“Raya, siapkan pesanan buket ini. Akan diambil jam dua siang nanti.” Nila, teman kerja Raya meletakkan kartu pesanan di meja.
Raya yang sedang membuat buket bunga untuk pelanggan yang menunggu di hadapannya melirik jam tangannya, masih ada waktu empat jam. Kemudian menoleh ke arah Nila, “oke.”Toko bunga ini memiliki konsep rumah kaca. Jadi ketika masuk, pelanggan bisa memilih duduk di lounge saat mendiskusikan buket yang diinginkannya, atau bisa juga bicara sambil berjalan dirumah kaca dimana bunga hidup dalam perawatan yang teliti.Ada banyak karyawan disini. Dari yang bertugas merawat bunga, merangkai bunga, menerima pesanan sampai mengantar bunga.Raya adalah satu dari tiga orang yang bertugas merangkai bunga.Setelah mengantar pelanggan yang sudah mendapatkan buket bunganya pergi, Raya kembali masuk. Dia membaca kartu pesanan dan bersiap merangkai bunga selanjutnya.“Raya, apa yang kau makan akhir-akhir ini?” tanya Hani, teman kerjanya yang sedang merangkai bunga pesanan lain.“Masih take away dari bos. Kenapa?” Raya duduk disamping Hani dengan membawa kumpulan bunga yang dia butuhkan.“Kau kelihatan lebih gemuk,” komentar Hani sambil tertawa.“Yang benar?” gumam Raya ragu.Dia memang merasa enggan melakukan banyak hal akhir-akhir ini. Bahkan dia beberapa kali hampir melanggar kebiasaan hidup hematnya dengan membeli jajanan diluar.“Iya. Kau kelihatan gemuk. Tapi juga agak pucat. Coba periksa ke dokter. Mungkin saja ada yang salah dengan tubuhmu.” Hani memberikan saran.“Oke.” Raya menyetujui dengan ringan.Setelah mendengar komentar Hani seperti itu, Raya jadi berpikir apa yang salah pada tubuhnya. Dia berpikir lama hingga tertegun saat mengingat sesuatu.Dia belum mendapatkan menstruasi sejak lama.Awalnya dia pikir itu normal karena dia mengalami stres berat dan trauma. Belakangan ini kondisinya membaik, tapi dia masih belum mendapatkan menstruasi.Tiba-tiba Raya merasa takut. Jantungnya berdebar kencang. Tangannya agak gemetar. Bahkan keringat dingin mulai muncul dimana-mana.“Raya?” Panggil Hani bingung karna melihat Raya yang sedetik lalu terlihat baik-baik saja kini terlihat sangat sakit. “Raya, hei apa yang terjadi padamu?”Bibir Raya agak gemetar saat dia berusaha menjawab, “Hani, aku pikir... aku tidak sehat. Bisakah... bisakah aku ijin pulang? Maksudku bisakah kau memintakan ijin pulang ketika bos datang nanti?”Hani akan menjawab namun dia tercengang melihat mata Raya mulai tidak fokus. Bahkan temannya itu mulai berkeringat dan bergetar.“Apa yang terjadi padamu?” tanya Hani panik sambil memegang tangan Raya. Lagi-lagi dia terkejut merasakan suhu yang sedingin es. “Pulang... tidak, ayo kerumah sakit. Aku akan meminta Adnan mengantarmu.”“Tidak... aku ingin pulang saja. Aku akan lebih baik nanti,” ucap Raya gugup.Melihat kondisi Raya, Hani tidak memaksa. Dia segera mencari Adnan, yang bertugas mengantar pesanan dan memintanya mengantar Raya pulang.Melihat kondisi Raya tidak sehat, Adnan dengan cepat mengantar Raya pulang. Ditengah jalan, Raya meminta berhenti di apotek. Beralasan membeli obat namun diam-diam dia membeli test pack.Ketika sampai di apartemennya, Raya berterima kasih kepada Adnan dan membiarkan pria itu kembali bekerja.