Home / Romansa / CRAZY FOR LOVE / PELUK DAN AIR MATA

Share

PELUK DAN AIR MATA

Author: Kumara
last update Huling Na-update: 2021-11-21 09:19:27

"Panji?!"

Tangan Kirana menepuk bahu pria yang memunggunginya. Panji berbalik, kepalanya sedikit tertunduk untuk melihat wajah perempuan setinggi dadanya. Mata mereka bertemu. Waktu dipaksa untuk berhenti, orang-orang seolah tak ada, hanya ada mereka berdua sedang saling memandang satu sama lain. Kirana menitikkan air mata, tidak salah lagi, memang pria semrawut beraroma kayu di hadapannya ini adalah Panji. Panji mantan kekasih masa SMA yang delapan tahun menghilang tanpa jejak. Mata Panji berkedip-kedip, mereka berdua ditarik kembali pada kenyataan. Tangan Kirana terbuka hendak memeluk Panji, tapi Panji terlihat jelas menghindar, dan malah menjulurkan tangan kanannya.

"Lama gak ketemu, Ran," ucap Panji kikuk.

Wajah bulat Kirana yang sudah banjir air mata tampak plonga-plongo kebingungan, suasana yang tadi dirasa haru berubah menjadi canggung. Kirana menyeka air matanya lalu menyalami tangan besar Panji, dia sempat kaget lantaran telapak tangan Panji terasa sangat kasar dan tebal. Entah pekerjaan apa yang sudah dikerjakan tangan itu sampai begitu kasarnya.

"Kamu, ke mana aja?" lirih Kirana menahan supaya tidak menangis lagi.

"Pindah ke luar kota-,"

"AKH!!!" Tiba-tiba Kirana berteriak histeris sambil menjambak rambutnya. Panji kaget bukan kepalang, dikiranya Kirana kerasukan. Kirana menggoyang-goyang kepala frustrasi, dia sudah tidak sanggup menahan gejolak di dada. Dia ingin berteriak, dia ingin marah, dia ingin memukul Panji, tapi sekaligus ingin memeluknya erat-erat dan mengatakan seberapa kangen dia. Tumpukan perasaan tak bertuan itu mendidih di dalam tubuh Kirana. "Kamu ... Brengsek!" Kirana mengumpat pelan seraya menatap sinis Panji, lalu kemudian berlari sambil menangis.

Untuk sedetik Panji membeku, otaknya lambat memproses. Dia terkenang masa lalu, sudah biasa Kirana lari sambil menangis. Kalau dulu, dia akan memilih untuk membiarkan sampai Kirana kembali stabil dan tenang, tapi kalau sekarang dia biarkan, mungkin mereka tidak akan pernah bertemu lagi. Dia menimbang sesaat, menyusul atau tidak? Buku tua di tangan yang belum sempat dibeli dia letakkan kembali ke atas tumpukan buku lainnya, secepat angin dia berlari menyusul kirana, tas sandang besar berbahan kain tua yang dia pakai ikut terguncang-guncang seiring langkah panjangnya.

Kirana tidak berlari jauh. Masih seperti dulu, dia selalu menepi ke tempat yang sepi untuk berjongkok memeluk lutut, dan menumpahkan air mata. Sekarang tempat yang dia pilih adalah di bawah pohon mangga yang cukup rindang, berada di pojokan tempat area hijau Plaza, nyaris tak ada orang yang lewat sanaDia kesampingkan nasihat neneknya dulu: kalau petang jangan berada di dekat pohon, awas kesambet. Lagian, siapa sih yang bakal peduli hal mistis kalau sedang berada di situasi seperti ini?

Kaki Panji mendekat pelan-pelan, takut jika emosi Kirana akan meletus lebih seram dari sebelumnya. "Ran?" Tangan kirinya mengusap lembut pundak Kirana. "Rana?" panggilnya lembut.

"Kamu tau gak sih apa yang udah kamu lakuin?! Kamu sadar gak?!" Kirana mengamuk lagi tapi posisinya tak berubah. "Kamu hilang gak tau ke mana! Aku hubungin gak bisa! Rumah kamu dipasang papan dijual! Aku hampir gila tau, gak?! Sekarang, bisa-bisanya kamu cuma bilang 'lama gak ketemu'?!!" semburnya lagi. Kalau saja nafas Kirana bisa mengeluarkan api seperti naga, pasti pohon di depannya tinggal sisa abu.

