Share

CHAPTER 8 SP ADALAH MAUT

Author: Kata Pena
last update Last Updated: 2024-12-07 19:28:54

Rendi benar-benar pasrah saat surat peringatan kedua dibanting kasar ke atas meja oleh kepala divisi pemasaran. Ia mendapat teguran pedas tanpa ampun. Ia sadar ia salah. Ia datang amat terlambat ke kantor. Batas maksimal ia harus tiba di kantor usai jam makan siang yakni pukul 13.15. Akan tetapi, akibat ulah kekasihnya ia harus menahan malu karena masuk pukul 13.45.

"Kamu benar-benar niat bekerja di sini atau tidak, sih?! Ini bukan pekaranganmu yang bisa kamu garap semaunya, datang seenaknya, pulang juga semaunya! Kamu anak baru tapi sudah berani buat citra PT JATI PERSADA turun," omel kepala divisi. Gestur berkacak pinggangnya menunjukkan bahwa dia sangat jengkel.

"Maaf, Pak." Rendi tertunduk tak berdaya.

“Jangan mentang-mentang perusahaan ini pernah jadi milik keluarga kamu, kamu bisa sewenang-wenang di sini! Masih untung kami bersedia memberi kompensasi bulanan untuk hidup kamu!” Kepala divisi itu melayangkan tatapan buas ke arah Rendi.

"Ini kesempatan terakhir saya memberikan maaf untuk kamu. Sebagai hukuman, kamu diskors dua hari. Gaji kamu juga dipotong sepuluh persen. Ingat, satu kali lagi kamu berbuat kesalahan, silakan temui direktur utama dan buat surat pengunduran diri!" tegas kepala divisi.

Rendi mengangguk paham.

"Saya akan berubah!" ucap Rendi.

"Saya tidak butuh butuh kata-kata kamu. Saya mau progres kamu. Baru kali ini ada karyawan JATI PERSADA semalas kamu. Dasar anak manja!" cibir kepala divisi. Rendi semakin pasrah.

"Silakan tinggalkan ruangan saya!" perintah kepala divisi. Rendi menurut dan keluar dari ruangan tersebut. Ia melangkah gontai menuju ruang kerjanya. Tidak ada sapaan hangat dari para karyawan di sana. Mereka hanya menoleh sekilas lalu kembali fokus pada pekerjaan masing-masing.

Rendi melirik kursi kosong di sebelah mejanya. David sedang keluar. Ia memperoleh giliran menagih piutang perusahaan ke para pelanggan. PT JATI PERSADA kerap mempercayakan rekan kerjanya itu dalam hal negosiasi piutang kepada pelanggan. David dikenal sebagai karyawan yang cakap berkomunikasi dan lihai menggaet hati pelanggan. Maka tidak heran bila perusahaan sering menambahkan bonus pada gaji bulanan karyawan yang baru menetap delapan belas bulan itu.

Rendi merebahkan punggungnya ke kursi kerja. Telunjuknya ia gunakan untuk menyalakan monitor di hadapannya. Sembari menunggu layar siap dioperasikan, pikiran Rendi jatuh pada memori kelam sepuluh tahun yang lalu.

Dahulu, Rendi merupakan anak yang hidupnya serba kemewahan. Ia tak pernah pusing perihal finansial apalagi sekedar uang jajan. Namun, sejak perseteruan yang tak kunjung usai di antara orang tuanya, hidup pemuda ini tak lagi menyenangkan. Hari-harinya bagaikan tidur di jurang neraka. Tiada hari tanpa ia mendengar pertikaian bisnis orang tuanya. Dirinya yang sedang menjejaki usia remaja masih terlalu dini untuk mengerti permasalahan kompleks sebuah perusahaan.

Selama satu tahun lebih Rendi diselimuti teriakan-teriakan sepanjang malam. Sampai pada akhirnya, kedua orang tuanya memutuskan bercerai. Tak sekedar berpisah, mereka juga menelantarkan Rendi dan anak kedua mereka bersama seorang Asisten Rumah Tangga (ART). Padahal usia Lisa baru satu tahun kala itu. Tak sepantasnya bayi tak berdosa itu menanggung keparatan orang tuanya.

