WE WILL MARRIED.
Bruce meminta kedua bodyguardnya untuk menghalau wartawan yang mulai berkerumun di sekitar dirinya dan Eva. Malam ini akan menjadi malam panjang bagi mereka semua. Kenapa demikian? Karena setelah malam ini, media pasti akan gencar menyebar berita mengenai kedekatan dirinya dan model cantik bernama Eva yang kini masih berada di pelukakannya.
Eva terlihat lebih santai di banding sebelumnya. Setelah orang-orang Bruce berhasil menyingkirkan wartawan, wanita itu kini berjalan seolah tanpa beban. Kini ia dan Bruce berada di koridor yang letaknya tidak jauh dari ruangan pesta. Mereka hampir sampai di basecamp. Tiba-tiba Eva berkata, “Kau boleh pergi.”
Bruce melongo. Pergi? “Apa maksudmu?” tanyanya.
“Apa aku kurang jelas?” wanita itu mendengus pelan. “Kau dan dua pengawalmu boleh pergi sekarang.”
“Kau mengusirku?” Bruce mulai jengkel. Astaga, setelah jasanya menyelamatkan Eva dan kini peri yang ia selamatkan justru mengusirnya? Benar-benar konyol.
“Tidak juga. Kurasa drama ini harus diakhiri. Aku tidak mau ada yang berpikir kita memiliki hubungan khusus.” Eva mengibaskan tangan Bruce. Lalu ia berjalan santai menuju ruangan yang tertelak tak jauh darinya.
Kedua pengawal Bruce menahan tawa. Mereka jelas menertawakan Bruce, atasan mereka. “Diam kalian!” sentak Bruce kesal. “Aku akan memberi pelajaran padanya. Kalian tunggu di sini! Jangan biarkan siapa pun masuk!” titah Bruce dengan gaya khasnya.
“Siap, Bos!” ucap keduanya serentak
Setelah Bruce meninggalkan mereka, salah satu dari mereka berkata, “Hanya Nona Eva yang berani mempermalukan Mr. Bruce.”
“Kau benar. Aku penasaran, apa yang akan terjadi dengan Mr. Bruce setelah ini? Aku yakin bos kita itu rela memberikan jantungnya untuk Miss Eva.”
Keduanya pun terbahak. Membayangkan atasan mereka mengemis cinta pada Eva memang menyenangkan. Bagaimana tidak? Selama ini Bruce terkenal hobi mengusir wanita yang selalu berusaha mendekatinya. Orang-orang bahkan berpikir kalau sebenarnya Bruce itu penyuka sesama jenis, tetapi saat dengan Eva. Bruce seolah lupa kalau sebenarnya Eva itu perempuan , dan untuk pertama kalinya, Bruce mengejar cinta seorang perempuan.
Kira-kira itulah yang mereka berdua pikirkan.
Sesampainya di ruangan itu, yang ternyata adalah fitting room, Bruce menghirup aroma parfum dari berbagai jenis dan brand. Ruangan itu tidak terlalu luas. Ratusan atau bahkan ribuan pakaian tergantung di setiap sudut dinding. Beberapa lemari kaca besar menjulang di dua sisi tembok. Bruce mengedarkan pandangannya, tatapannya terhenti pada sebuah cermin yang memantulkan sosok Eva di sana.
Dengan perlahan, Bruce mendekati cermin itu. Ia memindai dengan netranya, mencari keberadaan Eva. Setelah sekian detik, akhirnya ia menemukan sosok yang ia cari selama ini.
“Apa yang kau lakukan di sini?”
Eva terlonjak kaget mendengar suara Bruce. “Astaga! Bruce,” ia berbalik lalu memukul dada Bruce dengan keras. “Apa yang kau lakukan di sini!”
“Au!” Bruce meringis. “Aku hanya bertanya padamu! Kenapa kau malah memukulku!”
“Kenapa kau mengagetkanku! Kau berniat membunuhku? Begitu?” seru Eva.
Baru beberapa menit berlalu. Sekarang mereka sudah mulai adu mulut. Bruce mengusap-usap dadanya dengan gerakan dramatis. Ia berharap melihat penyesalan di wajah Eva.
