Andra mulai menyalakan mesin mobilnya dan melaju ke arah rumah sakit terdekat. Setelah beberapa menit berlalu mereka sampai di salah satu rumah sakit besar di kota mereka. Andra bergegas turun dari mobil dan kembali merengkuh tubuh ibunda Arka. "Maaf permisi bu, ijinkan saya membawa ibu masuk ke UGD," pamit Andra. "Iya nak, maaf merepotkan. Ibu pasti berat," tutur wanita itu. "Tidak apa-apa bu," balas Andra. Andra masuk ke dalam ruang UGD rumah sakit disusul Diandra dan Arka yang mengikuti dari belakang. "Silahkan mendaftar di bagian administrasi dan baringkan pasien di sana," tunjuk salah seorang perawat ke salah satu ranjang pasien. Setelah membaringkan wanita paruh baya itu Andra segera menuju tempat administrasi. "Ibu tidak apa-apa kan Arka tinggal?" tanya bocah itu mencemaskan sang ibu. "Tidak apa-apa nak, kamu jangan khawatir" balas wanita itu. "Bu, ibunya ada keluhan apa?" tanya perawat yang sedang memeriksa kondisi ibu Arka. "Saya tidak bisa berjalan, kaki saya teras
"Ada banyak hal di dunia ini, yang tidak kita tahu. Tidak setiap orang terlahir dan tumbuh dengan beruntung. Banyak dari mereka yang harus berjuang setiap detiknya hanya untuk tetap bernafas meski kondisi dan sekitar rasanya memaksa mereka untuk meninggalkan dunia ini. Hidup di jalanan untuk anak sekecil itu sungguh seperti jurang kehancuran. Jalanan sarat akan kekerasan kriminalitas bahkan apapun bisa terjadi dan aku tidak ingin ada Andra ke dua ketiga atau pun kesekian. Selama aku bernafas aku ingin bisa membantu mereka agar tidak terjebak sepertiku. Mungkin terdengar klise tapi itu tekad dan tujuanku sekarang," terang Andra. Untuk sejenak Diandra semakin mengagumi sosok Andra, dibalik keras dan angkuh ada sosok lain yang penuh kelembutan yang mampu ditangkap oleh gadis itu. Andra kembali terdiam sorot matanya fokus pada jalanan di hadapannya, sedangkan Diandra terbungkam mengagumi sosok di sampingnya. Hingga gadis itu kembali menatap wajah tampan datar yang tidak banyak tersenyum
Kalimat Andra disambut tatapan sayu oleh Diandra, gadis itu merasa sedikit lega, meski penantiannya belumlah berakhir seperti yang diharapkan gadis tersebut. Andra mulai memacu kembali kendaraannya. Sesekali ia melirik ke arah gadis di sampingnya yang kini diam tak bersuara. Diandra menatap pemandangan dari kaca jendela mobilnya. "Apa kamu lapar?" tanya Andra. Diandra menoleh menatap laki-laki yang ia kagumi, lalu ia pun mengangguk sebagai jawaban. "Apa sekarang kamu sakit gigi?" ledek Andra mencoba menggoda gadis di sampingnya. "Apa..?" Diandra nampak terkejut mendengar Andra mencoba membuyarkan lamunan gadis itu. "Hufts..!" Diandra menghela nafas kali ini ia tidak lagi ingin berdebat dengan laki-laki di sampingnya. Gadis itu kembali terdiam sampai akhirnya Andra menepikan mobilnya di sebuah rumah makan. Andra segera turun dan membukakan pintu anak tuannya tersebut. Diandra pun turun dari mobil, lalu tiba-tiba Andra menggenggam tangan Diandra hingga gadis itu pun terkeju
"Ya tuan, kami berpacaran. Tapi saya akan membuat putri anda menjauh dari saya," ucap Andra. Angkasa merasa tak mengerti maksud ajudannya itu, mengapa ia berani memacari putrinya yang ia cintai lalu membuat gadis itu menjauh. "Apa maksudmu?""Apa kamu mau mempermainkan putriku?""Jika kamu mencintainya mengapa kamu mau menyakitinya?" tanya Angkasa yang tersulut emosi. "Maaf, saya tidak bermaksud mempermainkan atau menyakiti putri anda. Saya memang mulai mencintainya. Justru karena itu saya tidak ingin ia memasuki hidup saya terlalu jauh. Saya tidak ingin menyeretnya dalam bahaya, saya mantan pembunuh, musuh saya bebas berkeliaran dan saya tidak ingin Diandra jadi sasaran mereka. Saya mengatakan pada anda karena saya tidak ingin membohongi atau menyembunyikan apapun pada anda," terang Andra. Angkasa tertegun dan mulai memahami maksud sang bodyguard. "Aku mulai faham, tapi jika putriku patah hati dan terluka bagaimana aku bisa membiarkanmu melakukan itu!"Angkasa merasa keputu
