANDA   Luruh sudah

    Ratih PovMbak Nadia batal nikah karena ibuku tak mau aku hadir di hari pernikahannya. Itulah kenyataan yang baru saja aku dapati dari adikku. Dadaku semakin terasa sesak. Sebenci itukah ibu padaku? Dan Mbak Nadia... Kenapa sampai harus membatalkan pernikahan hanya karena aku? Aku tahu semua ini sudah takdir. Tentang nasibku yang kini menjadi janda, juga tentang hidupku yang berjalan rumit. Namun disaat seperti ini... Aku rasa harus ada orang untuk di salahkan. Dan mereka adalah keluarga Prasetyo. "Aku udah cantik, belom?" tanyaku pada Marlina. Wanita itu menatapku sekilas, kemudian kembali fokus mewarnai kuku-kukunya. "Nggak usah dandan aja kamu udah cantik, Tih. Males aku ngomonginnya. Entar pelangganku malah ngincer kamu!" ucapnya tanpa menoleh ke arahku. Aku tersenyum kecil mendengarnya. Itu artinya aku memang sudah cukup enak dilihat. "Nanti kalau ada Arga, bilangin aku keluar sebentar." "Lah? Aku pikir kamu dandan kayak gini, mau ketemu sama Mas mu. Mau ketemu siapa emang

  • CINTA SEORANG JANDA   Hanya ingin anakku

    "Jangan lo DP duluan." "Kenapa emang?" Bang Lukman menghela nafas kasar. Wajahnya terlihat kesal padaku. "Pakek nanya! Ya jangan lah. Lo nggak kasihan, entar dia jadi bahan olok olokan keluarga Tante Maya? Lo tahu sendiri, adiknya almarhum papa lo itu kayak apa?"Aku tersenyum masam. Tak Memungkiri ucapan bang lukman yang memang benar adanya. Tante maya dan segala kesombongan yang melekat di dalam diri mereka, jelas akan mempersulit Ratih. Namun bagaimana pun, aku tak akan membiarkan Ratih terbebani olehnya. "Abang tenang aja. Arga nggak sebejat itu kok. Menjaga marwah perempuan adalah tugasku. Dan Ratih... Gak akan Arga biarin deket sama Tante Maya." "Nah, itu keren." Bang Lukman menepuk nepuk bahuku. Seperti seorang kakak yang sedang menasehati adiknya. "Setelah urusan kita selesai, Arga mau secepatnya menikahi Ratih," ucapku mantap. "Iya... Gue tahu! Udah keliatan dari muka lo yang blingsatan tiap liat si Ratih. Gue juga khawatir kalau kalian terlalu lama." Aku menganggukka

  • CINTA SEORANG JANDA   JANGAN DP DULUAN

    Dan semua yang terjadi bukanlah tanpa alasan. Sudah menjadi turun temurun, keluarga Prasetyo memperlakukan menantu dengan cara yang tidak baik. Bang Lukman tak pernah diam saja setelah hari itu kumintai pertolongan. Dia menyelidiki keluarga Prasetyo. Dan banyak informasi serta bukti yang kini kami dapatkan. Ratih sendiri tak kalah terkejutnya, kala melihat mantan suaminya kini bergonta-ganti pasangan. Membuat Winda sebagai istri tersakiti secara mental. Itu terjadi juga karena adanya dukungan keluarga. Aku tersenyum saat mendengar Ratih merutuki kebodohannya karena pernah menjadikan Prasetyo sebagai suaminya. "Naudzubillahiminzalik! Kok ada ya, manusia kayak mereka?" ucap Ratih menatapku penuh pertanyaan. Aku hanya mengangkat bahu kemudian mengusap bahunya pelan, dengan sayang. "Ya, ada lah, Yang. Kalau semua manusia baik, entar neraka gak ada penghuninya," ucapku kemudian terkekeh melihat wajah sebalnya. "Inget, disini ada gua woy!" ucap Bang Lukman yang memang berada di antar

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status