“Jika sakitmu menjadi serius, hubungi aku atau yang lain,” pesan Adnan sebelum pergi.Raya mengangguk. Dia mengunci pintu. Pergi ke kamar mandi. Menatap test pack dengan ketakutan dan permusuhan.Tapi dia tidak bisa tidak melakukannya. Jadi dengan hati tercabik-cabik, dia menggunakan test pack itu.Tidak terlalu lama sampai mata nanar Raya menatap garis dua yang mencolok. Membuat mata dan seluruh tubuhnya terasa sakit.Dia sesak nafas. Melemparkan alat ramping itu hingga membentur tembok kamar mandi.“Tidak mungkin! Tidak mungkin! Kenapa dia meninggalkan jejaknya padaku?!” Jerit Raya frustasi.Dia menjambak rambutnya, memukul perutnya, berteriak histeris. Merasa sangat sengsara karena penjahat itu seolah tidak mau membiarkan hidupnya lebih mudah dengan meninggalkan tanda yang benar-benar tidak bisa dihapus olehnya.Raya menjerit pilu dalam tangis, memukuli perutnya dengan putus asa. Dia sangat membenci calon bayi ini. Bagaimana dia bisa menghadapi dunia sendirian dengan perutnya yang membesar?!Saat ini mimpinya begitu sederhana. Hanya ingin mengembalikan tanah dan properti senilai peninggalan orangtuanya. Tapi dengan adanya tambahan bayi diperutnya, hampir dipastikan jika mimpinya akan hancur lagi.Lama Raya menangis pilu. Dia terlalu tenggelam dalam kesedihannya hingga tak menyadari jika para tetangga telah berkumpul didepan pintunya karena keributan yang dia buat. Tepat saat Raya pingsan karena terlalu berduka, semua tetangga sepakat untuk masuk dan melihat apa yang terjadi.Begitu mereka mendapati Raya pingsan, segera saja salah satu dari mereka menelepon ambulan.“Apa yang terjadi padanya? Dia terlihat sangat sengsara,” bisik seorang wanita tua.“Pertama kali datang dia juga terlihat tidak sehat. Tapi semakin hari dia semakin sehat dsn cantik. Kali ini mungkin sesuatu yang buruk dimasa lalu terjadi lagi,” balas wanita yang lebih muda.“Berhenti bergosip. Ambulan akan segera datang. Ayo kita bawa dia ke bawah.“ ucap seorang pria paruh baya.Disaat penghuni gedung sibuk mengangkat Raya ke ambulan, tepat disamping gedung apartemen itu, Kal Elshaad atau yang memiliki nama panggung Kal El menurunkan naskahnya dan menatap ke arah gedung apartemen dimana suara teriakan dan keributan itu berasal.Hari ini akan menjadi hari terakhir setelah syuting selama tiga bulan dikota ini.Kal mengernyitkan dahinya. Keributan yang terlalu besar semacam ini akan mengganggu proses syuting.“Wi, tanyakan pada sutradara, kenapa mereka belum mengatasi keributan di atas sana.” Perintah Kal pada asistennya.“Oke, kak.”Setelah Tiwi pergi, Kal kembali menatap naskah ditangannya, mengabaikan keributan yang sepertinya mulai mereda.Dia pikir ada kecelakaan atau sesuatu karena terdengar suara ambulan.Nyatanya, sutradara itu sudah menghentikan syuting yang sedang dilakukan aktris utamanya dan meminta wakilnya untuk pergi melihat penyebab keributan itu ketika keributan baru saja dimulai. Bahkan jika memungkinkan, sutradara meminta wakilnya untuk segera mengembalikan ketenangan seperti semula.Tidak lama kemudian Tiwi kembali.