Bab 2.
Ketika aku sedang duduk bersama gengku di parkiran kampus, tatapan mata yang dingin dari Kak Adit memandang tanpa berkedip kepadaku. Aku mencoba memperhatikan wajah tampan itu, mempesona dan berkharisma, sayang sekali tatapan matanya yang dingin itu seakan-akan ingin menenggelamkanku, membuat aku benar-benar tenggelam dalam lautan tak bertepi, tapi ketika aku akan memanggilnya Kak Adit berlalu begitu saja langsung masuk ke kampus.
"Aku dan teman-teman gengku yang sedang nongkrong di tempat parkir mungkin membuat Kak Adit tidak berniat menyapaku atau dia sedang terburu-buru masuk ke laboratorium," batinku melihat sikap cueknya tadi sembari mencoba menepis pikiran lain yang timbul karena Kak Adit tidak menyapaku.
Sementara aku melamun, teman-teman gengku masih asyik bercanda, liburan dua hari kemarin mungkin mereka rasakan seperti sudah setahun tidak bertemu, sehingga begitu bertemu langsung heboh menceritakan pengalaman liburan masing-masing.
"Aya, kemana saja kamu liburan kemarin?" tanya Lenny dengan tiba-tiba kepadaku.
"Oh eh, aku nggak kemana-mana di rumah saja, Len," kataku tergagap tidak menyangka akan ditanya secara tiba-tiba.
"Aya kamu pasti lagi melamunkan? Ayo kamu ngelamunin apa sih?" tanya Indri teman gengku melihat aku melamun.
"Ah... Nggak kok, aku nggak ngelamunin apa-apa," sergahku menutupi kegugupan.
"Ahh... Ayolah cerita kekita kamu pasti liburan dengan Kak Aditkan!" seru Irma dengan heboh.
"Ih...mau tahu aja." Akhirnya aku menjawab seadanya takutnya nanti mereka semakin bertanya kepadaku.
"Nah kan ketahuan," kata Indri dan tawa mereka pun pecah, rupanya jawabanku bisa menutupi rasa penasaran mereka.
"Udah ah, yuk masuk ke kampus!" ajakku sambil berjalan meninggalkan pelataran parkir tempat kami nongkrong, sebab aku tidak ingin mereka semakin banyak bertanya kepadaku.
Walaupun Aku, Lenny, Indri dan Irma atau biasa kusebut my geng sudah bersahabat sejak awal kami mendaftar kuliah dan sering jalan bareng. Rahasiaku menjadi rahasia mereka dan masalahku menjadi masalah mereka juga, tapi rahasia Aku dan Kak Adit belum berani aku ceritakan kepada teman-teman gengku ini.
Aku masih memegang janji Kak Adit untuk tidak membicarakan hal ini kepada siapapun dulu sampai Kak Adit mencari jalan keluarnya. Walaupun sebenarnya aku ingin sekali curhat kepada teman-teman gengku ini bagaimana caranya keluar dari masalahku ini tetapi aku belum mempunyai nyali untuk mengatakannya.
"Halo anak-anak, hari ini kita akan membahas tentang bla bla bla..."
Suara Dosen di depan ruang kuliah pun seakan cuma singgah sebentar di telingaku kemudian menguap entah kemana seperti embun yang diterpa sinar matahari pagi, hilang tak berbekas.
Rasa galau yang kurasakan membuat Aku tidak konsentrasi mengikuti pelajaran kuliah yang diberikan. Entah kenapa sekarang aku selalu dilanda galau dan sering berpikiran yang tidak-tidak.
"Apakah ini yang di sebut dengan perubahan hormon saat kehamilan?" gumamku dengan perasaan gundah.
Sementara wanita lain yang sedang hamil biasanya dimanjakan oleh suami dan mertuanya, aku malahan harus menyembunyikan kehamilanku dari siapapun juga. Kuhadapi perubahan hormon ini dengan sedikit sisa kekuatanku sendirian, sembari mencoba tetap ceria seakan-akan aku masih seorang remaja yang polos tak bernoda.