“Aku tidak suka ada orang yang mendramatisir suasana,” sindir Eva seoalah tahu apa yang tengah dilakukan oleh Bruce. “Apa yang kau lakukan di sini? Pergilah! Aku bosan melihatmu.”
“Aku tidak ingin mendengar jawaban itu keluar dari mulutmu. Apa kau lupa? Aku baru saja menyelamatkan hidupmu. Kenapa sekarang kau justru mengusirku?”
“Kau? Menyematkan hidupku? Apa aku tidak salah dengar?” Eva mengangkat dagunya tinggi-tinggi.
“Tidak. Kalau seandainya aku membiarkanmu dengan si tua Gale itu, aku tidak tahu bagaimana hidupmu akan berakhir!”
“Oh, demi Tuhan, Bruce. Kau pikir di dunia ini kau satu-satunya pria yang bisa membawaku pergi dari Gale?”
“Aku tidak melihat ada pria lain yang berniat mendekatimu selain aku!” Bruce maju satu langkah. “Kau tidak seharusnya mengusirku, Eva.”
Eva menahan napasnya. Berada sedekat ini dengan pria yang dulu pernah mengisi hatinya bukanlah sesuatu yang mudah. “Aku hanya meniru apa yang kau lakukan padaku dulu. Bukankah kau juga dulu pernah mengusirku, Bruce?”
Bruce seolah dilempar ke masa sepuluh tahun silam. Saat ia memiliki Eva dalam dekapannya. Saat mereka menghabiskan sebagian besar waktu mereka bersama. Saat ia merasa tidak ada yang bisa memisaahkan mereka.
“Kau juga mengusirku waktu itu, Bruce.” Eva berbalik. Jika terus seperti ini, ia hanya akan mempermalukan dirinya sendiri dengan menangis di depan Bruce.
Bruce segera memeluk Eva dari belakang sebelum wanita itu kembali meninggalkannya. “Untuk sekali ini saja, ijinkan aku menyelamatkanmu dari pria hidung belang itu.”
“Aku tidak butuh bantuanmu, Bruce. Pergilah!” Eva menepis tangan Bruce. “Lagipula, sebentar lagi aku mau pulang.”
“Aku akan mengantarmu,”
“Tidak mau. Aku bawa mobil sendiri.”
“Baiklah kalau itu maumu. Aku akan melakukannya dengan caraku.” Bruce benar-benar melepaskan Eva. Ia bisa melihat dengan jelas betapa leganya Eva melihat dirinya mengatakan hal itu. Bruce tidak menyangka. Sepuluh tahun berlalu, dengan satu kesalahan yang ia lakukan, dan kini ia tidak lagi bisa menjangkau hati Eva.
Cara yang akan dilakukan Bruce adalah cara paling kuno dalam sejarah pengejaran cinta anak-anak Adam. Dengan cekatan, Bruce melepas satu persatu kancing kemejanya. Bruce menunggu bagaimana reaksi Eva jika melihat dirinya tanpa busana. “Aku tidak akan pergi tanpamu.” Ucap Bruce lantang.
Eva berbalik, ia beseru tertahan mendapati Bruce melepas kancing kemejanya. “Di sini banyak kamera, bukan? Kurasa, wartawan akan sangat bahagia jika mereka melihat kita-“
“Bruce! Apa yang kau lakukan! Pakai lagi bajumu!”
“Tidak akan!” tolak Bruce mentah-mentah. Aku tidak akan memakai bajuku sebelum kau mau ikut denganku!”
“Dan sampai kapan pun, aku tidak akan ikut denganmu, Bruce!”
“Baiklah. Kalau memang ini yang kau inginkan.” Bruce semakin gencar melepas kancing kemejanya, tanpa pikir panjang, ia melepar kemeja itu ke lantai lalu mengambil ponselnya. “Aku akan menyuruh pengawalku untuk membawa wartawan kemari. Orang-orang pasti berpikir kita-“
“Cukup, Bruce!” Eva menyerah. Wanita itu mengangkat kedua tangannya di atas kepala. “Apa yang kau inginkan?” tanyanya.
“Aku hanya ingin kau pulang bersamaku.”
**
“Baiklah, aku ikut.” Pasrah. Itulah satu-satunya hal yang bisa ia lakukan saat ini. Bruce Spencer Smith, pria paling arogan yang pernah ia temui di muka bumi ini selain ayahnya.