“Aku bertemu asisten sutradara dan beberapa lainnya yang kebetulan pergi untuk melihat juga. Menurutnya, ada seorang wanita yang sepertinya sedang depresi atau semacamnya. Tapi jangan khawatir kak, dia sudah dibawa ke rumah sakit. Tidak akan ada keributan lagi.”Kal mengangguk mendengar penjelasan Tiwi. Dia pikir kehidupan dikota besar dan kota kecil pada akhirnya kurang lebih sama. Akan ada orang yang tidak mampu menanggung tekanan hidup dan menjadi stres. Menggelengkan kepalanya, Kal tidak memikirkannya lagi. Dia terus berkonsentrasi membaca naskah. Dalam setengah jam ke depan akan menjadi gilirannya untuk syuting.Tapi belum lama Kal membaca, ponselnya yang berada di meja bergetar. Kal melirik id penelepon dilayar dan kemudian menggeser tombol hijau.“Gin mendapatkan masalah,” ujar suara diseberang telepon._Suara lembut Kal yang membacakan dongeng untuk Noval menjadi lebih pelan. Kemudian, saat pria itu melirik si kecil yang meringkuk dipelukan Raya dengan mata terpejam dan nafas teratur, dia berhenti membaca.“Dia tertidur.” Gumam Kal lembut. Pria itu menundukkan kepalanya dan mencium puncak kepala Noval.“Ya. Karena kau pintar membacakan cerita dengan berbagai suara dan emosi.” Puji Raya sambil menggaruk lembut rambut Noval.Setelah mencium kepala Noval, Kal mendongak. Sehingga posisinya kini satu garis lurus dan ambigu dengan wajah Raya. Senyumnya mengembang main-main terutama saat melihat rona malu-malu Raya.“Karena kau ada disini sehingga membuatnya merasa aman. Raya, kau ibu yang baik.” Ucap Kal.Dia ingin memberi segala jenis pujian untuk wanitanya ini, sehingga Raya bisa penuh percaya diri dalam mengasuh putranya. Melepaskan apapun yang membelenggunya dan menghalangi kasih sayangnya untuk secara utuh diberikan kepada Noval.Mendengar ucapan Kal, senyum Raya menegang. Dia yang pa
Raya menggandeng Noval keluar dari bandara. Dia menghela nafas. Setelah lima tahun berlalu, akhirnya dia kembali ke sini. Tempat yang pernah dia tinggalkan dengan membawa luka.Dalam lima tahun, ada banyak tempat baru yang tidak Raya kenali. Namun tentu saja banyak tempat lama yang familiar bagi Raya.Setelah ragu-ragu sesaat, pada akhirnya Raya berkata pada teman Doni yang menyetir, “bisakah kita berputar melewati jalan S?”Meski Raya tidak begitu yakin tentang tujuan mereka, karena Kal telah meyakinkannya bahwa semua hal sudah diurus, maka dia tidak perlu memikirkan apapun lagi. Dengan begitu, pikirannya yang tidak sibuk memiliki waktu luang memikirkan masa lalu.Tentu saja masa lalu ini dia pilah. Hanya kenangan bahagianya saja yang dia pikirkan.“Oke.” Sahut Hari, supir yang dikirim Kal menjemput Raya yang juga merangkap sebagai salah satu bodyguard Raya kedepannya.Sebenarnya Raya agak tidak nyaman dengan pria-pria baru yang Kal tempatkan disekitarnya. Bersama Doni, dia sedang be
“Aku menyarankan untuk memberikan buket anyelir. Itu melambangkan penghormatan. Bagaimana menurutmu?” Ucap Raya berusaha ramah meski kesannya pada Hans sudah jatuh ke titik terendah sejak Hani mengakan pria ini mungkin menyukainya.“Itu bagus. Buat saja sesuai rekomendasimu.” Ucap Hans dengan senyum ramah. “Kudengar, karyawan disini memiliki libur sesuai tanggal. Apakah benar?”“Itu benar.” Raya mengangguk sambil memilih bunga anyelir.“Lalu tanggal berapa biasanya hari liburmu?” Tanya Hans.Gerakan Raya terhenti saat mendengar pertanyaan Hans. Matanya menyipit tajam. Seolah dia akan meremas bunga cantik ditangannya karena marah. Ya, Raya tidak suka jika ada pria yang tidak dia kehendaki memberikan perhatian ekstra padanya. Dia tidak ingin disukai oleh orang yang tidak dia sukai. “Raya?” panggil Hans dengan ragu.Mengingat saat ini dia sedang bekerja, Raya menahan semua ketidaksenangannya dan menatap Hans dengan senyum kaku.“Tunggu sebentar, aku akan memberikan pita dan buketnya se
