“Bagaimana itu bisa menjadi sepuluh kali lipat?! Aku membacanya dan itu adalah tiga kali lipat!” marah Raya.
“Yang kau baca tiga kali lipat, tapi yang kau tanda tangani adalah sepuluh kali lipat. Kau juga bisa memilih tidak membayar dan tetap bekerja disini.” Goda Beni.Beni akan untung bahkan jika Raya pergi. Namun jika Raya tinggal, itu adalah keuntungan yang lebih besar. Jadi tentu saja dia berharap Raya tetap tinggal.Mendengar ucapan santai Beni, Raya tercengang. Dia ingat saat itu memang tak langsung menandatanganinya ketika selesai membaca karena berbicara dengan Soni. Lalu saat dia menandatanganinya, tentu saja dia tidak memeriksa berkas itu lagi.Dengan jantung kesakitan seperti diremas, Raya melihat jumlah ganti rugi yang memang sepuluh kali lipat. Wajah Raya pucat pasi. Seperti bisa pingsan kapan saja.“Kalian menipuku!” Raya menggelengkan kepala tak percaya. Matanya mulai buram karna air mata yang menggenang.“Tidak ada yang menipumu. Kau hanya kurang teliti.” Beni terkekeh pelan.Soni yang berdiri dibelakang juga mendengus penuh penghinaan. Jenis seperti Raya masih akan berkelahi dengan bosnya? Itu hanya cari mati.Raya tidak tahan. Perusahaan macam apa sebenarnya yang memiliki kontrak dengannya ini? Kenapa bukan hanya penjahat penjual artisnya, tetapi juga seperti lintah darat?!Raya pikir setelah membayar denda, dengan penjualan properti peninggalan orang tuanya, dia masih akan memiliki sisa untuk membeli rumah kecil.Sayangnya itu hanya angan-angan. Jumlah ini benar-benar menghabiskan seluruh kekayaannya.Tapi Raya tidak memiliki pilihan lain. Dia memutuskan kontrak dengan tegas. Tidak lagi ingin berurusan dengan lintah darat yang mengerikan seperti ini. Yang memakan darah dan daging artisnya tanpa kecuali.“Kau sungguh bertekad,” ucap Soni yang menyusul langkah Raya.Raya berdehem. Menetralkan suaranya agar tidak terdengar sengau karena memiliki keinginan menangis yang terlalu kuat.“Ya. Aku juga terkejut.” Raya bicara tanpa menatap Soni.Soni menatap punggung Raya yang terus berjalan tanpa ragu meninggalkan perusahaan. Nada bicara Raya jelas berubah. Tidak ceria dan manis seperti pertama kali dia menandatangani kontrak. Ini jauh lebih dingin.Semua orang berubah setelah mengalami hal seperti yang dialami Raya. Soni tahu itu. Tapi biasanya para aktris dan aktor baru hanya bisa menelan rasa pahitnya. Mereka akan berpura-pura tidak ada yang terjadi demi kelancaran karir mereka.Ini adalah pertama kalinya dia melihat yang seperti Raya selama dia bekerja. Raya sama sekali tidak menutupi kebenciannya. Dia dengan tegas meninggalkan mimpinya. Melakukan semua yang dia bisa untuk keluar dari rawa berlumpur ini.Sayang sekali.Soni sedikit menyesali keputusan buruk Raya. Tapi hanya sedikit. Setelah itu dia melupakan episode dimana calon sapi perahnya melarikan diri.Lagipula dia masih mendapatkan bonusnya.Sementara itu, Raya berhenti didepan gedung perusahaan hiburan yang tadinya dia pikir akan membawa masa depan cerah untuknya.Dia berbalik menatap gedung tinggi itu penuh kebencian.