Home / Young Adult / COMPLICATED LOVE; Gadis Sejengkal Mimpi / CHAPTER 7 DILABRAK PACAR POSESIF

Share

CHAPTER 7 DILABRAK PACAR POSESIF

Author: Kata Pena
last update Huling Na-update: 2024-12-06 20:54:31

Sekarang ini, Rendi sedang makan siang bersama Alyaa. Rendi mengajaknya ke restoran di dekat kantornya. Kebetulan waktu sudah menunjukkan jam istirahat bagi Rendi.

"Ayo dimakan ayamnya. Nanti dingin kalau cuma didiamkan begitu. Nggak usah sungkan, " kata Rendi menyadari Alyaa terus memandanginya.

"Eh, iya, Mas." Alyaa menurunkan pandangannya. Ia pun melahap sedikit demi sedikit makanan di depannya.

"By the way, saya suka sama kamu," ucap Rendi tiba-tiba.

"Uhuk! Uhuk!" Alyaa kaget mendengar pernyataan Rendi sehingga ia tersedak. Rendi membantunya memberikan air minum.

"Kaget, ya? Hehe. Saya ngomong jujur. Kamu orangnya asyik diajak mengobrol. Kamu juga ramah," tutur Rendi menatap manik mata Alyaa yang mendadak berbinar. Entahlah, apakah Rendi sadar sikapnya hampir mengutik sisi sensitif Alyaa.

"Tenang Alyaa, dia cuma bilang suka, nggak lebih." Alyaa membatin. Ia mungkin tak akan sanggup jika mendengar hal lebih dahsyat dari kata suka. Mungkin jantungnya akan copot karena tak kuasa menahan rasa canggung bercampur salah tingkah.

"Beda banget dari perempuan itu yang doyan marah-marah." Rendi menyibakkan rambut lurusnya ke samping. Alyaa seketika penasaran. Siapa perempuan yang dimaksud Rendi.

"Saya lagi malas membahas perempuan itu. Gara-gara saya bertemu dia di jalan, saya jadi terlambat ke kantor. Akhirnya, saya harus terima SP dari kepala divisi," kata Rendi. Raut Rendi terlihat tidak seperti orang yang kesal. Ia justru tampak menyimpul senyum.

"Siapa orang itu? Apa jangan-jangan itu Syila? Dia juga bilang kalau dia pernah bertemu orang yang membuatnya hampir batal bimbingan," pikir Alyaa dalam hati. Mengapa tiba-tiba hatinya khawatir? Mengapa hatinya ingin agar pemikirannya tidak benar? Apa dia cemburu jika perempuan itu benar-benar Syila?

"Ya sudahlah, kita lanjut lagi makannya. Jam istirahat saya hampir habis." Rendi terkekeh. Alyaa mengiyakan. Tak lupa ia berterima kasih lantaran Rendi berkenan menghadiahkan makan siang untuknya.

Kebahagiaan sedang menyelimuti Rendi. Sejak pagi ia sering tersenyum. Entah bagaimana Rendi bisa mengartikan kebahagiaannya ini. Namun, dalam sekejap kebahagiaannya berubah jadi malapetaka ketika secara tiba-tiba kekasihnya datang melabraknya.

"Rendi!" teriak Shinta menghampiri meja Rendi. Alyaa menoleh ke asal suara yang tepat di belakangnya.

"Shinta? Kamu di sini?" Rendi terkejut mengetahui Shinta datang.

"Iya! Aku nggak sangka kamu bisa setega dan sejahat ini sama aku! Baru kemarin banget aku kasih peringatan dan sekarang kamu sudah lupa kata-kata aku?" Shinta bersuara kencang. Rendi beruntung, restoran sudah mulai ditinggalkan pengunjung.

"Shin, kita bahas di luar saja, ya?" pinta Rendi sembari berdiri. Ia berusaha menenangkan kekasihnya. Alyaa yang tidak tahu apa-apa hanya bisa menonton.

"Buat apa? Buat merayu aku biar aku nggak jadi marah? Terus kamu bisa mengulangi kesalahan kamu?" Bola mata Shinta melebar. Pipinya merah padam akibat emosi yang memuncak.

"Asal kamu tahu ya, aku capek-capek datang ke kantor kamu, membawakan makan siang tapi kamu nggak ada di sana." Kemarahan Shinta menarik perhatian pelayan restoran.

"Ya kan aku kerja," jawab Rendi dengan nada khawatir.

"Kerja? Berduaan seperti ini kamu bilang kerja? Wow, alasan yang tidak masuk akal!" Shinta memalingkan wajahnya ke arah Alyaa. Tatapan sinisnya begitu tajam.

