Benca melintasi hutan dengan kudanya, pagi ini dia bergegas sebelum matahari keluar dengan harapan bisa tiba di rumahnya sebelum petang. Semalaman dia berusaha sekeras mungkin agar tidak menangis, mengingat apa yang terjadi kemarin. Dia berusaha mengingat baik-baik, apa saja bahan yang dia masukan ke dalam sup ayam gingseng buatannya, sama sekali tidak ada sesuatu yang salah. Semuanya adalah bahan-bahan yang baik, segar dan menyehatkan. Lalu dari mana sebab Ivett bisa pingsan dengan mulut berbusa? Tiba-tiba sebuah tampilan seperti film yang melambat melintas di kepalanya, saat Ivett mengambil sup, ada semacam bubuk yang meluncur ke dalam mangkuk sup yang dipegang oleh Ivett. Semua menjadi jelas sekarang, bahwa memang Ivett telah merencanakan semuanya. Dia telah dijebak oleh Ivett, agar tersingkir dari rumah Lorant. Mendadak hatinya yang sudah tenang kembali sedih. Matanya menjadi kabur, serta kehilangan fokus, sehingga saat kudanya tersangkut akar pohon, dia tidak bisa mengendalikan
Lorant meremas surat yang diterimanaya dari Erza, kemarin dia terjatuh dari kudanya saat bertarung, untung saja Arpad segera membantunya, jika tidak, tentu lehernya sudah ditebas oleh pedang musuh. Saat itu bayangan Benca yang sedih tiba-tiba melintas, membuat Lorant kehilangan fokus. Ternyata saat itu Benca sedang mengalami situasi sulit, dan dirinya dapat merasakan apa yang sedang Benca alami. Hanya saja Lorant baru menyadarinya sekarang. Diantara mereka telah terjadi kontak batin, hanya saja dia belum terlalu dalam memahaminya. Lorant mengalami luka-luka yang harus segera disembuhkan. "Aku harus segera sehat, agar bisa menyusul dan menyelamatkan Benca, besok atau paling telat lusa, aku harus sudah berangkat menuju rumah orang tua Benca." Bayangan tentang gadis terkasihnya, membuat Lorant teringat saat terakhir mereka bersama di dalam hutan. Momen saat menjelang malam, setelah menyaksikan dua insan dimabuk asmara yang sedang bergelut, dan kemudian memicu adrenalin mereka untuk me
Gustav membereskan segala yang dibutuhkan, "Kamu sudah siap?" ditatapnya Benca untuk meyakinkan diri. Di punggungnya telah tersusun rapih bekal makanan yang dimasak oleh Benca dalam satu kantong besar untuk bekal makan mereka saat di jalan. Benca mengangguk mantap. "Ayah Gustav, aku sungguh tidak ingin merepotkanmu. Aku sungguh tidak apa-apa pergi sendirian," Benca masih berusaha bernegosiasi untuk yang terakhir kalinya. Kemarin mereka berdebat tentang keinginan Benca untuk segera kembali ke rumah orang tuanya di tepi hutan desa Csetje. Sementara Gustav hanya mengizinkan Benca pergi jika bersama dirinya, karena kondisi tubuh Benca juga sudah membaik. "Oh ya?" Gustav menatap gadis yang sungguh-sungguh sudah dianggap sebagai anaknya sendiri dengan tatapan lembut, "Apakah kamu lupa, bagaimana aku menemukan dirimu tergeletak di tengah hutan?" Benca menunduk, dia menyerah, kemudian berbalik menuju pintu, menuruni rumah pohon. Dia bingung, apa yang harus dikatakan kepada orang tuanya ten
Benca berusaha untuk tabah. Meskipun mayat kedua orang tuanya sudah mulai membusuk, dia tidak merasa jijik sama sekali. Gustav tidak berani menyentuh mayat keduanya tanpa seizin Benca, dia tidak mau membuat Benca merasa lebih sedih. Jadi dia hanya melakukan persiapan lain dengan menggali tanah di halaman belakang untuk menguburkan mayat orang tua Benca. Sementara itu, Benca dengan penuh kasih sayang dan hati-hati membersihkan darah dan luka pada tubuh kedua orang tuanya yang sudah kaku. Benca memberi mereka pakaian yang bersih sebelum dikuburkan. Pada saat itulah, Benca menemukan sebuah liontin dalam genggaman Gerda. Di dalamnya terdapat gambar dirinya saat bayi beserta ukiran bertuliskan de Esced pada sisi bawahnya. Ukiran tersebut mirip dengan koin yang diberikan ibunya sebelum dia berangkat ke Arva bersama Lorant. Benca menyimpan liontin tersebut dibalik pakaiannya. Pagi ini, Benca dan Gustav menguburkan jasad Gergely dan Gerda. Semalam dia pingsan berkali-kali, Gustav mencoba me