“Semoga gedung ini runtuh! Semoga perusahaan ini bangkrut! Semoga perusahaan ini ditangkap oleh pemerintahan! Semoga besok terjadi kebakaran!” kutuk Raya dengan suara rendah.Diam-diam Raya merasa dia jauh lebih beruntung karena bisa menarik diri keluar dari air berlumpur perusahaan ini dengan cepat meski tidak bisa melapor ke polisi dibandingkan orang-orang malang yang terjebak karena tidak mampu membayar denda.Sayangnya, keberuntungannya masih menyisakan dampak buruk.Raya mengalami mimpi buruk setiap malam. Dia kesulitan tidur. Bahkan dia merasa waspada setiap melihat pria yang memiliki penampilan seperti Gin. Hal itu membuatnya sangat kelelahan yang berdampak pada kesehatannya.Raya yang tidak terlihat sehat sangat kesulitan mencari pekerjaan. Sementara tabungannya tidak akan mampu mencukupi kebutuhannya dalam waktu lama.Tanpa tempat tinggal, tanpa pekerjaan, tanpa masa depan, Raya perlahan mengalami stres.Ketika dia pergi ke psikiater setelah hampir satu bulan kemudian dihantui mimpi buruk, dia disarankan untuk mencari lingkungan yang lebih baik. Yang tidak mengingatkannya pada hal-hal buruk. Kemudian disarankan agar dia mendekorasi rumahnya, terutama kamarnya agar lebih nyaman dan memberinya rasa rileks hingga memungkinkannya untuk tertidur.Setelah berbagai pengingat dan obat diberikan, Raya kembali pulang dan bersiap pindah.Setelah mengurus hal-hal tentang kepindahannya, Raya melangkah pergi. Siap meninggalkan kota tercintanya, namun juga kota yang menorehkan luka padanya.Raya menunduk berjalan keluar dari lingkungan kontrakannya. Dia tidak memiliki rumah, tidak memiliki apapun lagi disini. Yang tersisa dari dirinya saat ini hanya luka dan trauma.Menghela nafas, Raya memasuki taksi yang akan mengantarnya ke bandara. Dia menatap pemandangan diluar jendela tanpa nostalgia.“Ketika aku sudah baik-baik saja, aku akan kembali, ibu, ayah. Aku akan merindukan tempat dimana ada kenangan kalian. Sayangnya, tempat ini juga meninggalkan kenangan buruk untukku,” bisik Raya.Satu jam kemudian, Raya keluar dari bandara kota F, kota yang akan menjadi tempat tinggalnya sekarang.“Kal! Aaaah lihat sini! Lihat sini!”“Kak Kal aku mencintaimu!”“Kak Kal sangat tampan!”Jeritan serupa yang sangat ramai dan antusias membuat Raya terkejut. Dia melihat kerumunan membawa berbagai hal. Ada papan nama, kamera dan sebagainya. Kemudian seseorang ditengah kerumunan berjalan tenang sembari tersenyum tipis. Pria itu dikelilingi manajer, asisten dan pengawalnya.Dia mengenali pria itu. Kal El, aktor yang terkenal karena memenangkan penghargaan hampir setiap tahun sejak debutnya lima tahun lalu.Raya tidak mengikuti berita tentangnya, tapi dia cukup mengaguminya. Terutama ketika mimpinya sendiri dihancurkan seperti saat ini, Kal terlihat sangat bersinar hingga menyilaukan dimatanya.“Dia sangat beruntung,” bisik Raya sambil tersenyum getir.Raya iri. Tapi dia pikir mungkin jalan yang dilalui Kal tidak semudah kelihatannya. Karena sekarang dia tahu bahwa orang-orang di Bintang Murni hampir pasti memiliki jalan terjal untuk bisa berdiri dibawah sinar bintang.Raya membuka pintu apartemen yang sudah disewanya sejak kemarin. Semua prosedur diselesaikan secara online. Jadi saat ini tidak ada hal merepotkan untuk diurus.Tiga bulan berlalu sejak Raya pindah. Dia sudah mendapatkan perkerjaan disebuah toko bunga. Selain itu, dia juga mengirimkan desain gambar disebuah platform penjualan karya seni. Hasil dari platform itu tidak stabil, hanya saja rutin perbulan sehingga bisa menjadi tambahan untuk tabungannya.Hidup sendiri membuat Raya