"Kamu siapa, hah?! Berani sekali mengajak pacar orang jalan berdua? Di mana etika kamu? Laki-laki tampan di luar sana masih banyak, ya! Jangan jadi perusak hubungan orang!” Shinta menunjuk Alyaa. Dia bahkan hampir menarik lengan Alyaa, tetapi Rendi berhasil mencegah aksi brutal kekasihnya.

"Ren, kamu benar-benar tega. Kamu mengkhianati aku!”

Alyaa tercengang mendengar kata-kata Shinta. Ia pun mengerti apa yang terjadi. Ia pun bangkit dari duduknya. Ia tertuduh melakukan sesuatu yang bahkan tak ia ketahui kesalahannya.

"Maaf, saya sudah ganggu kalian. Saya akan pergi." Alyaa menunduk kaku. Ia canggung memandang Rendi.

"Kamu jelas ganggu hubungan saya sama Rendi!" bentak Shinta.

"Alyaa, tolong kamu jangan bawa serius omongan dia! Kamu nggak salah. Aku mohon." Rendi berusaha menahan Alyaa.

"Permisi." Alyaa berjalan cepat meninggalkan tempat tersebut. Panggilan Rendi tak dihiraukannya.

"Maksud kamu itu apa, sih?" Rendi meluapkan emosinya.

"Kamu yang ada apa?" balas Shinta, “Aku sudah peringatkan kamu untuk jangan bertingkah macam-macam!”Mata mereka saling menatap.

Rendi seketika naik pitam. Ia kesal dengan ulah Shinta yang bertindak sewenang-wenang menuduh orang. Ia memaki Shinta persis kekasihnya menghina guru les adiknya.

"Kamu itu nggak tahu apa-apa tentang dia!" Rendi menunjuk arah perginya Alyaa yang sekarang sudah tak tampak lagi batang hidungnya.

"Halooo! Aku tidak tahu apa-apa? Aku tahu, Ren! Dia selingkuhan kamu! Dia pelakor!" sergah Shinta.

"Shinta!" Rendi mengangkat tangan kanannya hendak menampar Shinta. Wajahnya merah padam. Pandangan matanya teramat tajam. Namun, Shinta justru mengejek Rendi karena ia tak kuasa menampar wajah pacarnya.

Rendi terduduk lemah di kursinya. Kemudian dengan pandangan menunduk ia berkata, "Perempuan itu guru les privat adik aku. Kami baru saja akan bahas jadwal mengajar dia. Tapi gara-gara kamu semuanya kacau."

"Ya ampun, Rendi." Suara Shinta melemah. Ia akhirnya paham. Ia pun meraih lengan Rendi meminta maaf atas kecerobohannya. Rendi tidak mempedulikannya. Ia hanya ingin kekasihnya bisa berpikir positif terhadap setiap tindakannya. Ia ingin Shinta jangan over posesif kepadanya. Ia merasa terkekang oleh sifat posesif Shinta.

"Sayang, tolong maafkan aku, ya. Aku janji nggak akan mengulangi kesalahan ini." Shinta memelas. Raut kasihan yang membuat Rendi takluk menerima cintanya sebelum akhirnya ia tahu sifat asli kekasihnya. Ia menyesal.

"Udah berapa kali aku memaafkan kamu untuk kesalahan yang sama?" Rendi melontarkan pertanyaan membosankan dari mulutnya.

"Iya-iya, kali ini aku serius. Aku minta maaf, ya?" Shinta mengedip-kedipkan matanya. Rendi terkesan tak peduli.

"Biasanya kalau ditanya diam, itu artinya iya. Berarti kamu mau memaafkan aku. Terima kasih ya, sayang." Shinta tersenyum kembali mengusap-usap punggung telapak tangan Rendi.

"Berarti kamu mau menemani aku belanja sebentar ya? Make up aku sudah habis," kata Shinta mengharap jawaban iya. Sayangnya Rendi menolak. Ia harus kembali ke kantor karena jam istirahatnya sudah habis.

"Tuhkan! Buat perempuan tadi kamu punya waktu, giliran buat aku yang pacar kamu malah nggak bisa." Shinta kembali kesal.

"Aku harus kerja, Shinta." Rendi meminta pengertian dari Shinta. Tampak kefrustrasian mendekam di wajahnya.

"Sebentar saja, Rendi. Cuma setengah jam. Please! Kamu nggak mau aku marah lagi, kan?" ancam Shinta.

"Gila kamu ya!" decak kesal Rendi. Shinta tak peduli. Tanpa berkata lagi ia langsung menarik tangan Rendi dari tempat itu menuju tujuannya. Rendi hanya bisa pasrah.

***

Alyaa menghentikan langkahnya di halaman parkir restoran tadi. Ia tolehkan wajahnya ke belakang. Tak lama kemudian air mata luruh tanpa sebab ke pipinya mulus.

