Disaat yang bersamaan, disebuah rumah pohon yang tersembunyi, dua insan dimabuk asmara belum juga menuntaskan hasratnya yang tidak pernah padam selama lebih dari sembilan belas tahun. Mereka seperti tidak mengenal kata lelah. Terus saja bergelut dalam keheningan hutan yang menelan semua rahasia mereka di dekat rumah pohon tempat mereka bertemu bertahun-tahun yang lalu. Meskipun mereka sempat terpisah selama lebih dari empat belas tahun tanpa bertemu sama sekali karena terpisahkan oleh keadaan, namun di lima tahun selanjutnya mereka mulai menemukan jalan untuk bisa saling bertemu, dan di tahun terakhir ini bahkan lebih sering lagi. Rumah pohon yang mengawali pertemuan mereka adalah saksi bisu atas setiap lenguhan dan hasrat asmara yang menggelora antara dua insan tersulut api asmara yang bergejolak. Bagi mereka, strata sosial tidak menghalangi ketertarikan satu sama lain. Mereka menikmati setiap momen dengan penuh perasaan. Segala atribut status sosial ditanggalkan dengan penuh kesa
Ivett memasuki kamarnya dengan kesal, malam ini seharusnya menjadi malam yang paling membahagiakan, karena Lorant kekasih yang selalu dirindukan telah kembali. Namun wanita bernama Benca telah merusak semuanya. Dia merasa sangat tertekan, sepanjang malam Lorant sama sekali tidak menoleh padanya sedikitpun. Meskipun hal itu sangat sering diterimanya, namun tidak dengan tatapan penuh cinta dan sendu pada mata Lorant setiap memandang wanita menyebalkan bernama Benca tersebut di depan matanya. Ivett merasa dunia Lorant hanya dipenuhi oleh Benca, dia seperti terbius. Bahkan sebuah gerakan halus yang dilakukan oleh Benca mampu membuat Lorant menyunggingkan senyuman, sesuatu yang langka dan belum pernah dia terima dari Lorant. Baginya, melihat Lorant tersenyum sudah merupakan berkah, meskipun tidak ditujukan kepada dirinya. Namun, senyuman penuh cinta untuk wanita lain, itu tidak bisa dia tolerir sama sekali. Ketika Ivett menangkap binar cinta di mata Lorant saat memandang Benca, hatinya
Pagi masih terlalu dini, dan di luar masih pekat. Namun Benca sudah mandi dan bersiap-siap menuju dapur. Sekali lagi, Benca akan membuatkan sarapan dengan aneka garnish yang memikat dengan cita rasa yang lezat. Benca berharap hasil karyanya bisa bersaing dengan ibunya. Dia ingin mengulangi kesuksesan semalam. Mempersembahkan keterampilannya di dapur kepada keluarga calon mertuanya. Meskipun Benca bangun dengan tubuh yang pegal-pegal, akibat kurang istirahat. Kemarin seharian dia melakukan perjalanan jauh dari rumahnya menuju Arva. Setelah itu, dia sibuk memasak untuk melaksanakan rencananya bersama Erza dalam rangka mengambil hati keluarga Sarvar Felsovidek, dan dia harus bertahan sampai pesta usai tengan malam. Namun semua itu terbayarkan dengan kebahagiaan saat makan malam bersama keluarga Lorant. Rasa lelahnya seperti menguap entah ke mana. Benca bersyukur memiliki cinta Lorant, juga dukungan persahabatan dari Erza. Dia berharap kebahagiaan ini akan berlangsung selamanya. rasanya
Benca masih dalam tahap akhir merapihkan riasannya ketika pintu kamarnya diketuk, "masuklah, aku sebentar lagi selesai, kamu terlalu mengkhawatirkanku, Erza." Benca menjawab ketukan sambil menatap dirinya di cermin, dia puas dengan riasannya. Saat berbalik, hatinya hampir mencelos, karena Baron Arpad Czobor de Czoborszentmihaly kakak Erza, berdiri di balik punggungnya dengan senyum manis. Benca tidak menduga bahwa yang mengetuk pintu adalah Arpad, dia pikir Erza, sehingga dia menyuruhnya masuk tanpa ragu. Arpad tersenyum menatap Benca, lalu melambaikan tangan kepada pelayan untuk keluar dari kamar. Sejenak Benca merasa gelisah dan tidak nyaman dengan keberadaan laki-laki lain di kamarnya, apalagi kedua pelayan tersebut dengan patuh segera melangkah meninggalkan kamarnya, "Kamu cantik sekali, Benca." Arpad memuji dengan tulus, sementara dengan canggung Benca mencoba tersenyum. "Terima kasih Arpad. Kamu terlalu memuji." Jawab Benca sopan. "Adikku memintaku untuk menjemputmu, dia men