menekan kebutuhan hingga seminimal mungkin demi bisa membeli rumah dan tanah lagi untuk mengganti peninggalan orang tuanya yang telah terjual karena kecerobohannya.Sebenarnya dia tidak harus melakukannya karena bagaimanapun orang tuanya sudah meninggal. Tapi demi kenyamanan psikologis dia masih ingin melakukannya.Lingkungan baru ini cukup kondusif untuk ketenangan pikirannya. Dia tidak akan terlalu waspada saat melihat pria lagi. Meski mimpi buruknya masih datang, frekuensinya tidak sesering beberapa bulan lalu. Hanya sekali atau dua kali dalam seminggu.Perkembangan yang membuat Raya bisa menghela nafas lega._Suara lembut Kal yang membacakan dongeng untuk Noval menjadi lebih pelan. Kemudian, saat pria itu melirik si kecil yang meringkuk dipelukan Raya dengan mata terpejam dan nafas teratur, dia berhenti membaca.“Dia tertidur.” Gumam Kal lembut. Pria itu menundukkan kepalanya dan mencium puncak kepala Noval.“Ya. Karena kau pintar membacakan cerita dengan berbagai suara dan emosi.” Puji Raya sambil menggaruk lembut rambut Noval.Setelah mencium kepala Noval, Kal mendongak. Sehingga posisinya kini satu garis lurus dan ambigu dengan wajah Raya. Senyumnya mengembang main-main terutama saat melihat rona malu-malu Raya.“Karena kau ada disini sehingga membuatnya merasa aman. Raya, kau ibu yang baik.” Ucap Kal.Dia ingin memberi segala jenis pujian untuk wanitanya ini, sehingga Raya bisa penuh percaya diri dalam mengasuh putranya. Melepaskan apapun yang membelenggunya dan menghalangi kasih sayangnya untuk secara utuh diberikan kepada Noval.Mendengar ucapan Kal, senyum Raya menegang. Dia yang pa
Raya menggandeng Noval keluar dari bandara. Dia menghela nafas. Setelah lima tahun berlalu, akhirnya dia kembali ke sini. Tempat yang pernah dia tinggalkan dengan membawa luka.Dalam lima tahun, ada banyak tempat baru yang tidak Raya kenali. Namun tentu saja banyak tempat lama yang familiar bagi Raya.Setelah ragu-ragu sesaat, pada akhirnya Raya berkata pada teman Doni yang menyetir, “bisakah kita berputar melewati jalan S?”Meski Raya tidak begitu yakin tentang tujuan mereka, karena Kal telah meyakinkannya bahwa semua hal sudah diurus, maka dia tidak perlu memikirkan apapun lagi. Dengan begitu, pikirannya yang tidak sibuk memiliki waktu luang memikirkan masa lalu.Tentu saja masa lalu ini dia pilah. Hanya kenangan bahagianya saja yang dia pikirkan.“Oke.” Sahut Hari, supir yang dikirim Kal menjemput Raya yang juga merangkap sebagai salah satu bodyguard Raya kedepannya.Sebenarnya Raya agak tidak nyaman dengan pria-pria baru yang Kal tempatkan disekitarnya. Bersama Doni, dia sedang be
“Aku menyarankan untuk memberikan buket anyelir. Itu melambangkan penghormatan. Bagaimana menurutmu?” Ucap Raya berusaha ramah meski kesannya pada Hans sudah jatuh ke titik terendah sejak Hani mengakan pria ini mungkin menyukainya.“Itu bagus. Buat saja sesuai rekomendasimu.” Ucap Hans dengan senyum ramah. “Kudengar, karyawan disini memiliki libur sesuai tanggal. Apakah benar?”“Itu benar.” Raya mengangguk sambil memilih bunga anyelir.“Lalu tanggal berapa biasanya hari liburmu?” Tanya Hans.Gerakan Raya terhenti saat mendengar pertanyaan Hans. Matanya menyipit tajam. Seolah dia akan meremas bunga cantik ditangannya karena marah. Ya, Raya tidak suka jika ada pria yang tidak dia kehendaki memberikan perhatian ekstra padanya. Dia tidak ingin disukai oleh orang yang tidak dia sukai. “Raya?” panggil Hans dengan ragu.Mengingat saat ini dia sedang bekerja, Raya menahan semua ketidaksenangannya dan menatap Hans dengan senyum kaku.“Tunggu sebentar, aku akan memberikan pita dan buketnya se
