Share

BAB 3

Author: Duy.Nah
last update Last Updated: 2025-03-25 04:49:05

Bab 3: Luka yang Tak Terucap

Hujan belum juga reda sejak tadi sore. Dari balik kaca mobil, Aruna memandangi rintik yang jatuh di jendela, membentuk garis-garis tipis yang memudar di sepanjang kaca. Ada keheningan yang membebani dadanya, sesuatu yang bahkan kopi panas di genggamannya tak mampu cairkan.

Ponselnya bergetar di kursi penumpang. Nama yang muncul di layar membuat napasnya sedikit tercekat. Dio.

Untuk keempat kalinya hari ini.

Aruna tahu ia bisa saja mengabaikannya—seperti yang sudah ia lakukan selama beberapa hari terakhir. Tapi, ada bagian dari dirinya yang ingin tahu, mengapa Dio tiba-tiba kembali setelah lima tahun menghilang tanpa jejak? Apa yang ia cari? Atau… siapa yang ia cari?

Dengan ragu, ia meraih ponsel dan membalas pesan singkat yang dikirim Dio.

"Kita bisa bicara. Besok, pukul tujuh malam di kafe Cendana."

Ia menghela napas panjang setelah mengirim pesan itu. Keputusan itu terasa seperti membuka pintu yang sudah lama ia tutup rapat-rapat—pintu yang membawa semua rasa sakit kembali membanjir di hatinya.

---

Keesokan harinya, Aruna tiba di kafe Cendana lima menit lebih awal. Tempat ini dulu menjadi saksi banyak momen penting dalam hubungan mereka—kebahagiaan, impian, hingga luka yang tak pernah benar-benar ia pahami.

Dio datang tepat waktu. Sama seperti lima tahun lalu, ia masih memiliki senyum ramah yang sulit diabaikan. Tetapi ada sesuatu di matanya yang kini terasa berbeda—lebih berat, seperti seseorang yang membawa penyesalan yang terlambat disesali.

"Terima kasih sudah mau bertemu denganku," ujar Dio, suaranya rendah dan tenang.

Aruna mengangguk singkat. "Aku ingin tahu alasanmu kembali."

Dio terdiam sejenak, seolah sedang memilih kata yang tepat. "Aku tahu aku nggak punya hak memintamu memaafkan aku. Tapi… aku ingin menjelaskan semuanya. Aku pergi bukan karena aku nggak mencintaimu, Aruna."

Kata-katanya membuat jantung Aruna berdebar tidak karuan. Ia sudah menyiapkan dirinya untuk mendengar alasan klise—kesibukan, ketakutan akan komitmen, atau hal-hal yang terdengar seperti pembenaran murahan. Tapi nada di suara Dio membuatnya tidak siap untuk kenyataan yang lebih rumit.

"Kalau bukan karena itu, lalu kenapa?" tanyanya pelan.

Dio menatapnya dalam-dalam sebelum akhirnya membuka rahasia yang selama ini ia sembunyikan. "Aku pergi karena aku dihadapkan pada pilihan yang tidak adil. Keluargaku memaksaku memilih antara pernikahan kita… atau menyelamatkan perusahaan ayahku dari kebangkrutan. Aku memilih pergi karena aku pikir, aku sedang melindungimu dari hidup yang penuh kekacauan."

Aruna merasakan sesuatu di dadanya mencelos. Jadi, selama ini alasan Dio meninggalkannya bukan karena ia berubah, melainkan karena ia berpikir Aruna lebih baik tanpanya.

"Tapi kamu bahkan nggak memberiku pilihan," suaranya bergetar, mencerminkan luka yang kembali menganga. "Kenapa nggak percaya kalau aku bisa menghadapi semuanya bersamamu?"

Dio menggenggam tangannya di atas meja, membuat Aruna tersentak kaget. "Aku bodoh, Aruna. Aku pikir aku melakukan yang terbaik waktu itu. Tapi aku sadar, aku hanya seorang pengecut yang takut membiarkanmu melihat aku di titik terlemahku."

Aruna menarik tangannya perlahan, mencoba menciptakan jarak antara mereka. Ada bagian dari dirinya yang ingin memercayai Dio—bagian yang dulu begitu mencintai pria ini. Tetapi ada sesuatu yang menahannya. Seseorang.

Rakha.

Pikiran itu datang begitu saja. Bayangan pria yang selalu ada untuknya, yang tak pernah memaksa, tetapi hadir dengan cara yang sulit ia abaikan.

Dio menatapnya penuh harap. "Aku tahu aku mungkin terlambat, tapi aku ingin memperbaiki semuanya. Jika kamu memberiku kesempatan kedua, aku nggak akan menyia-nyiakannya lagi."

---

Malam itu, Aruna duduk di balkon apartemennya, memandangi lampu kota yang berkelip di kejauhan. Udara malam terasa dingin, tapi pikirannya jauh lebih kacau dari sebelumnya.

Saat pikirannya berkecamuk, suara notifikasi ponsel menarik perhatiannya. Sebuah pesan dari Rakha.

"Masih terjaga? Aku bisa jemput kamu kalau butuh udara segar."