Tertatih aku mencari kepastian yang semakin tak pasti, walaupun perkiraan usia jabang bayi di perutku ini kisaran tiga mingguan tapi perubahan hormon pada tubuhku sudah mulai terasa, sementara Sang Bapak calon bayi masih selalu mengatakan sesuatu alasan demi alasan.
"Sabar sayang, kita akan cari jalan keluarnya."
Entah jalan keluar apa yang nanti akan ditawarkannya kepadaku, yang pasti makin lama aku semakin tidak akan bisa menyembunyikan kehamilanku dari semua orang, karena perut ini makin lama akan makin membesar.
Aku semakin tenggelam dalam lamunan masa laluku yang penuh dengan kegembiraan namun sekarang tinggal kegelapan yang menghantuiku setiap saat.
Lamunanku melayang saat pertama aku menjalani ospek di kampus ini dengan atribut ospek yang harus kukenakan ternyata sekarang baru kusadari bahwa itu pengalaman yang tidak bisa kulupakan dan bisa membuat aku tersenyum walaupun dalam keadaan galau seperti ini.
"Hari ini hari Ospek kamu kan, Aya?" Papa bertanya kepada ku,
"Iyah Pa, Insya Allah hari ini Aya di Ospek, cuma Aya geli dengan atribut ini Pa, tempat sampah ini harus di gandul di leher" sergahku agak dongkol dengan atribut ospek yang harus kukenakan ini.
"Alaa, kamu nih anak manja, baru berpakaian gitu aja sudah mewekk!" celetuk kakakku yang sedang menikmati sarapannya.
"Ihh kakak, Aya kan belum pernah pakaian seperti ini, terus lagi masak aku akan naik motor dengan pakaian mirip badut seperti ini?" seruku manja kepada kakakku.
"Terus lihat deh rambut Aya ini Ma, harus di ikat dengan jumlahnya sesuai dengan tanggal. Aduhh Aya bingung dengan segala peraturan Ospek ini Maa!" seruku masih dongkol dengan segala peraturan pakaian Ospek.
"Alaa, segitu aja dongkol. Ntar di kampus kamu lihat, bukan cuma kamu saja yang pakaian seperti itu, tapi semua teman-temanmu yang di Ospek pun berpakaian sama, di kampus-kampus lain pun seperti itu kok!" Kakakku menjelaskan panjang lebar kepadaku.
"Iyah bener, Aya. Dan itu pengalaman kamu yang pasti gak akan kamu lupakan. Kalau gak ada yang kayak ini kan gak ada pengalaman Ospek dengan pakaian yang aneh-aneh yah kan?" Papa menjelaskan juga sambil tertawa.
"Aya.. Ayaa.. Papa dan Mama juga pernah ngalamin seperti kamu, memang seperti itu kok Orientasi Kampus, mungkin maksudnya supaya kalau kalian melihat sampah, langsung masukin saja ke tempat sampah yang kamu bawa itu" ujar Mama membenarkan perkataan Papa dan kakakku.
"Iyaa sih Ma, biar gak di gandulin gini dengan tempat sampah, Aya juga sering kok mungut sampah di jalan terus Aya buang ke tempat sampah!" seruku membela diri.
"Ayo diminum susunya dulu baru kamu berangkat" kata Mamaku sambil menyodorkan segelas susu kepadaku dan aku langsung meminumnya sampai habis.
"Makasih susunya, Mah" ujarku sembari membetulkan atribut ospek yang melekat di badanku.
"Baiklah. Aya berangkat dulu yah Mah, Pa, Kak. Assalamualaikum!" seruku sembari bersiap-siap berangkat ke kampus.
