A DEAL.
“KITA HARUS BICARA”. Tiga kata itulah yang Eva ingat sejak pertama kali Bruce mengacaukan hidupnya. Bruce masih berdiri di belakangnya, memandangi dirinya yang tengah memilih baju mana yang akan ia pakai siang ini. “Bruce, tolong beri aku waktu lima menit untuk memakai baju. Setelah itu kita bisa bicara.” Pintanya pada pria paling mneyebalkan yang pernah Eva temui.
Bruce mengedikkan bahu. Eva sempat berpikir kalau Bruce akan menolak mentah-mentah permintaan itu. Sampai pria itu berbalik sambil berkata, “Baiklah. Aku akan mandi dulu kalau begitu. Aku tunggu di kamarmu untuk sarapan bersama.”
Sepeninggal Bruce, Eva segera mengambil sepasang Victoria Secreet yang tergantung rapi di rak-rak khusus pakaian dalam. Hari ini ia memilih warna hitam. Kebanyakan laki-laki menyukai warna itu. Dan meskipun Bruce tidak melihat pakaian dalamya, Eva merasa Bruc
SECRET RELATIONSHIP.ALEX. Ulang Bruce di benaknya. Ternyata, itulah nama pria itu. Alex. Bruce kembali mengucapkan satu kata itu, kali ini sambil memejamkan mata dan mengambil napas dalam-dalam. Tenang, Bruce. Tenang. Hanya pria biasa yang sedang mencoba menarik perhatian Eva. Seperti pria-pria sebelumnya. Pria-pria pada umumnya yang memuji gadismu. Ini bukan apa-apa, jangan terlalu dipikirkan.“Bruce, apa kau baik-baik saja?” tanya Eva dengan suara rendah.Jawaban yang sebenarnya adalah, Bruce sedang tidak baik-baik saja. Setelah mendengar nama itu, rasanya Bruce ingin sekali meledakkan sesuatu. Atau mengirim seekor gajah ke antariksa lalu meluncurkan gajah itu tepat di atas kepala pria bernama Alex yang dengan lancang mengencani gadisnya. Namun, demi mendapatkan simpati dari Eva, ia pura-pura bersikap bijak. Ah, sungguh usahanya kali ini tidak boleh berakhir sia-sia. Bruce berdeham, “Ya, aku baik-baik saja.&
SHORT MESSAGE.PAYTON melipat kedua tangan di depan dada sembari meamndangi Eva dengan rambut kusutnya. Ini seperti introgasi yang biasa dilakukan oleh seorang polisi kepada salah satu tersangka kasus… pembunuhan. Lebih tepatnya, pembunuhan yang melibatkan harga diri Payton. Saat ini, ia sedang berperan menjadi polisi baik. Tidak ada siksaan untuk Eva dan itu bagus untuk mereka berdua. “Jadi…”“Payton,” Eva memutar bola matanya untuk kedua kalinya. “Ini sama sekali tidak seperti yang kaubayangkan.”“Seseorang menginap di sini dan kau masih bisa bilang ini semua tidak seperti yang kubayangkan? Coba jelaskan.”Eva menghela napas. Di antara dirinya dan Payton, memang nyaris tidak ada batasan. Ia menganggap Payton sebagai teman baik, Payton juga mengetahui tentang rahasia-rahasianya. Mereka mempercayai satu sama lain, wajar jika saat ini Payton ingin tahu apa yang
TWINS.ALEX membaca pesan yang dikirim oleh Eva. Ujung bibirnya terangkat sedemikian rupa hingga membentuk sebuah senyum simpul. Di sisinya, Volta menepuk bahunya dengan cukup keras dan nyaris membuat ponselnya terjatuh. Malam ini, hanya ada dirinya dan Volta yang pergi ke club untuk menghibur diri. Delta sudah mendapatkan apa yang dia mau. Kemungkinan besar kebersamaan mereka akan berkurang drastis. Alex memahami semua itu, pun dengan Volta.“Katakan padaku siapa yang bisa menciptakan senyum sebodoh itu di wajahmu.” Ujar Volta lengkap dengan nada penuh ejekan di dalamnya. “Apa gadis itu cantik? Kau tentu mau berbagi denganku, kan?”Alex menyingkirkan lengan Volta yang bertengger di bahunya. “Sangat cantik. Kau tentu tidak akan mempercayainya. Dia seperti… Dewi.”“Astaga! Volta menutup mulut dengan kedua tangan. “Alex, apa kau sedang mabuk?”Alex menggele
A PROMISE.BRUCE masih duduk manis di kantornya saat ia kembali teringat dengan ciuman panas bersama Eva pagi tadi. Sampai kapan pun, rasanya mustahil ia bisa melupakan semua itu. Hari ini semua kejadian yang melibatkan Eva terus berputar di kepalanya. Sejak meninggalkan gedung apartement wanita itu, Bruce tidak hentinya memikirkan Eva. Senyum simpul yang menawan, bibir semanis madu, kulit sehalus sutra dan rambut bak helaian bulu yang sengaja di terbangkan dari syurga. Perbaduan sempurna itu dibungkus menjadi satu dalam bentuk gadis yang telah mengutuknya. Kutukan yang nyatanya bertahan hingga sekarang.Tiba-tiba, Bruce seolah dilempar kembali ke masa lalu. Kala itu di musim dingin, ia kembali mengunjungi Eva dan keluarganya. Kunjungan seperti hari-hari sebelumnya. Usianya dua belas tahun dan Eva sebelas tahun. Di tengah hujan salju yang tak begitu lebat dan tidak berbahaya, Bruce membawa Eva untuk berjalan-jalan di luar. Mereka menge