Beberapa hari ini semua panik, Lorant pun merasa gelisah. Dia sungguh tidak ingin berpisah dari Benca dan meninggalkan wanita yang sangat dikasihinya dalam situasi seperti ini. Namun dirinya yakin, dia tetap akan pergi meskipun bukan hari ini. Seharian dia sungguh dibuat repot dengan segala hal yang menyedot energinya, hingga membuat dirinya teramat sangat lelah. Saat sore tiba, dia bergegas menemui Benca, kemudian mengajaknya bicara, "Benca, ikutlah denganku." Benca hanya mengangguk, lalu mengikuti Lorant yang membawanya keluar dari Arva dengan berkuda. Dia tidak mau banyak bertanya, karena mengetahui dengan sangat jelas kesibukan serta kegundahan yang mengganggu kekasihnya itu. Sesampainya di tepi hutan, mereka menambatkan kudanya, lalu perlahan sambil berjalan kaki mereka saling bergandengan tangan dalam diam yang cukup panjang. Hingga akhirnya Benca memberanikan diri untuk bertanya. "Apa yang ingin Kamu sampaikan? mengapa Kamu membawaku ke hutan?" Lorant memeluk Benca sambil
Klara menatap Ellie dengan heran, "Kamu terlihat sangat bahagia sekali Ellie? Ada apa?" yang ditanya tersenyum, menatap Klara dan Anna yang sedang sibuk menyusun sesuatu. "Dimana Ujvari, Dorka dan Illona?" tanya Ellie dengan santai. Dia mengabaikan pertanyaan Klara, karena tidak mau terjebak dengan situasi yang tidak di inginkan. Intensitas kebahagiaannya mulai diturunkan, mewaspadai kecurigaan yang mungkin akan timbul di benak Klara. "Mereka sedang mempersiapkan acara untuk tengah malam." Klara menjawab sambil lalu. Setiap kali mereka bersiap untuk ritual purnama, Klara selalu merasa waktu berjalan sangat lambat, dan itu membuatnya merasa tidak sabar. Untuk mengalihkan hasratnya, dia sering membereskan banyak hal yang tidak perlu, hanya untuk mengalihkan emosinya sambil menunggu malam. Ditatapnya Ellie yang masih saja tersenyum sumringah. Ada semburat merah jambu di pipinya yang tirus dan berwarna pucat. Entah mengapa, Klara merasa Ellie seperti sedang jatuh cinta. Klara seperti m
Tepat dini hari pukul 00, semua telah hadir di ruangan bawah tanah dengan penerangan terbatas yang sangat temaram. Di sudut ruangan terdapat sebuah bak mandi dengan tiang pancang di ujungnya. Disamping bak mandi, terdapat sebuah meja besar, dimana seorang gadis muda dengan mulut terikat kain serta luka sayat di tangan dan kakinya, tergeletak lemah tak berdaya. Ujvari mulai mengangkat gadis itu, mengikatnya di tiang, di atas bak mandi. Setelahnya Dorka membacakan mantra pada gadis itu. Masing-masing yang hadir mulai melucuti pakaian mereka, dan saling menyentuh satu sama lain, sesaat kemudian suasana semakin memanas. Suasana senyap hanya ditingkahi dengan suara Dorka yang terus saja membaca mantera perlahan, sementara gadis yang tergantung terbelalak ketakutan sambil menahan sakit di tubuhnya yang polos penuh sayatan. Darah terus menetes dari tubuh gadis yang semakin lunglai ke dalam bak mandi, tubuhnya yang memang sudah lemah menjadi semakin lemah seiring darah yang terus mengalir k
Baru saja Lorant dan Benca merasakan kebahagiaan, seketika dunia mereka serasa jungkir balik 180° karena kondisi yang tidak terduga. Setelah beberapa hari yang lalu Lorant dan Gyorgy beserta ksatria bangsawan lainnya berkumpul, mereka memutuskan untuk turut serta menuju Habsburg. Senjata dan perbekalan yang dikirimkan sebelumnya seharusnya sudah tiba di lokasi masing-masing. Mereka membagi tugas, Lorant mendapatkan posisi mendampingi Gyorgy di Habsburg. Mereka akan berangkat siang ini bersama beberapa pengawal terlatih, disertai perbekalan makanan dan senjata. Dengan berat hati, Benca melepas Lorant. Sementara Erza juga menahan rasa sedih karena harus merelakan Gyorgy tunangannya memenuhi panggilan tugas dari negara. Benca dan Erza saling berpelukan melepas pria terkasih mereka ke medan pertempuran. "Benca, maafkan karena aku belum bisa memenuhi harapan untuk bisa bersama, situasi sedang sangat genting. Maukan kamu menungguku?" Benca menahan air mata yang siap meluncur di pipinya.