Rendi menarik napas panjang. Layar komputernya belum menunjukkan progress signifikan. Nasib. Ia memperoleh fasilitas komputer jadul dari kantor di awal pekerjaannya. Sebenarnya ia bisa saja mengandalkan laptop. Akan tetapi, ada beberapa dokumen yang belum ia pindahkan dari komputer kantor.

“Andai perusahaan ini masih atas nama keluargaku. Komputer burik seperti ini pasti sudah kutendang jauh-jauh dari sini,” gumam Rendi. Sepasang matanya menyipit. Bibirnya mencebik. Lamunannya melayang lagi, membayangkan jikalau ia benar-benar memeluk seluruh aset di perusahaan ini. Sayangnya, bayangan itu hanyalah mimpi indah yang terburu direnggut kekelaman.

“Bi Sumi itu hebat, ya. Dia nggak paham dunia bisnis. Tapi dia bisa menyelamatkan perusahaan ini dengan kepekaannya. Bahkan dia peduli ke aku layaknya peduli ibu kandung pada anaknya.” Rendi tersenyum tipis. Jiwanya menghadirkan sosok ART di rumah yang telah menjadi pilar semangat hidupnya.

Tepat gugatan cerai diputuskan pengadilan dan orang tua Rendi meninggalkan rumah. Bi Sumi bergegas mencari kontak konsultan bisnis ternama. Intuisi perempuannya bekerja dengan sangat baik saat itu. Tuan dan Nyonya besar tidak membawa sepeser pun harta di rumah. Hal yang tidak wajar dilakukan seseorang yang angkat kaki dari bilik bernaungnya.

Rupanya seluruh aset saat itu hampir kolaps. Rumah pun nyaris disita deptcollector. Namun, berkat pemikiran andal Bi Sumi, rumah megah itu bisa terselamatkan. Walaupun Bi Sumi harus melepas perusahaan yang dulunya bernama PT KARYA SAKTI. Dia melelang perusahaan tersebut untuk diakuisisi dengan perjanjian. Siapa pun yang memenangkan Lelang tersebut harus bersedia memberikan kompensasi bulanan bagi keluarga pelelang sebesar lima juta per bulan. Di mana kompensasi tersebut diatasnamakan Rendika Rama Saputra.

“Kalau saja Bi Sumi nggak secerdas itu, mungkin hari ini aku nggak akan pernah menyandang gelar sarjana. Jangankan sarjana, bisa sekolah saja sepertinya jauh dari harapan.” Rendi terus bergumam seraya menunggu nyala komputer yang mulai berprogres.

“Halo, everybody! Aku bawa jajanan enak, nih!” Tiba-tiba sorak menggelegar menyeruak di ruangan. David sudah menyelesaikan pekerjaannya. Dia kembali ke ruangan dengan dua kantong berisi jajajan kue. Dia meletakkan jajanan di meja kosong yang sering dijadikan tempat penumpukan barang. Seluruh karyawan menyambut kedatangannya dan menyerbu antusias. Hanya Rendi yang tak beranjak dari duduknya. Barangkali ia pun tak sadar akan kepulangan sahabatnya di kantor.

“Ren, kamu mau kue nggak?” tanya David sedikit meninggikan suaranya. Tak ada jawaban. Dia pun menghampiri Rendi.

David yang bertanya-tanya apa yang terjadi dengan rekannya. Rendi tidak menjawab. Ia tak bergairah. David menjadi amat risau.

"Aku butuh teman curhat," kata Rendi tak semangat.

David paham. Ia bersedia jadi teman curhat Rendi.