Raya melambaikan tangannya pada Noval dan Yasnuar yang pergi ke sekolah. Setelah keduanya tidak terlihat lagi, dia masuk dan mulai berganti pakaian, siap-siap pergi bekerja.Juleha yang baru menghabiskan sarapannya menoleh saat melihat Raya masuk. “Mereka sudah berangkat?” tanyanya.“Ya. Apa kegiatanmu hari ini?” Raya balik bertanya sambil masuk ke dalam kamarnya.Berbicara agak keras, Juleha menyahut, “Aku akan menyelesaikan pembayaran tempat calon cafenya.”“Berapa sewanya setahun?” “Raffa bilang lebih hemat membelinya saja. Jadi aku membelinya.” Ucap Juleha sambil beranjak ke dapur untuk mencuci piring bekas sarapannya.Raya terdiam. Baiklah, otaknya masih berpikir sesuai standarnya sendiri yang sama sekali tidak berlaku untuk Juleha. Selesai bersiap, Raya keluar dan mendapati Juleha sudah duduk manis disofa, menggeser-geser layar ponselnya.“Jam berapa kau pergi?” “Masih jam sepuluh nanti. Raya, suamimu mendepak Niana dari kru film.” Ucap Juleha tiba-tiba.“Berhenti bicara sem
“Dikeluarkan dari kru?!” Tanya Zaki dengan suara yang semakin suram. “Ya, hari ini baru saja aku bersiap untuk syuting namun asisten sutradara menyampaikan pemutusan kontrak dan penggantian kerugian. Jika aku tidak mau meninggalkan kru secara sukarela, mereka mengatakan bahwa aku pada akhirnya akan pergi tanpa uang ganti rugi sepeserpun! Mereka mengancamku! Beraninya mereka mengancamku! Kakak lakukan sesuatu untukku!” Niana berkata dengan marah. Dia sangat marah sampai-sampai merasa kepalanya akan meledak karena terlalu mendidih.Zaki terdiam. Dengan apa yang terjadi pada Niana, sudah dipastikan bahwa semua skandal yang meledak adalah ulah Kal. Pria itu marah padanya karena sesuatu yang berhubungan dengan Niana.“Aaggh! Kal bajingan!” raung Zaki sambil melemparkan ponsel ditangannya sebagai luapan dari kekesalannya yang seolah banjir bandang. Meluluh lantakkan pikiran dan moodnya.Dia membuka laci lainnya dan meraih ponsel cadangan. Setelah mengutak-atik sebentar, dia menghubungi ora
“Apa yang kau inginkan dengan menjemputku secara pribadi?” tanya Kal dingin pada Seno.“Bos, biarkan aku yang menangani Zaki? Aku sudah gatal karena terlalu lama tidak membuat masalah.” Gerutu Seno sembari menginjak pedal gas meninggalkan bandara dan menuju lokasi syuting.Tiwi yang duduk dengan tenang dikursi paling belakang hanya bisa membatin, berapa banyak didunia ini orang yang ingin hidup tenang? Tapi Seno justru pusing karena hidup tenang. Sangat diluar kebiasaan.“Tidak diperlukan. Kali ini bukan untuk membuatnya tidak bisa bangkit. Hanya sedikit mencederainya saja.” Gumam Kal tanpa fluktuasi sembari sibuk dengan ponselnya. Omong-omong dia perlu melapor pada pacar tercintanya.[Aku sudah keluar bandara dan hampir sampai ke lokasi syuting. Apa yang sedang kau lakukan?]Tidak terlalu lama balasan Raya datang.[Membereskan mainan Nono yang hampir tidak memiliki tempat untuk meletakkannya. Tadi, aku sedikit berdiskusi dengan Juleha tentang calon cafenya.]“Lalu kapan kau akan menj