Tanpa pikir panjang, Aruna mengetik balasan singkat.

"Aku butuh bicara. Bisa ketemu di kafe biasa?"

---

Rakha sudah menunggu di meja sudut ketika Aruna tiba. Tatapannya yang tenang biasanya bisa meredakan kegelisahan Aruna, tapi malam ini ada ketegangan yang sulit diabaikan.

"Ada apa?" tanya Rakha, suaranya lembut namun penuh perhatian.

Aruna menatapnya, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Aku bertemu Dio tadi."

Ada jeda di antara mereka. Wajah Rakha tetap tenang, tapi Aruna bisa menangkap bagaimana rahangnya mengeras sedikit.

"Dan?" tanyanya pelan.

"Dia ingin aku kembali," bisik Aruna, hampir tidak percaya dirinya mengucapkan kata-kata itu.

Rakha tidak segera menjawab. Ia hanya mengangguk perlahan, seolah sudah menduga jawaban itu. Tapi ketika ia berbicara, suaranya terdengar lebih dalam—lebih berat.

"Aku nggak akan memintamu memilih, Aruna," ucapnya. "Tapi aku ingin kamu tahu… aku di sini. Dan aku nggak akan pergi kecuali kamu yang memintaku pergi."

Aruna merasa dadanya sesak mendengar kejujuran di balik kata-kata Rakha. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa takut—takut membuat keputusan yang bisa melukai seseorang yang benar-benar tulus padanya.

Tapi sebelum ia bisa mengatakan apa pun, Rakha berdiri. "Aku nggak akan memaksa. Kalau kamu butuh waktu, aku bisa menunggu."

Ia meninggalkan kafe dengan langkah tenang, meninggalkan Aruna sendirian dengan kebingungannya.

Aruna memandangi pintu kafe yang baru saja ditinggalkan Rakha. Ada perasaan di dadanya yang berteriak keras—sesuatu yang ingin ia kejar sebelum terlambat.

Tapi, apakah ia cukup berani untuk mengejarnya?

---

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • CINTA YANG DATANG TANPA ISYARAT   Bab 11

    Bab 11: Saat Luka Bicara Jujur --- Empat hari kemudian, Jakarta. Langit sore menggantung kelabu di atas gedung kantor hukum Sujono & Rekan. Di dalam ruang kaca lantai lima, duduklah tiga orang: Kirana, Rakha, dan Aruna. Di hadapan mereka, seorang pria tua dengan jas abu-abu membuka map cokelat bertuliskan “Wasiat Ratna A. Putri”. “Terima kasih telah hadir,” ucap pria itu pelan. “Almarhumah Ratna menitipkan surat ini tiga bulan sebelum wafat. Ia ingin surat ini dibuka hanya jika Kirana hadir secara pribadi.” Kirana menunduk. Napasnya pelan, tapi berat. Tangannya gemetar saat map dibuka dan selembar kertas tipis ditarik keluar. Pria itu mulai membaca: > “Untuk anakku, Kirana. Jika surat ini sampai padamu, itu artinya aku sudah tidak bisa lagi memelukmu dan bilang: semuanya akan baik-baik saja. Tapi semoga lewat kata-kata ini, kamu tahu bahwa dari awal aku hanya ingin satu hal—menjagamu tetap utuh, walaupun dunia tidak pernah sepenuhnya milikmu.” Kirana menutup mulutnya. Matanya

  • CINTA YANG DATANG TANPA ISYARAT   Bab 10

    Bab 10: Rumah yang Terbelah Dua --- Kirana menatap foto di tangannya. Foto tua yang warnanya mulai pudar—memperlihatkan tiga orang: seorang pria muda yang ia kenali sebagai Rangga, seorang wanita paruh baya yang pasti Malia, dan seorang bayi perempuan dengan senyum kecil di pelukan Malia. Tapi yang membuat Kirana menggigil adalah tulisan di balik foto itu: > “Aku hanya membantu. Tapi dia... bukan darah Rangga.” Kirana membaca ulang tulisan itu berkali-kali, berharap kalimat itu berubah. Tapi tidak. Kalimat itu tetap sama, dan semakin lama dibaca, semakin kabur rasanya arah pencarian yang selama ini ia perjuangkan. Kalau bukan Rangga... bukan Rio... bukan Rakha... Siapa? Pertanyaan itu menghantam batinnya, mematahkan pijakan yang baru saja sempat terasa kokoh. Dalam satu malam, semuanya kembali menjadi teka-teki. --- Sementara itu, Aruna duduk di ruang tengah villa, menatap layar ponsel yang menampilkan pesan terakhir dari Kirana: > “Aku butuh waktu sendiri. Jangan cari aku