"Aku gak tau kalo kamu sampe kaya gitu," lirih Panji, "tapi aku sama sekali gak berniat untuk menyakiti kamu, kok." tutupnya.

"Gampang banget ya kamu ngomong gitu!" Kirana belum puas kalau tidak marah secara langsung. Dia berbalik, mereka berdiri bertatapan, tapi hatinya luluh setiap melihat wajah Panji. "Kamu kejam banget, Nji. Minimal waktu itu kalo kamu memang mau mengakhiri hubungan kita, kita bisa coba akhiri baik-baik, bukan pake cara hilang tiba-tiba. Kamu jahat banget." Kirana tampak seperti Cinta versi dramatis yang tengah memarahi Rangga.

Wajah Panji memelas, dia semakin mendekatkan dirinya pada Kirana. Walau Kirana awalnya sok jual mahal, tapi dia kalah juga pada kerinduan yang jauh lebih besar. Mereka akhirnya berpelukan. Tidak tahu itu pelukan bermakna apa, apakah sebagai temu kangen dua teman lama? Atau pertanda kembalinya terajut tali kasih? Baik Kirana maupun Panji, sama-sama tak tahu menafsirkannya.

"Maaf, ya. Maaf karna udah menyakiti kamu separah ini, sumpah aku sama sekali gak tau kalo kamu bakal nyariin aku. Aku pikir malah kamu gak mungkin ingat sama aku." Telapak tangan Panji yang besarnya nyaris menyamai kepala belakang Kirana, perlahan mengelus rambut Kirana sampai ke punggung.

Muka Kirana sudah tenggelam di dada bidang Panji, jaket tebal sedikit berbau apek itu telah basah oleh air matanya yang tak kunjung reda. "Kenapa kamu bisa mikir kaya gitu?! Memang apa yang salah sama hubungan kita waktu itu?!"

"Aku merasa waktu itu kita sama-sama gak bahagia, kita terlalu sering berdebat, berantem. Aku pikir kalo diteruskan, hubungan kita bakal berakhir gak sehat, makanya aku pilih pergi diam-diam. Takutnya kalo aku bilang ke kamu, aku bakal jadi ragu sendiri," aku Panji.

"Jadi waktu itu kamu memang sudah ada niatan untuk mutusin aku?" Suara Kirana merendah. Ada nada permohonan dugaannya akan dibantah. Sayangnya, Panji sama sekali tidak membantah.

"Iya. Aku pikir itu keputusan yang paling tepat buat kita."

Tubuh Panji terdorong ke belakang, untung keseimbangannya tidak goyah. "Kalo gitu jangan pernah lagi lu muncul di hadapan gue!" teriak Kirana, egonya berhasil dicabik-cabik. Mereka berdua kembali saling melempar pandang dalam kesunyian, saling bertanya dalam hati: benarkah semua akan betul-betul berakhir sekarang? Terutama untuk Kirana yang sudah jelas menanti selama delapan tahun, apa iya penantian delapan tahunnya akan selesai seperti ini saja?

Aksi saling lempar pandang itu terhenti setelah Akbar datang dengan muka super bingung. "Kamu ngapain di sini, Na? Aku nyariin kamu ke mana-mana, aku pikir kamu nyasar apa gimana. Gak mungkin juga kamu pulang gitu aja tanpa ngasih tau aku." Dia berceloteh panjang lebar, mengabaikan keberadaan Panji.

Kirana sengaja menggandeng tangan Akbar dengan harapan perbuatan itu sedikit banyak bisa mengganggu pikiran Panji, dan biar dia tahu kalau Kirana sudah move-on. "Jangan pernah muncul lagi di hadapan gue! Kalo pun kita gak sengaja ketemu, mending lu pura-pura gak kenal aja! Enyah aja selamanya!" Dia memaki-maki Panji sebentar sebelum menarik lengan Akbar untuk pergi dari sana, meninggalkan Panji yang hanya bisa memandangi punggung mereka dengan mata nanar.

***

"Tadi itu siapa, Na?" Akbar langsung angkat suara setiba mereka kembali ke kafe.

Kirana tak lekas menjawab, jantungnya bahkan belum stabil. Dia ambil dulu segelas air putih untuk diteguk habis. Akhirnya tenggorokannya yang kering sehabis berteriak-teriak tadi kembali segar. Kirana memastikan dulu otaknya sudah cukup jernih untuk menjawab rasa ingin tahu Akbar. "Dia mantan gue waktu SMA," jawabnya cuek sembari duduk.