A DEMON PRINCESS.EVA menggeram tertahan saat menyaksikan Bruce meminum anggurnya dengan begitu tenang. Ia sesekali mencuri pandang pada pria itu sambil terus mendengarkan dan menanggapi celoteh Alex. Tadi, pembicaraannya dengan Alex terasa begitu menyenangkan, hingga kehadiran Si Angkuh itu mengubah segalanya. Diam-diam ia mengutuk Bruce dalam hati. Eva menduga Bruce sengaja membuntutinya. Ia tidak tahu apa tujuan pria itu datang ke café tempatnya bertemu dengan Alex. Semula ia menduga Bruce akan menghampiri mereka dan menyeretnya pulang serta mempermalukan Alex. Namun dugaannya salah. Bruce bukannya mendatangi meja mereka, ia justru duduk tenang di kursinya dan tidak menghampiri dirinya seolah mereka tidak saling mengenal satu sama lain.Setelah duduk melempar senyum penuh dosa ke arahnya, Bruce beranjak dari kursi. Eva mengepalkan tangan di bawah meja. Seandainya saja ia sedang tidak bersama dengan Alex, mungkin mulutnya yang
THE DANCED DRONES.EVA masih tidak perccaya dirinya terjebak dalam situasi yang cukup rumit bersama Bruce Spencer Smith. Ini semua terjadi karena ia membiarkan perasaannya mengendalikan dirinya kala itu. Seandainya saat itu ia tidak hanyut ke dalam emosi melankolis yang menguasai alam bawah sadarnya, mungkin saat ini ia berada jauh dari jangkauan pria angkuh itu.Akhirnya, setelah bertahun-tahun berlalu. Eva berhasil menemukan kepercayaan dirinya terhadap laki-laki. Ia masih sangat ingat masa-masa sulit yang ia alami dulu setelah penghianatan Bruce. Eva menghindari hubungan asmara dengan pria yang tertarik padanya atau pun mencuri perhatiannya. Ia tidak ingin dihianati lagi. Tidak setelah apa yang ia terima dari Bruce Spencer Smith. Dunianya saat itu hancur berkeping-keping. Butuh bertahun-tahun berikutnya untuk memulihkan semuanya.“Syarat?” ulang Bruce setelah ia menyetejui permintaan Bruce untuk tinggal bersama.
THE DAY YOU KISSED MY LIPS.ALEX merasakan ada yang berbeda dengan Eva. Ia menduga, sesuatu terjadi pada gadis itu. Ia tetap berusaha tenang dan melempar gurauan-gurauan untuk menghibur gadis itu. Bagaimana pun, misinya adalah untuk menarik perhatian Eva. Jika ia gagal, berakhir sudah hubungan mereka. Sedangkan dirinya tidak ingin semuanya berakhir secepat itu. Ia menginginkan Eva. Untuk dirinya sendiri. Jika gadis itu orang lain, mungkin ia akan dengan senang hati menjalin hubungan satu malam panas di dalam kamar hotelnya. Sayang, gadis itu bukan gadis yang ingin ia tiduri satu malam saja.Selama sesaat yang cukup menegangkan, kekhawatiran Alex akhirnya terjadi. Ia melihat Eva meminta ijin untuk pergi ke toilet. Alex sempat melihat seorang pria berjalan melintasi meja mereka. Pria yang belum sempat dilihat wajahnya itu menghilang di balik sebuah pintu penghubung antara meja kasir dan dapur. Ia mengawasi si pria yang berjalan cepat, di
FIRST KISS.EVA mengambil napas dalam-dalam lalu mengembuskannya. Ia melirik Bruce yang masih sibuk dengan dadanya. Meremas salah satu buah dadanya dan mengulum bagian yang lain. Lima menit lalu, mereka masih sibuk bercumbu di balkon. Eva mengira ciuman-ciuman itu akan berakhir setelah mereka kembali masuk ke apartement. Pada kenyataannya, semua semakin menggila sejak Bruce mendorongnya lalu mendudukkan dirinya di atas meja pantry. Eva bukannya keberatan dengan perlakuan pria itu. Ia hanya… tidak bisa menahan diri.“Bruce…” satu kata itu meluncur begitu saja dari mulut Eva. Ia mengerang, mencoba bertahan di tengah terjangan ombak kenikmatan akibat cumbuan lihai dari pria itu. Eva membenamkan jemarinya di antara rambut halus milik Bruce. Sesekali ia menarik helaian rambut itu dengan sekuat tenaga.Bruce mendongak setelah pria itu mendengar erangannya. “Apa yang kauinginkan?”“Ber