“Good girl.” Puji Bruce seraya mengusap-usap puncak kepala Eva.
“Singkirkan tanganmu dari sana, Bruce!”
“Oh, kau galak sekali,” Bruce menyunggingkan senyum manisnya. “Kalau begitu, tunggu apalagi? Ayo, kita keluar sekarang!”
Bruce menggandeng tangan Eva dengan takzim. Seolah ia lah yang berhak memiliki Eva. Dan seolah dunia milik mereka berdua. Hanya Bruce yang merasakan hal itu. sementara Eva, wanita itu tampak jengah dengan pria di sisinya.
“Tunggu.” Eva memandangi lengan Bruce. “Kau tidak memakai bajumu?”
Pura-pura bersikap bodoh, Bruce melirik bajunya yang tergeletak di lantai. “Tidak perlu. Aku lebih suka kalau wartawan menganggap baru saja menghabiskan malam panjang dengan ber-“
“Bruce!” teriak Eva kencang. “Ini bukan lelucon! Kau bisa menghancurkan karirku yang sudah kubangun dengan susah payah!”
Bukannya marah, Bruce justru semakin senang melihat Eva yang mulai kehilangan kesabaran. “Tidak mau.”
“Astaga! Kenapa kau bebal sekali!” Eva mengentakkan kakinya beberapa kali ke tanah. “Harus kuapakan dirimu sebenarnya!”
“Bagaimana jika kau mengambil bajuku dan memakaikannya?” tawar Bruce.
“Tidak mau!”
“Oh, kalau begitu aku akan keluar dengan keadaan seperti ini saja.” Jawab Bruce enteng.
Eva semakin kesal dibuatnya, ia memungut kemeja Bruce dan memakaikannya pada pria itu dengan hati dongkol. Ingin sekali rasanya Eva meninju rahang tegas nan kokoh milik Bruce agar pria itu tahu betapa marah dirinya. Namun, jika ia melakukannya, keadaan akan semakin runyam. Eva melirik Bruce yang tengah asyik dengan ponselnya sementara ia sibuk memasang kancing kemeja pria itu. Begitu selesai, ia berkata. “Sudah.”
“Terima kasih, Peri”
“Berhentilah memanggilku dengan sebutan itu, Bruce!” Eva mengambil tasnya yang tergeletak di meja rias. Waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Ia harus segera kembali ke apartemennya sebelum Gale atau mungkin pria lain mengganggunya lagi. Oh, ia lupa kalau saat ini ada pria nakal yang sedang menganggu hidupnya. “Aku bukan anak kecil lagi.”
Bruce berdecak, “Panggilan itu bahkan masih kita pakai saat kita sudah beranjak remaja,”
“Berhenti mengungkit-ungkit masa lalu. Aku sudah melupakan semua yang terjadi di antara kita.”
Meksi kecewa, Bruce tetap ingin menunjukkan pada Eva bahwa dirinya masih menginginkan gadis itu. “Aku bahkan tidak melupakan setiap kenangan yang kita miliki.” Bruce berjalan mendekati Eva. Saat itu sampai di belakang gadis itu, Eva justru berbalik. Wajah mereka bertabrakan.
“Astaga, Bruce! Tidak bisakah kau diam di sana dan biarkan aku bersiap!” teriak Eva lagi.
“Apa yang kau lakukan selama sepuluh tahun ini?” Bruce menatap Eva dengan tatapan sendu. “Selama aku tidak di sampingmu.”
“Menyingkirlah.” Eva mendorong bahu Bruce. Pria itu terpaksa menyingkir dari hadapannya. “Aku tidak ingin membahasnya sekarang.”
“Kalau begitu, kita akan membahasnya nanti, atau besok. Aku ingin mendengar jawaban darimu.”
“Cukup, Bruce!” Eva mengayunkan kakinya menuju pintu. “Jangan ganggu aku lagi.”
Bruce menyusul gadis itu dengan langkah cepat. Tidak, kali ini ia tidak akan melepaskan Eva lagi. Sudah cukup ia tersiksa selama sepuluh tahun terakhir. Bruce yakin Eva juga merasakan apa yang ia rasakan selama ini
Saat langkahnya mereka sejajar, Bruce dengan gagah memegang ganggang pintu dan membukanya. Sebelumnya, ia menaruh satu tangannya di pinggang Eva. Saat pintu terbuka, beberapa wartawan sudah menunggu mereka dari luar.