Mendengar jawaban tak disangka itu, Akbar dan Fitri sama-sama memberi perhatian ekstra. Keduanya kepo ingin mengetahui lebih lanjut cerita Kirana. "Aku gak nyangka kamu bisa pacaran sama cowok seram kaya gitu." Akbar mengutarakan penilaiannya.

"Udah delapan tahun lalu, dulu dia gak kaya sekarang. Gue juga gak tau kenapa dia bisa kaya gitu, mungkin dia kerja di alam liar apa gimana, entahlah."

"Kamu gak pernah cerita sama aku kalo kamu punya mantan." Pilihan Akbar untuk merajuk betul-betul salah tempat dan waktu.

"Harus banget ya dibahas sekarang?! Kita juga baru pacaran, kita belum terlalu saling mengenal!" Amarah Kirana yang masih tersisa sedikit, dia tumpahkan pada Akbar.

"Maaf, Na. Aku gak bermaksud-,"

"Udah deh, persetan sama maksud lu! Niat lu! Gue mau pulang!" Kirana menyambar tas kerjanya.

"Na, tapi gimana sama makan malam kita?"

Emang dasar tolol bin blo'on nih Akbar, dalam situasi Kirana mode setan, bisa-bisanya malah lebih mementingkan soal rencana makan malam. Wajar saja Kirana tidak membalas lagi, hanya memberinya tatapan maut berikut tanduk setan di atas kepala. Akbar takut untuk bertanya lebih lanjut, dia biarkan saja kekasih satu harinya itu keluar untuk memanggil taksi. Diam-diam Fitri memandangi muka sedih bosnya.

"Mau aku bikinin kopi atau waffle?" Fitri memberi tawaran.

"Gak usah." Seperti biasa Akbar menyahut pendek.

Keduanya terdiam. Saling menenangkan hati masing-masing yang menerima penolakan sebagai makanan sehari-hari.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • CRAZY FOR LOVE   CRAZY FOR LOVE

    Gending manten kebo giro mengisi aula tempat berlangsungnya resepsi pernikahan Kirana dan Panji. Acara dilaksanakan secara sederhana dan tertutup hanya untuk keluarga dan sahabat terdekat. Kirana tidak bosan-bosan menoleh pada Panji yang tampak gagah mengenakan Solo Basahan. Senyum simpul terus merekah di bibir mereka berdua. Siapa sangka bahwa akhirnya mereka meraih akhir bahagia? (setidaknya sampai saat ini)."Keren! Jadi kawin juga lu! Emang jodoh gak ke mana, ya!" seru Mila yang baru datang bersama pacarnya, Adam. "Gue yang duluan pacaran, eh elu yang duluan kawin!" tambahnya sambil mencubit pipi Kirana."ish, nanti bedak gue cemong!" Kirana pura-pura ngambek."Tapi kalo lagi galau, ingat ... party dugem in the house, yo!" Adam mengekek. Dia sadar Panji langsung melempar lirikan tajam, dia segera berdalih, " Hehe ... canda ah, bro! Kirana udah gak main dugem lagi sekarang.""Ya gak papa juga sih

  • CRAZY FOR LOVE   AKU JANJI

    Suasana rumah Panji menjadi sangat kelabu dan kelam selama penyembuhan Kirana usai kehilangan calon jabang bayinya. Kirana diam total, sama sekali tak menyahut tiap kali diajak bicara. Rencana pernikahan pun batal, Kirana yang meminta untuk dibatalkan meski Panji bersedia untuk melanjutkan. Belum pernah Kirana merasa sekosong dan semenyesal ini, dia ingin tinggal bersama ibunya, hanya itu permintaan darinya. Setelah seminggu lebih pemulihan, Kirana pamit pulang, dia juga telah mengirim surat pengunduran diri ke tempat magang, dia berniat menyepi untuk waktu yang lama."Kamu pasti balik ke rumah kan, Ran?" tanya Panji sebelum Kirana menyeret kopernya masuk ke Bandara. Kirana diam, Panji mendesak lagi, "jawab aku, Rana! Kita masih bersama, kan?" Panji meminta janji Kirana. Begitulah manusia, kalau sudah tahu akan kehilangan, baru ketakutan sendiri (selama ini ke mana saja, Panji?)."Aku gak bisa janji." Suara Kirana datar.