"Apa ini?" Alyaa mengusap tetesan air matanya. Ia tidak tahu untuk alasan apa ia menangis.

Tapi yang jelas, hati Alyaa terasa tergores. Ada luka yang menyayat perasaannya. Ia seakan tertampar mengetahui kenyataan yang entah kenapa sulit untuk ia percayai. Ia akhirnya benar-benar canggung terhadap Rendi. Entahlah apa dia bisa kuat menatap wajah majikannya lagi.

"Nggak Alyaa! Kamu baru mengenal dia. Nggak seharusnya kamu sedih karena tahu kebenaran ini. Kamu bukan siapa-siapanya. Kamu cuma guru les adiknya." Alyaa mengelus dadanya agar hatinya tegar dan tidak terbawa perasaan.

"Jadi, perempuan yang dimaksud Mas Rendi itu bukan Syila, tapi pacarnya." Alyaa menyimpulkan sebuah pendapat dari apa yang tadi ia dengar dari Rendi tentang perempuan doyan marah.

"Mba-Mba, minggir! Mau buat lewat," kata seseorang dalam mobil yang berada beberapa meter di belakang Alyaa.

Alyaa secara tidak langsung menutupi jalan kendaraan roda empat karena ia berdiri berlurusan dengan gerbang keluar. Ia pun segera pergi dari sana dan bersiap pulang.

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • COMPLICATED LOVE; Gadis Sejengkal Mimpi    CHAPTER 70 ANTARA MAAF & KECEWA

    Sore yang sempat diselipi hawa ketegangan—perlahan mereda oleh obrolan-obrolan receh antara Rendi dan Syila. Keduanya masih duduk bersisian di trotoar persis sebelah rumah Rendi. Mereka bersamaan menghirup udara sore yang menenangkan di tengah lalu lalang kendaraan yang memadati jalan. “Jadi? Masih mau diam atau udah bersedia cerita?” anya Syila pelan, suaranya setenang mungkin, meski matanya tak bisa menyembunyikan rasa ingin tahunya.Rendi menggeleng, ia tak ingin membahas apa pun yang berkaitan dengan foto di jaket tadi. Syila pun mengangguk, mencoba memakluminya.“Udah semakin sore, kamu mau saya antar pulang?” tawar Rendi mengalihkan pembicaraan.Syila menerawang langit—sedang berpikir. Namun, belum selesai menimbang, sebuah mobil hitam membunyikan klakson dan berhenti tepat di hadapannya. Wajahnya seketika tegang lagi. Terpancar raut kegugupan dan ketidaknyamanan di wajahnya.Tak salah lagi, Syila tak keliru mengenali mobil itu. Pengemudi mobil itu menurunkan kaca jendela mobil

  • COMPLICATED LOVE; Gadis Sejengkal Mimpi    CHAPTER 69 FOTO DI JAKET

    Hari ini Syila membantu Lisa mengerjakan PR-PR bahasa Inggrisnya yang lumayan banyak. Ada dua puluh lima soal esai yang harus dikerjakan Lisa. Tapi itu tak jadi masalah baginya selama ada Syila yang menuntunnya mengartikan kata demi kata yang tidak ia mengerti. Syila juga amat santai memberikan tuntunan materi bahasa Inggris kepada gadis kecil yang sudah seperti adiknya sendiri. Sesekali tugas terhenti karena Lisa harus mencari kosakata yang tidak ia ketahui lewat kamus. Selain itu, mereka juga mengisi pembelajaran dengan bercakap-cakap agar suasana tidak jenuh. Tiba-tiba ponsel Syila bergetar di sampingnya. Ia melirik sejenak—nama Arfan tertera di layar. Ia terpaku sesaat, jempolnya nyaris bergerak untuk menerima telepon tersebut. Namun, niatnya diurungkan. Ia hanya mengecilkan volume dering dan membiarkan ponselnya tergeletak begitu saja.“Maaf, Kak, aku masih perlu sedikit waktu,” batin Syila sebelum melanjutkan pembelajaran. Disela pembelajaran, Syila mengeluarkan buku hasil me

  • COMPLICATED LOVE; Gadis Sejengkal Mimpi    CHAPTER 68 GELAK TAWA SORE

    Menjelang sore hari, Syila duduk di kursi ruang tamu rumahnya. Tangannya berkutat dengan ponselnya. Ia sedang mencari berita terbaru terkait tes CPNS yang pendaftarannya dibuka dua minggu lagi. Ia masih menyimpan harapan bisa berangkat ke Solo. Setelah bekerja di rumah Rendi selama satu minggu, ia merasa uang tabungannya sudah bisa mencukupi kebutuhannya di Solo kelak. Terlebih Rendi membayar jasanya setiap pertemuan yang hanya berlangsung dua jam dengan harga seratus ribu rupiah. Angka yang cukup besar. Ia pun sempat menolak digaji setinggi itu. Namun, Rendi paham dengan kebutuhan dirinya sehingga dia memberikannya upah sebesar itu. Dikalikan dengan lima hari, uang itu sudah cukup bagi ia bertahan hidup dua hari di Solo. "Pendaftaran dua minggu lagi dibuka. Kira-kira formasi apa aja yang bakal tersedia ya?" pikir Syila mengamati layar ponselnya. "Semoga aja ada formasi yang nggak jauh dari Cilacap," harap Syila. Saat tengah asyik bermain ponsel, Bu Sukma datang menghampiri Syila.