“Sial!” umpat Eva pelan. Meski begitu, ia tetap saja menyunggingkan senyum terlebarnya salah satu dari wartawan itu bertanya, “Miss, apa hubungan anda dengan Mr. Smith?”
Eva baru saja akan menjawab pertanyaan mereka, tetapi Bruce lebih dulu menjawabnya. “Kami akan segera menikah.” Jawab Bruce singkat.
Mulut Eva membentu huruf O. Ia tidak habis pikir dengan jawaban yang dilontarkan oleh Bruce. Bagaimana bisa pria itu berkata demikian padahal mereka baru saja bertemu lagi setelah sekian lama. Dan… dan Bruce tahu pernikahan mereka mustahil dilakukan. Keduanya bahkan tidak saling mengenal selama sepuluh tahun terakhir.
Wartawan-wartawan itu semakin gencar memberondong mereka berdua dengan pertanyaan seputar hubungan mereka dan kapan mereka akan melangsungkan pernikahan. Bruce semakin erat memeluk pinggang Eva. Ia menyuruh dua pengawalnya untuk menyingkirkan wartawan itu dan memberi jalan kepada dirinya dan Eva.
Menyingkirkan? Yang benar saja, Bruce yang menyuruh mereka datang dan membuat scenario ini. Ia ingin mulai sekarang berita tentang dirinya dan Eva tersebar ke segala penjuru dunia. Minimal, dengan begitu ia bisa memiliki Eva untuk sementara.
“Aku tidak mau menikah denganmu! Pokoknya sampai kapan pun aku tidak mau!” Eva berteriak dengan lantang saat mereka sudah berada di dalam mobil.
A PRANK.BRUCE masih menggenggam erat tangan Eva saat mereka hampir sampai di townhouse. Yang akan mereka hadapi setelah ini bukanlah sesuatu yang mudah. Saat ini hubungan keduanya bukan hanya tentang Peri Hutan dan Pangeran Pongky. Lebih dari itu, ada keluarga yang setia memisahkan mereka Bruce dan Eva dengan berbagai macam cara. Salah satunya adalah perjodohan. Tenggorokan Bruce tercekat mengingat fakta itu. Ia masih tidak percaya di era seperti sekarang masih saja ada orangtua kolot seperti ayah dan ibunya. Benar-benar menyebalkan!Eva beringsut dari duduknya. “Kau melamun.” Gumam wanita itu.Antara iya dan tidak. Bruce tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari sosok yang amat sangat ia puja di sisinya. Namun di sisi lain, ia juga memikirkan perjodohan sialan itu. Haruskah ia mengatakan kepada Eva apa yang sebenarnya direncakan oleh keluarganya?“Pongky…” Eva memaksa
OUR PARENTS.BRUCE menatap gadis anggun berambut pirang yang saat ini duduk di atas punggung Romeo. Dia, Eva dan Romeo sama-sama tidak percaya kalau kemenangan mereka ternyata hanya akan bertahan beberapa menit saja. Semula Bruce yakin bisa membawa Andrew kembali ke rumahnya di New York dan mempermalukan pria itu. Atau bahkan menyiksa Andrew sebelum mengembalikan pria itu kepada keluarganya. Sayang, sepertinya kali ini Dewi Fortuna tidak memihak kelompoknya. Terlebih saat gadis itu berkata, “Aku telah membunuh Christoper. Kurasa melenyapkannya tidak akan butuh waktu lama. Aku hanya perlu menarik pelatuk ini dan… kalian semua tahu apa yang akan terjadi.”Pernyataan yang terlalu terang-terangan itu menimbulkan kepanikan yang cukup besar di dalam kepala Bruce. Jika memang itu yang terjadi, dan sepertinya ucapan gadis itu bukanlah sebuah kebohongan. Gadis tanpa itu berkata jujur, terlihat dari keyakin