  • CRAZY FOR LOVE   KEMALANGAN

    Tidak semenakutkan bayangan Kirana, pihak keluarganya justru menyambut baik rencana pernikahannya dengan Panji. Ayahnya yang masih berada di Malaysia berjanji akan datang di hari pernikahan. Sikap sinis malah datang dari ibunya Panji. Setelah yakin akan menikah, Panji memboyong Kirana ke Malang untuk bertemu orang tuanya dan membahas persiapan pernikahan. Perempuan kepala 6 itu selayaknya calon mertua menerima kedatangan Kirana ke rumah tapi wajah pahitnya tidak bisa dia sembunyikan. Terlebih lagi Panji adalah anak laki-laki satu-satunya dan tertua, dia punya 2 adik perempuan kembar yang masih duduk di bangku SMA. Seorang ibu akan memasang benteng tertinggi bila ada perempuan lain yang siap menggeser posisinya, itulah yang dilakukan ibu Panji, Kirana menerima masalah baru: mertua."Bukan gitu caranya, begini!""Panji itu anaknya bebas, kebebasannya mutlak, kamu harus mengerti itu.""Kamu juga mesti tau dia itu alergi uda

  • CRAZY FOR LOVE   DRAMA KELUARGA

    Kirana turun dari mobil Akbar. Adegan mengantar romantis ini juga bagian dari rencana mereka. Sesuai harapan, Panji yang tengah bekerja di halaman belakang melongok dan melihat kekasihnya diantar Akbar, mereka berdua bahkan menyempatkan diri untuk mengobrol beberapa menit. Sebelum pergi, Akbar sengaja pula mengelus kepala Kirana, Panji diam-diam mengintip cemberut.“Keren, diantar mantan pacar sekarang. Bukannya kamu bete banget sama dia?” singgung Panji setelah Kirana berada di dapur. Gurat cemburu sama sekali tidak bisa dia tutupi.“Aku pikir itu bukan urusan kamu lagi.” Kirana memanfaatkan momen ini untuk menunjukkan taringnya, sekalian saja dia membeberkan niatnya dengan Akbar, niatnya yang palsu itu. “Dia siap untuk menikahi aku supaya anakku punya bapak resmi.”Panji terbelalak, napasnya tercekat. “Yang bener aja kamu!” Panji berdiri, protes tanpa basa-basi. &ld

  • CRAZY FOR LOVE   BUNTING

    Aroma obat yang dibenci Panji menyerang dari tiap sudut lorong ruang tunggu rumah sakit. Kalau bukan karena Kirana pingsan, Panji sudah sejak tadi kabur dari sana. Rumah sakit adalah salah satu tempat yang paling dia benci. Dia cemas, berharap Kirana baik-baik saja. Dia sedikit banyak sudah bisa menebak kalau akhir dari touring ini akan buruk. Fisik Kirana memang tidak terlalu fit, di atas motor berjam-jam tentu lumayan berat baginya.“Keluarga ibu Kirana?” Suster melongok dari pintu ruangan Dokter, Panji langsung berdiri dan ikut masuk.Sekilas dia menengok Kirana yang sedang berbaring di atas kasur pasien, dia sudah siuman tapi matanya masih tampak sayu. Panji duduk di hadapan Dokter, keduanya siap mendengar hasil pemeriksaan.“Ibu Kirana hanya kelelahan, efek dari sengatan matahari,” ucap Dokter sesuai dugaan Panji. Baik Panji maupun Kirana sama-sama lega, untuk sesaat mereka bisa menarik napas

  • CRAZY FOR LOVE   PANJI ITU PAKBOI!

    “Lusa aku mau pergi touring, Ran,” ujar Panji pada saat mereka sedang menyantap makanan pada suatu malam.“Ke mana? Sama siapa?! Berapa lama?!” Kirana langsung mencecar dengan muka panik akan ditinggal kekasih hati.“Cuma ke Bandung, kok. Paling juga dua hari satu malam, di Bandung nginep dulu semalam trus balik lagi.”“Kalo gitu aku ikut! Kan lusa hari sabtu itu, sore minggu udah balik, aku bisa ikut!” Kirana menggenggam erat punggung tangan Panji, memohon supaya diajak serta.“Jangan ngaco ah, kamu. Itu kan khusus anggota komunitas motoran aja.” Panji menolak.“Jangan kamu kira aku gak tau ya kalo temen-temen komunitas kamu juga suka bawa cewek mereka! Masa aku gak boleh ikut?! Nji~ Please~” Kirana bergelayut manja.“Soalnya kalo kamu ikut, nanti berantakan acaranya, R

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status