  • COMPLICATED LOVE; Gadis Sejengkal Mimpi    CHAPTER 67 MENERKA RASA

    Malam penuh bintang kembali menyapa. Angin malam menyejukkan badan yang penat. Tubuh yang terasa lemah kini lebih bergairah tersebab menatap keramaian langit. Sekarang, Syila baru saja memasuki kamarnya. Ia menata kasurnya sebelum ia tiduri. Sesekali, ia mengembuskan napas panjang, membiarkan pikirannya berkelana bersama gemintang yang berserakan di langit.Saat berbenah kamar, matanya tak sengaja melihat jaket hijau milik Rendi yang tergantung di balik pintu. Jaket itu sudah lumayan lama ada di sana sejak terakhir ia mencucinya. Setelah beberapa waktu, jaket itu berhasil menarik perhatian dan ingatannya. Ia pun meraih jaket itu, mengelus permukaannya sejenak, lalu bergumam lirih, "Besok aku harus kembalikan jaket Mas Rendi. Sekalian sama sapu tangan yang dulu juga."Tangan Syila refleks merogoh saku kanan dan kiri jaket itu. Ia menemukan sebuah foto ukuran 6x8 cm yang sudah lusuh karena terlipat. Dengan alis mengernyit, ia membuka lipatannya dan menatap foto tersebut. Ada seorang an

  • COMPLICATED LOVE; Gadis Sejengkal Mimpi    CHAPTER 66 SAMPAI JUMPA, ALYAA

    Perjalanan menuju terminal sore ini cukup bersahabat. Suasana jalanan belum terlalu ramai oleh orang-orang pulang bekerja. Rendi pun menikmati momen bersama Alyaa dengan lebih santai. Keduanya terlibat obrolan yang menyenangkan dan berusaha menghindari topik yang mengundang kesedihan.Rendi baru saja menceritakan kronologi kakinya yang pincang. Ia menyelamatkan Syila dari kecelakaan yang hampir merenggut keselamatan gadis itu. Karena aksinya itu, kakinya terserempet sehingga pincang.Alyaa tertegun mendengar cerita tersebut. Raut cemas jelas terpampang di wajahnya. Namun, ada perasaan lain yang mendadak timbul di benaknya. Hawa hangat tiba-tiba menjalar ke setiap anggota badannya kala mendengar nama Syila. Cerita Rendi menegaskan bahwa lelaki di sampingnya bertemu Syila Sabtu lalu. Alyaa masih sangat ingat, Syila mendadak pergi dari kedai. Sahabatnya bilang bahwa dirinya diminta pulang. Akan tetapi, hari ini ia mendengar fakta bahwa sahabatnya justru menemui Rendi di kantornya.“Jadi

  • COMPLICATED LOVE; Gadis Sejengkal Mimpi    CHAPTER 65 PERPISAHAN TERMANIS

    Beberapa hari berlalu dengan suasana yang lebih baru. Hari ini cuaca cerah, langit membentang biru dengan awan tipis mengambang tenang. Namun, di balik keindahannya, ada nuansa sendu yang menggantung di hati Syila dan Marsya. Hari ini adalah hari keberangkatan Alyaa ke Jakarta, meninggalkan kota kecil tempat mereka bertiga tumbuh bersama.Di selasar rumah Alyaa, Syila dan Marsya duduk berdampingan, bersandar pada tiang kayu sambil menikmati semilir angin sore. Suasana sederhana, jauh dari hingar-bingar pesta perpisahan, namun penuh dengan kehangatan. Mereka berbagi cerita—tentang masa-masa kuliah dan hal-hal random yang pernah mereka lakukan, serta rencana masa depan yang tak mereka tahu apakah bisa dijalani bersama lagi.Sesekali tawa kecil mengiringi percakapan mereka, meskipun di sela-sela itu, ada kesadaran bahwa perpisahan semakin dekat. Syila menyodorkan sebuah bingkisan kecil ke arah Alyaa, matanya berbinar meski bibirnya sedikit gemetar menahan emosi."Kamu baik-baik di sana y

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status