Bab 3 Lamunanku melayang saat pertama aku menjalani ospek di kampus ini, dengan atribut ospek yang harus kukenakan ternyata sekarang baru kusadari bahwa itu pengalaman yang tidak bisa kulupakan dan bisa membuat aku tersenyum, walaupun dalam keadaan galau seperti ini. "Hari ini hari ospek kamukan, Aya?" Papa bertanya kepadaku. "Iya Pa, Insya Allah hari ini Aya di ospek, cuma Aya geli dengan atribut ini Pa, tempat sampah ini harus digandul di leher," sergahku agak dongkol dengan atribut ospek yang harus kukenakan ini. "Alaa, kamu nih anak manja, baru berpakaian gitu aja sudah mewekk!" celetuk kakakku yang sedang menikmati sarapannya. "Ihh... Kakak, Ayakan belum pernah pakaian seperti ini terus lagi masak aku akan naik motor dengan pakaian mirip badut seperti ini!" seruku manja kepada Kakakku. "Terus lihat deh rambut Aya ini Ma, harus diikat dengan jumlahnya sesuai dengan tanggal. Aduhh.... Aya bingung dengan segala peratur
Bab 4 Sore ini Klub Pencinta Alam di kampus akan mengadakan rapat untuk membahas tentang kegiatan mendaki. Aku dan teman-teman gengku sudah sepakat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini, nampak kakak senior sedang membimbing kami tentang peralatan apa yang harus disiapkan, bekal apa yang harus kami bawa dan tentu saja akomodasi apa yang akan kami gunakan nanti pada saat akan ke lokasi kegiatan. Direncanakan kegiatan akan dilaksanakan pada hari Sabtu Minggu, berarti masih ada tiga hari untuk mempersiapkan semua bekal yang akan kami bawa mendaki. Tidak terasa, akhirnya saat berangkat mendaki telah tiba segala bekal telah aku siapkan, dan bersiap-siap berangkat untuk kumpul dulu di kampus, tidak lupa aku pamitan dulu kepada Papa dan Mama untuk berangkat. "Ma, Aya izin mau pergi mendaki bareng teman-teman kampus, doain Aya pulang dengan selamat yah, Ma." aku meminta izin kepada
Bab 5 Udara dingin Gunung Bawakaraeng serta kabut yang masih tebal menyelimuti pendakian kami pagi itu. "Len, lumayan dingin yah," kataku kepada Lenny sembari merapatkan jaketku sembari tidak sadar aku meraba perutku "Selamat menikmati pendakian ini anak, Sayang" bisikku dalam hati yang mulai merasakan adanya kedekatan dengan anak di rahimku ini. "Iya Aya, kabutnya juga masih tebal banget," tukas Lenny yang berjalan di depanku. "Iya nih, untung aku sudah mandi tadi jadi hawa dinginnya ngga terlalu menusuk," tukasku sambil terus berjalan Walaupun tas ransel dipunggungku isinya cuma mie instan dan air gelas tapi cukup menambah berat beban perjalananku. Tetapi entah kenapa aku merasakan ada tenaga yang mendorongku hingga aku dengan mudah mencapai puncak Gunung Bawakaraeng. Kakak-kakak senior berjalan di depan kami,
Bab 6 Jam sembilan malam, suasana Pantai Losari sudah sangat ramai. Pantai Favorit anak-anak muda Kota Makassar ini setiap malam Minggu pasti sangat ramai oleh pengunjung.Kami kemudian mencari tempat parkir yang sudah penuh sesak.Aku mengambil ponselku ingin menelfon Indri ingin menanyakan lokasi nongkrong mereka "Halo Indri kalian dimana? Aku sudah di Panlos ini sama Kak Adit" kataku begitu ponselku tersambung "Aku di tempat biasa kita nongki, di Lego-lego yang paling ujung, Aya" kata Indri menyebutkan tempatnya. "Oh okey baiklah, aku menuju kesana" jawabku seraya mengajak Kak Adit "Kak, mereka di Lego-lego yang paling ujung, kita jalan-jalan saja kesana yuk" dan kami menyusuri Panlos menuju pantai terapung Lego-Lego sembari berbincang-bincang Kak Adit menanyakan keadaanku "Aya, gimana keadaanmu? Maksudku apa kamu tidak mengalami morning sick atau mual di pagi hari sejak sebulan ini kamu gak haid lagi?