"Sore ini aku ke rumah kamu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • COMPLICATED LOVE; Gadis Sejengkal Mimpi    CHAPTER 70 ANTARA MAAF & KECEWA

    Sore yang sempat diselipi hawa ketegangan—perlahan mereda oleh obrolan-obrolan receh antara Rendi dan Syila. Keduanya masih duduk bersisian di trotoar persis sebelah rumah Rendi. Mereka bersamaan menghirup udara sore yang menenangkan di tengah lalu lalang kendaraan yang memadati jalan. “Jadi? Masih mau diam atau udah bersedia cerita?” anya Syila pelan, suaranya setenang mungkin, meski matanya tak bisa menyembunyikan rasa ingin tahunya.Rendi menggeleng, ia tak ingin membahas apa pun yang berkaitan dengan foto di jaket tadi. Syila pun mengangguk, mencoba memakluminya.“Udah semakin sore, kamu mau saya antar pulang?” tawar Rendi mengalihkan pembicaraan.Syila menerawang langit—sedang berpikir. Namun, belum selesai menimbang, sebuah mobil hitam membunyikan klakson dan berhenti tepat di hadapannya. Wajahnya seketika tegang lagi. Terpancar raut kegugupan dan ketidaknyamanan di wajahnya.Tak salah lagi, Syila tak keliru mengenali mobil itu. Pengemudi mobil itu menurunkan kaca jendela mobil

  • COMPLICATED LOVE; Gadis Sejengkal Mimpi    CHAPTER 69 FOTO DI JAKET

    Hari ini Syila membantu Lisa mengerjakan PR-PR bahasa Inggrisnya yang lumayan banyak. Ada dua puluh lima soal esai yang harus dikerjakan Lisa. Tapi itu tak jadi masalah baginya selama ada Syila yang menuntunnya mengartikan kata demi kata yang tidak ia mengerti. Syila juga amat santai memberikan tuntunan materi bahasa Inggris kepada gadis kecil yang sudah seperti adiknya sendiri. Sesekali tugas terhenti karena Lisa harus mencari kosakata yang tidak ia ketahui lewat kamus. Selain itu, mereka juga mengisi pembelajaran dengan bercakap-cakap agar suasana tidak jenuh. Tiba-tiba ponsel Syila bergetar di sampingnya. Ia melirik sejenak—nama Arfan tertera di layar. Ia terpaku sesaat, jempolnya nyaris bergerak untuk menerima telepon tersebut. Namun, niatnya diurungkan. Ia hanya mengecilkan volume dering dan membiarkan ponselnya tergeletak begitu saja.“Maaf, Kak, aku masih perlu sedikit waktu,” batin Syila sebelum melanjutkan pembelajaran. Disela pembelajaran, Syila mengeluarkan buku hasil me

  • COMPLICATED LOVE; Gadis Sejengkal Mimpi    CHAPTER 68 GELAK TAWA SORE

    Menjelang sore hari, Syila duduk di kursi ruang tamu rumahnya. Tangannya berkutat dengan ponselnya. Ia sedang mencari berita terbaru terkait tes CPNS yang pendaftarannya dibuka dua minggu lagi. Ia masih menyimpan harapan bisa berangkat ke Solo. Setelah bekerja di rumah Rendi selama satu minggu, ia merasa uang tabungannya sudah bisa mencukupi kebutuhannya di Solo kelak. Terlebih Rendi membayar jasanya setiap pertemuan yang hanya berlangsung dua jam dengan harga seratus ribu rupiah. Angka yang cukup besar. Ia pun sempat menolak digaji setinggi itu. Namun, Rendi paham dengan kebutuhan dirinya sehingga dia memberikannya upah sebesar itu. Dikalikan dengan lima hari, uang itu sudah cukup bagi ia bertahan hidup dua hari di Solo. "Pendaftaran dua minggu lagi dibuka. Kira-kira formasi apa aja yang bakal tersedia ya?" pikir Syila mengamati layar ponselnya. "Semoga aja ada formasi yang nggak jauh dari Cilacap," harap Syila. Saat tengah asyik bermain ponsel, Bu Sukma datang menghampiri Syila.