"Apa...?" bisik Diandra. Gadis itu seakan melayang, dan semua terasa begitu indah kala itu hingga rasanya ia ingin meloncat mengekpresikan perasaannya memenangkan hati sang pujaan. Andra menatap sorot mata tajam yang mengarah padanya, tangan laki-laki itu merengkuh pinggul gadis itu lalu senyum tipis tersungging di bibir pria dingin tersebut. "Aku jatuh.. cinta!""Dan kamu orang yang bisa membuatku merasakan itu," ucap Andra. Mata Diandra seketika dipenuhi cairan putih yang siap tumpah membasahi wajah manisnya. "Apa perempuan itu aneh?""Kenapa malah menangis?""Apa kata-kataku menyakitkan?" tanya Andra menggoda gadis di hadapannya itu. "Hm.. ya. Kata-kata mu jahat!""Harusnya kata-kata itu tidak kau ucap di tempat dan suasana seperti ini!""Apa kau tak pernah melihat drama romantis?" tanya Diandra dengan tatapan sayu pada laki-laki itu. "Kalau begitu cancel saja, dan tunggu aku mempersiapkan moment itu untukmu!" Lagi-lagi kalimat tak terduga muncul dari manusia kulkas seribu
"Jangan terus tersenyum, atau orang akan menganggapmu gila," celetuk Andra sambil terus menatap jalanan di hadapannya. "Apa...?""Disaat seperti ini saja kamu berhasil membuatku emosi, bukannya memuji pasangannya ini malah menguji emosi!" umpat gadis itu menggerutu akibat tingkah sang kekasih. Senyum kecil kembali tersungging di bibir laki-laki bertubuh tegap itu, ia semakin gemas melihat ekspresi gadis pujaannya. Andra bukanlah lelaki yang jago dalam urusan asmara, tak khayal ucapan yang keluar dari mulutnya bukanlah kata-kata romantis dan rayuan yang bisa membuat pasangannya seakan terbang, malah yang ada pasangannya dibuat kesal seperti yang dirasakan Diandra sekarang. "Apa pantainya masih jauh?" tanya gadis itu yang sudah mulai bosan. "Hm.. lumayan," balas Andra. "Krucuk.. krucuk!" terdengar suara yang berasal dari perut gadis itu, wajah Diandra memerah dan dengan sigap ia langsung mendekap perutnya. Andra menoleh dan menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. Tanpa aba-aba l
"Hufts....!"Diandra mengehela nafas, ia bisa membayangkan rasa sakit dan trauma yang dirasa Andra. "Ya.. mungkin kamu benar, kamu butuh waktu. Tapi jujur andai bisa memilih mungkin ibumu juga berat memutuskan meninggalkanmu, beliau menaruhmu di panti bukan membuangmu di jalanan, setidaknya itu tanda ia masih mengasihimu. Hidup memang tidak selalu berjalan sesuai ingin kita, tapi semua yang lewaf berhasil membuatmu semakin tangguh, bahkan aku yang dulu tak pernah kagum dan merasa seperti ini bisa luluh dan jatuh hati padamu," terang Diandra. "Lucu...!""Mengasihi hanya karena tidak membuangku di jalanan bukanlah perbandingan, karena tetap saja pada intinya ia meninggalkanku. Aku hanya punya dua pilihan menerima atau membencinya, kini hanya itu pilihan yang ku punya," ucap Andra. "Jangan membenci!""Jika kau membenci kau hanya akan menambah luka di jiwamu, terima semua yang terjadi sebagai takdir. Dan mencoba berdamai dengan diri sendiri, siapa tahu itu bisa mengobati luka yang terl
"Apa kau berharap sesuatu?""Apa kencan ini tak sesuai ekspetasimu?" tanya Andra. "Hahahhah.. menurutmu?""Adakah orang berkencan malah berdebat, dan malah merajuk pingin pulang," balas Diandra sembari tersenyum. Andra menatap wajah Diandra sambil ikut tersenyum. "Kenapa tersenyum?" balas gadis itu heran. "Aku bukan tipe romantis dengan sejuta kata manis plus rayuan mematikan. Langsung to the point aja apa yang kamu mau atau ingin katakan," ujar Andra. "Ini bukan seperti kencan jika begitu, ini malah jatuhnya lebih seperti ruang belajar tapi di out door. Menyebalkan!" gerutu gadis itu sambil memperpelan nada suaranya. "Apa.. apa kamu mengatakan sesuatu?" balas Andra. "Tidak aku hanya haus, jangan bilang kamu akan menyuruhku minum air laut ini!" ledek Diandra dengan wajah kesalnya. "Aku tak sekejam itu!""Aku bawa minuman, minumlah!" Andra mengambil sebotol minuman dari dalam tas miliknya. "Sejak kapan barang itu ada disini?" tunjuk gadis itu ke arah tas slempang di pinggang s