Setelah selesai memasak dan mempersiapkan bekal, Benca berinisiatif untuk membongkar isi lemari orang tuanya sekali lagi. Selain Benca masih memikirkan liontin yang ditemukan dalam genggaman Gerda, juga misteri tentang keterkaitan mereka dengan keluarga Esced yang membuatnya sangat penasaran, Benca merasa, bahwa dia harus menemukan sesuatu, tetapi dia tidak tahu apa. Tiba-tiba matanya terpaku pada sesuatu di sudut lemari, dibalik tumpukan pakaian yang jarang digunakan. Disana terdapat sebuah kantong beludru. Karena warnanya yang pekat, kantong tersebut nyaris tidak terlihat, itulah sebabnya tadi Benca tidak menemukannya. Di dalam kantong tersebut, Benca menemukan semacam kunci. Namun Benca tidak tahu, kunci tersebut untuk membuka apa? Benca mencoba setiap lemari dan peti yang berada di dalam rumah, namun tidak ada satupun yang cocok. Benca putus asa, lalu memutuskan untuk menyimpan kunci tersebut baik-baik. Dia percaya, bahwa kunci tersebut sangat penting, jika tidak, orang tuanya t
Benca mencari-cari lentera yang bisa membantunya untuk melihat situasi di dalam ruangan yang gelap tersebut. Akhirnya dia menemukan sebuah lampu minyak dan menyalakannya. Dibantu penerangan dari lampu minyak tersebut, Benca menuruni ruang bawah tanah dengan hati-hati. Kayu-kayunya menimbulkan bunyi saat dirinya mulai melangkah meniti tangga."Aku perlu hati-hati, mungkin saja kayu ini rapuh."Benca mencoba mengingatkan dirinya sendiri. Tetapi, meskipun terdengar bunyi, dia merasakan tangga kayu tersebut cukup kokoh meski telah dimakan usia."Aku harus bangga pada Ayahku mengenai teknik bangunan, apapun yang dia buat selalu memiliki pertimbangan yang rinci dan matang. Kayu-kayu ini pasti bukan kayu sembarangan, sebab, meski di makan usia, semuanya tampak tetap kokoh." Tiba di dasar ruang, Benca terbelalak, menemukan koleksi pakaian indah yang ditata dengan rapih. Benca juga menemukan sebuah buku yang beris
Tiga orang berkuda dengan sangat cepat menembus hutan, mereka baru saja beristirahat sejenak hanya untuk makan agar memiliki cukup energi, lalu langsung melanjutkan perjalanan dengan tergesa-gesa, seperti sangat terburu-buru ingin mengejar sesuatu. Dua orang diantaranya yang memiliki wajah sangat mirip, memacu kudanya beriringan. Ya, mereka adalah Lorant dan Arpad. Perbedaan diantara mereka tidak terlalu terlihat, ada sedikit garis ketegasan pada tulang rahang yang lebih keras pada Lorant, sementara Arpad memiliki garis tulang rahang yang lebih halus. Selain itu perbedaan berada pada warna bola mata mereka, jika Lorant memiliki bola mata berwarna coklat gelap, maka Arpad memiliki bola mata biru jernih. Selain itu, bibir Arpad lebih tipis dibanding Lorant, selebihnya mereka sungguh-sungguh sangat mirip, bahkan bentuk mata, alis dan hidung mereka sangat mirip satu sama lain, seolah-olah mereka adalah anak kembar, bagaikan pinang dibelah dua. Bahkan usia mereka h
Hari masih gelap, namun Arpad terbangun oleh suara berisik di dipan belakang. Rupanya Lorant tidak bisa tidur dan terus saja membolak-balikkan badannya di dipan milik Benca yang sempat dia kuasai saat dirinya berda di rumah ini. Arpad yang merasa sangat kelelahan, hanya melirik sebentar lalu melanjutkan tidurnya. Sementara pengawal tidur di lantai dekat pintu masuk di bangku kayu panjang, tempat Lorant dan Gergely biasa duduk sambil bermain catur ataupun menggoda Benca, hanya untuk melihat Benca tersipu dan memerah pipinya. Dalam cahaya temaram, Lorant terus saja terjaga, berbaring dan memandang langit-langit ruangan, bahkan terkadang menuju dapur, meraba setiap barang-barang penuh kenangan. Matanya tertuju pada nampan bulat, di mana Gerda pernah membuatkan kejutan yang paling membahagiakan dalam hidupnya. Lorant mengingat setiap detil kastil dari kentang yang dibuat Gerda, tangannya meraba jari manis yang masih dilingkari cincin Gergely. Dia baru menyadari, b