Raya melambaikan tangannya pada Noval dan Yasnuar yang pergi ke sekolah. Setelah keduanya tidak terlihat lagi, dia masuk dan mulai berganti pakaian, siap-siap pergi bekerja.Juleha yang baru menghabiskan sarapannya menoleh saat melihat Raya masuk. “Mereka sudah berangkat?” tanyanya.“Ya. Apa kegiatanmu hari ini?” Raya balik bertanya sambil masuk ke dalam kamarnya.Berbicara agak keras, Juleha menyahut, “Aku akan menyelesaikan pembayaran tempat calon cafenya.”“Berapa sewanya setahun?” “Raffa bilang lebih hemat membelinya saja. Jadi aku membelinya.” Ucap Juleha sambil beranjak ke dapur untuk mencuci piring bekas sarapannya.Raya terdiam. Baiklah, otaknya masih berpikir sesuai standarnya sendiri yang sama sekali tidak berlaku untuk Juleha. Selesai bersiap, Raya keluar dan mendapati Juleha sudah duduk manis disofa, menggeser-geser layar ponselnya.“Jam berapa kau pergi?” “Masih jam sepuluh nanti. Raya, suamimu mendepak Niana dari kru film.” Ucap Juleha tiba-tiba.“Berhenti bicara sem
“Dikeluarkan dari kru?!” Tanya Zaki dengan suara yang semakin suram. “Ya, hari ini baru saja aku bersiap untuk syuting namun asisten sutradara menyampaikan pemutusan kontrak dan penggantian kerugian. Jika aku tidak mau meninggalkan kru secara sukarela, mereka mengatakan bahwa aku pada akhirnya akan pergi tanpa uang ganti rugi sepeserpun! Mereka mengancamku! Beraninya mereka mengancamku! Kakak lakukan sesuatu untukku!” Niana berkata dengan marah. Dia sangat marah sampai-sampai merasa kepalanya akan meledak karena terlalu mendidih.Zaki terdiam. Dengan apa yang terjadi pada Niana, sudah dipastikan bahwa semua skandal yang meledak adalah ulah Kal. Pria itu marah padanya karena sesuatu yang berhubungan dengan Niana.“Aaggh! Kal bajingan!” raung Zaki sambil melemparkan ponsel ditangannya sebagai luapan dari kekesalannya yang seolah banjir bandang. Meluluh lantakkan pikiran dan moodnya.Dia membuka laci lainnya dan meraih ponsel cadangan. Setelah mengutak-atik sebentar, dia menghubungi ora
“Apa yang kau inginkan dengan menjemputku secara pribadi?” tanya Kal dingin pada Seno.“Bos, biarkan aku yang menangani Zaki? Aku sudah gatal karena terlalu lama tidak membuat masalah.” Gerutu Seno sembari menginjak pedal gas meninggalkan bandara dan menuju lokasi syuting.Tiwi yang duduk dengan tenang dikursi paling belakang hanya bisa membatin, berapa banyak didunia ini orang yang ingin hidup tenang? Tapi Seno justru pusing karena hidup tenang. Sangat diluar kebiasaan.“Tidak diperlukan. Kali ini bukan untuk membuatnya tidak bisa bangkit. Hanya sedikit mencederainya saja.” Gumam Kal tanpa fluktuasi sembari sibuk dengan ponselnya. Omong-omong dia perlu melapor pada pacar tercintanya.[Aku sudah keluar bandara dan hampir sampai ke lokasi syuting. Apa yang sedang kau lakukan?]Tidak terlalu lama balasan Raya datang.[Membereskan mainan Nono yang hampir tidak memiliki tempat untuk meletakkannya. Tadi, aku sedikit berdiskusi dengan Juleha tentang calon cafenya.]“Lalu kapan kau akan menj