Bab 7 "Emang dia sudah punya pacar?" Indri bertanya kepadaku "Dia pernah bilang kalau pacarnya anak Unhas" kataku "Iya sih aku juga pernah dengar dia punya pacar anak Unhas" kata Indri sambil menatapku lekat , dia kemudian melanjutkan "Tapi aku tak yakin mereka masih pacaran deh, sudah dua malam mingguan ini kalian jalan kan? Berarti mereka mungkin sudah tidak pacaran lagi Aya!" Tebak Indri. "Itulah Indri, aku juga bingung, sebenarnya perasaan Kak Adit itu seperti apa kepadaku, aku juga masih bingung!" kataku sambil memainkan handphone ditanganku seraya berfikir apakah kuceritakan saja kepada Indri tentang kehamilanku ini? Tapi tiba-tiba berdering ponsel Indri membuat aku mengurungkan niatku untuk bercerita tentang kehamilanku. "Telfon dari Lenny, katanya hari ini dia izin karena pesanan katering Mamanya lagi banyak" kata Indri begitu selesai berbicara di telepon. "Oh pantesan dia nggak masuk
Bab 8 Jam 7:00 malam, aku dan Kak Adit masih berada di kosan Indri, tugas ketikanku sudah selesai kukerjakan, dengan bantuan kakak terdahsyatku yang jago mengetik sepuluh jari membuat tugas ketikanku cepat selesai. "Capek juga yah, habis ini jalan cuci mata, yuk" ajak Indri. "Aku sih okey aja," jawabku cepat. "Kalau aku kayaknya gak bisa deh, soalnya masih ada tugas Lab malam ini," Kak Adit menjawab "Yah gitu deh, Kak Adit sibuk banget," kata Indri kemudian "Gimana dong,emang kayaknya gitu tugasnya," Kak Adit menjawab kemudian tersenyum "Iyadeh gak papa kalau Kak Adit gak bisa ikut, kita berdua aja Indri, aku juga mau tinta printer ini" kataku kepada Indri. "Iya kalian jalan berdua aja yah, nnti aja kita jalan lagi" Kata Kak Adit kepada ku. "Baiklah kak, siapp!" Kataku kepada Kak Adit. "Ayuh deh kalau Kakak mau pulang, aku antar dulu yuk" kataku kepada Kak Adit "Ayuh, Indri aku pul
Bab 9 Sejak Kakak Bermata Dingin bermalam minggu bersamaku saat syukuran ulang tahun Indri di Pantai Losari Lego-lego, setiap malam Minggu pasti aku akan menjemput Kakak Bermata Dingin di Kampus kemudian kami akan jalan untuk bermalam minggu berdua. Entah kami hanya sekedar nongkrong di Pantai Losari, atau hanya sekedar keluar makan kemudian pulang. Aku merasakan Kakak Bermata Dingin mulai menaruh perhatian kepada ku. Tentu saja aku bahagia dengan keadaan ini, tapi juga aku masih di liputi keraguan, bukanlah Kak Adit pernah mengatakan kalau dia sudah punya pacar? Lantas hubungan dengan aku, apa dong? Apakah hubungan kami bisa dikatakan pacaran? Sementara dia belum pernah mengatakan menyukai ku? "Halo, Kak Adit lagi dimana?" Aku menelepon Kak Adit. "Aku ada di Kampus,Aya. Kamu sendiri dimana?" Balik tanya Kak Adit. "Aku di kosan Indri ini Kak, Kakak kalau ada waktu kosong, Kakak kemari yah?" Sahutku kemudia
Hari ini aku bersemangat sekali mau ke kampus karena ada kuliah praktek sebentar, automatis akan bertemu dengan Kakak Bermata Dingin lagi di Laboratorium Sebelum berangkat aku mematut diriku di depan cermin dan memperhatikan perutku yang masih datar dan kemudian aku pamitan ke Mama "Ma, Aya berangkat dulu Mah!" Kataku sambil mencium tangan Mama. "Okey sayang, hati-hati di jalan yah!" Kata Mama sambil mencium pipiku. Aku mengangguk dan tersenyum kemudian ke Papa dan mencium tangannya juga " Aya berangkat dulu Pa!" "Oke sayang, hati-hati di jalan yah!" Kata Papa sambil mengelus rambutku. "Okey Assalamualaikum!" Jawabku sambil menuju keluar untuk mengambil motor dan langsung gas menuju ke kampus. Sesampai di kampus, aku langsung berjalan menuju ke lantai tiga tempat ruangan Lab Komputer. Sampai di atas ternyata ruangan Lab K