  • CINTA YANG DATANG TANPA ISYARAT   SERI II - BAB 9

    Bab 9: Istriku atau Anak Perempuanku?---“Akhirnya kamu datang juga. Aku sudah menunggu dua puluh tahun.”Suara wanita tua itu pelan, namun tegas. Meskipun tubuhnya tampak rapuh, sorot matanya seperti menyimpan potongan-potongan rahasia yang telah lama terkubur. Kirana menatapnya tanpa bergerak, seakan namanya dipanggil oleh masa lalu.“Malia?” tanya Kirana, setengah berbisik.Wanita itu mengangguk pelan, kemudian menepuk bangku kosong di sampingnya. “Duduklah. Kamu pasti punya banyak tanya. Dan aku... punya lebih banyak hal untuk disampaikan.”Rakha dan Aruna saling pandang. Mereka berdiri beberapa meter di belakang Kirana, memberi ruang, tapi tak benar-benar bisa menahan keingintahuan yang menekan dada.Kirana duduk di samping Malia. Suaranya gemetar. “Ibu saya... meninggal tanpa pernah memberitahu siapa ayah saya. Saya tahu dia menyimpan sesuatu. Tapi saya tidak tahu... bahwa saya harus datang ke sini untuk menemukannya.”Malia mengangguk perlahan. “Ibumu, Ratna, pernah datang pad

  • CINTA YANG DATANG TANPA ISYARAT   SERI II - BAB 8

    Bab 8: Mencintai Ayah yang Tak Pernah Ada---Udara pagi di Ubud lebih dingin dari biasanya. Kabut belum sepenuhnya mengangkat diri dari pepohonan, seolah ikut menyimpan rahasia yang baru saja Kirana ketahui semalam.Ia duduk sendiri di balkon kamarnya, mengenakan hoodie abu-abu dan memeluk lututnya. Matanya sembab, belum tidur semalaman. Di tangannya, ponsel yang masih terbuka pada satu email:> “Dia bukan anak Rio. Tapi kau tak boleh memberitahunya sampai dia siap.”Kalimat dari Malia itu menghantam logikanya. Jika bukan Rakha, dan bukan Rio… lalu siapa?Selama beberapa hari terakhir, Kirana sudah mencoba menerima Rakha sebagai sosok ayah. Ia mulai belajar berdamai dengan perasaan terluka, kecewa, lalu perlahan membiarkan ruang kecil di hatinya terbuka untuk pria itu. Tapi sekarang?Ia bahkan tidak tahu siapa dirinya sebenarnya.“Siapa aku…?” bisiknya lirih.---Aruna menemukannya satu jam kemudian, masih di posisi yang sama.“Kirana?” panggilnya pelan.Kirana menoleh. Ada kelembuta

  • CINTA YANG DATANG TANPA ISYARAT   SERI II - BAB 7

    Ketika Cinta Menemukan LukaBab 7: Saat Semua Terbuka---Kirana menyimpan kotak kecil itu dalam ranselnya. Nama “Malia” masih bergema di kepalanya. Surat dari almarhum ibunya tidak menyebut siapa Malia, hanya satu kalimat:> “Jika kau ingin tahu kebenaran sebenarnya, cari wanita bernama Malia.”Tapi sekarang bukan waktunya bicara soal itu. Belum.Pagi itu, Rakha mengajak Kirana sarapan di halaman belakang villa. Untuk pertama kalinya, mereka duduk bertiga. Aruna, Rakha, dan Kirana.Tak ada pembicaraan yang dalam, tapi keheningan itu tak lagi terasa seperti jurang.“Kalau kamu kembali ke Jakarta minggu depan,” kata Rakha sambil menuang teh, “aku akan carikan tempat tinggal yang dekat dengan studio. Supaya kita bisa mulai kenal lebih dalam.”Kirana mengangguk. “Tapi aku nggak mau ganggu kalian.”Aruna menoleh. “Kirana, kamu nggak ganggu. Kamu bukan tamu di hidup kami. Kamu bagian dari hidup kami.”Kirana menunduk, suaranya kecil. “Terima kasih… Mbak Aruna.”Aruna tersenyum. Itu pertama

  • CINTA YANG DATANG TANPA ISYARAT   SERI II - BAB 6

    Ketika Cinta Menemukan LukaBab 6: Darah yang Sama, Luka yang Sama---Aruna menatap layar ponsel lebih dari lima menit.Kalimat itu tidak berubah.> Kecocokan genetik menunjukkan kemungkinan hubungan ayah-anak sebesar 99.84%.Angka yang terlalu pasti untuk diabaikan. Terlalu jelas untuk dibantah. Dan terlalu dalam untuk tidak mengoyak sesuatu di dalam dirinya.Rakha adalah ayah kandung Kirana.Bukan dugaan. Bukan kemungkinan.Kenyataan.Ia duduk di ujung tempat tidur, menggenggam ponselnya erat seolah bisa meremukkan kenyataan itu jika ia genggam lebih kuat.---Di ruang dapur villa, Rakha sedang menyeduh kopi. Ia terlihat tenang. Tidak tahu bahwa dunia yang ia pikir sudah mulai tenang, akan kembali bergejolak dalam hitungan menit.Aruna berdiri di ambang pintu. Hening. Lalu akhirnya bersuara.“Rakha.”Pria itu menoleh, tersenyum. “Pagi. Mau kopi?”Aruna tidak menjawab. Ia hanya mengangkat ponselnya dan menunjukkannya ke arah Rakha. Layar masih menampilkan hasil PDF dari email klinik

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status