  • COMPLICATED LOVE; Gadis Sejengkal Mimpi    CHAPTER 67 MENERKA RASA

    Malam penuh bintang kembali menyapa. Angin malam menyejukkan badan yang penat. Tubuh yang terasa lemah kini lebih bergairah tersebab menatap keramaian langit. Sekarang, Syila baru saja memasuki kamarnya. Ia menata kasurnya sebelum ia tiduri. Sesekali, ia mengembuskan napas panjang, membiarkan pikirannya berkelana bersama gemintang yang berserakan di langit.Saat berbenah kamar, matanya tak sengaja melihat jaket hijau milik Rendi yang tergantung di balik pintu. Jaket itu sudah lumayan lama ada di sana sejak terakhir ia mencucinya. Setelah beberapa waktu, jaket itu berhasil menarik perhatian dan ingatannya. Ia pun meraih jaket itu, mengelus permukaannya sejenak, lalu bergumam lirih, "Besok aku harus kembalikan jaket Mas Rendi. Sekalian sama sapu tangan yang dulu juga."Tangan Syila refleks merogoh saku kanan dan kiri jaket itu. Ia menemukan sebuah foto ukuran 6x8 cm yang sudah lusuh karena terlipat. Dengan alis mengernyit, ia membuka lipatannya dan menatap foto tersebut. Ada seorang an

  • COMPLICATED LOVE; Gadis Sejengkal Mimpi    CHAPTER 66 SAMPAI JUMPA, ALYAA

    Perjalanan menuju terminal sore ini cukup bersahabat. Suasana jalanan belum terlalu ramai oleh orang-orang pulang bekerja. Rendi pun menikmati momen bersama Alyaa dengan lebih santai. Keduanya terlibat obrolan yang menyenangkan dan berusaha menghindari topik yang mengundang kesedihan.Rendi baru saja menceritakan kronologi kakinya yang pincang. Ia menyelamatkan Syila dari kecelakaan yang hampir merenggut keselamatan gadis itu. Karena aksinya itu, kakinya terserempet sehingga pincang.Alyaa tertegun mendengar cerita tersebut. Raut cemas jelas terpampang di wajahnya. Namun, ada perasaan lain yang mendadak timbul di benaknya. Hawa hangat tiba-tiba menjalar ke setiap anggota badannya kala mendengar nama Syila. Cerita Rendi menegaskan bahwa lelaki di sampingnya bertemu Syila Sabtu lalu. Alyaa masih sangat ingat, Syila mendadak pergi dari kedai. Sahabatnya bilang bahwa dirinya diminta pulang. Akan tetapi, hari ini ia mendengar fakta bahwa sahabatnya justru menemui Rendi di kantornya.“Jadi

  • COMPLICATED LOVE; Gadis Sejengkal Mimpi    CHAPTER 65 PERPISAHAN TERMANIS

    Beberapa hari berlalu dengan suasana yang lebih baru. Hari ini cuaca cerah, langit membentang biru dengan awan tipis mengambang tenang. Namun, di balik keindahannya, ada nuansa sendu yang menggantung di hati Syila dan Marsya. Hari ini adalah hari keberangkatan Alyaa ke Jakarta, meninggalkan kota kecil tempat mereka bertiga tumbuh bersama.Di selasar rumah Alyaa, Syila dan Marsya duduk berdampingan, bersandar pada tiang kayu sambil menikmati semilir angin sore. Suasana sederhana, jauh dari hingar-bingar pesta perpisahan, namun penuh dengan kehangatan. Mereka berbagi cerita—tentang masa-masa kuliah dan hal-hal random yang pernah mereka lakukan, serta rencana masa depan yang tak mereka tahu apakah bisa dijalani bersama lagi.Sesekali tawa kecil mengiringi percakapan mereka, meskipun di sela-sela itu, ada kesadaran bahwa perpisahan semakin dekat. Syila menyodorkan sebuah bingkisan kecil ke arah Alyaa, matanya berbinar meski bibirnya sedikit gemetar menahan emosi."Kamu baik-baik di sana y

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status