LADY OF THE WOODS.ROMEO menepuk pundak Bruce dan meremasnya. Sebagai sahabat yang baik, ia ingin memberi sedikit kekuatan pada pria itu. Keduanya telah gagal menyelamatkan Eva. Bruce terduduk sambil menangis tersedu. Penyesalan memang selalu datang terlambat. Tidak ada yang bisa mereka lakukan selain meratapi kepergian Eva. Di tengah isak tangis Bruce, tiba-tiba terdengar suara jeritan. Keduanya langsung waspada. Bruce bangkit hanya untuk mendengar sekali lagi apakah dia salah dengar atau itu hanya imajinasinya semata.“Aku mendengarnya, Bruce. Kurasa orang itu membawa Eva ke dalam hutan.” Romeo berkata dengan amarah yang tersirat dalam suara pria itu. “Sebaiknya kita menyusu mereka.”“Kau yakin?” Bruce bangkit, pria itu menyeka air matanya.“Apakah menurutmu jeritan itu bukan pertanda kalau Eva sedang memberi kita kode agar kita bisa menemukannya?” tanya Rome
HOPELESS.BRUCE melihat mobil Christoper keluar dari pintu gerbang istana. Ia segera memberi kode kepada Romeo untuk mengikuti Christoper sebelum pria itu bersembunyi dan menunggu Eva. Setelah berhasil mengejar sang dokter muda, Romeo menghentikan mobilnya tepat di sisi Christoper. “Aku akan turun dan menemuinya.”Romeo mengangguk dan mengawasi Bruce dari kejauhan. Bagaimana pun, mereka berdua tidak tahu apakah Christoper layak di jadikan teman atau tidak.Perlahan, Bruce mengetuk jendela mobil Christoper. Ia menunggu beberapa saat hingga pria itu bersedia membuka jendelan untuknya. “Hai,” sapa Bruce.Sebelah alis Christoper terangkat, tak lama setelah itu ia membuka mulut. “Maaf, ada yang bisa kubantu?”“Tentu. Bisa kita bicara?” pinta Bruce. “Kau tidak perlu turun dari mobil dan perlu kujelaskan kalau aku tidak berniat buruk padamu.”
CHRISTOPER.ANDREW melangkah keluar dari mobil dengan menggendong Eva ala bridal style. Ia menatap wajah damai gadis itu, ujung bibirnya terangkat mendapati keberadaan mereka di Glamis Castle. Mereka hanya perlu melangkah lebih dalam ke kastil tersebut, mengeluarkan microchip dan semuanya selesai. Perang yang sudah ia mulai sejak berhari-hari yang lalu akhirnya dimenangkan oleh dirinya berkat Julliet dan ayah mereka. Tiba-tiba ia rasa sayang terhadap keluarganya meningkat dua kali lipat. Dalam hati Andrew berjanji tidak akan mengabaikan keluarganya lagi setelah ini.“Sebaiknya kita masuk sekarang.” Suara Julliet memaksa Andrew keluar dari lamunannya.Andrew mendongak, menatap adiknya penuh penghargaan. “Baiklah.” Ujarnya parau. Ia lalu membawa kedua kakinya menuju bangunan kastil tua itu. Sekilas Andrew melihat batapa indahnya Glamis Castle. Tamannya yang hijau dan luas mem
THE GLAMIS CASTLE.BRUCE mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya memutuskan untuk bangkit. Kepalanya yang masih berdenyut membuat ia nyaris tersungkur. Untungnya seseorang membantunya bangkit sebelum ia tubuhnya benar-benar ambruk ke lantai. “Astaga, apa yang kau lakukan di sini!” gerutu sebuah suara yang sangat dikenali oleh Bruce.Ujung bibir Bruce terangkat hingga membentuk sebuah senyuman getir. “Apa yang kaulakukan di sini?” bisiknya pada Romeo.Romeo mendesah sembari membantu Bruce berdiri dengan baik. “Mencarimu, memmastikan kau baik-baik saja. Kau pikir apa? Aku tahu sesuatu padamu.”“Aku tertidur, Romeo. Tidak ada yang terjadi padaku.”“Kau pingsan.” Ralat Romeo. “Kita tidak perlu berbisik-bisik. Tidak aka nada yang mendengar kita di sini.”Bruce melihat sekeliling, mereka berada di tengah salah satu sudut kastil yang dibungkus