Share

10. Aturan

last update Last Updated: 2023-02-24 12:58:37

Masih dalam suasana tegang karena perdebatan Vana dan Fandra, keduanya sama-sama memalingkan muka setelahnya membuat penonton merasa geli.

“Sudah, simpan dulu pertikaian kalian. Nenek sengaja memanggil bukan untuk melihat kalian bertengakar,” ujar nenek. Nada suaranya tidak ada kemarahan, malah terlihat begitu senang.

Vana melirik Fandra dari balik bulu matanya tapi hanya sekilas lalu memalingkan muka, kesal sekali karena sang tuan muda.

“Baiklah. Nenek akan mulai, kalian dengarkan dengan baik, Vana …” Nenek menatapnya Vana mengangguk. “Bagus. Maka kita akan mulai,” lanjutnya.

Semua orang mendengarkan dengan baik, termasuk Vana. Nenek mengumpulkan semua orang untuk memperkenalkannya juga tapi Fandra justru mengacau dengan mendebatnya. Menyebalkan sekali bukan.

“Baik. Pertama, kamu akan tinggal di rumah itu untuk waktu yang tak tentu, tapi selama tinggal di sini kamu harus melakukan serangkaian latihan untuk menjadi bagian dari keluarga Alatas,” jelas sang ratu untuk aturan pertama. “Bagaimana?” Nenek bertanya. Tatapannya lembut mengarah pada Vana sementara tangan kanannya terangkat mengarah pada Fandra agar sang cucu tak menyela.

“Ya, Nenek, aku akan menyanggupinya,” jawab Vana tanpa ragu tapi terdengar pelan.

Fandra mendesis kasar.

“Bagus. Terima kasih, Vana,” ucap nenek dengan senyuman tercetak di wajahnya juga wajah yang lainnya tentu saja kecuali Fandra yang menahan marah.

 Vana tidak tahu apa itu tapi dia akan mencobanya selama bisa mendapatkan jaminan. Teringat akan sang ibu dan adiknya, Vana tidak punya keberanian untuk bertemu, dia khawatir bagaimana mereka bereaksi nanti.

“Baik. Kita akan melanjutkan,” ujar sang ratu kembali memulai.

Menarik napasnya dalam, semua orang diam. Fandra menunggu ada aturan yang membuat Vana keberatan yang mungkin bisa dia gunakan untuk menyerang.

“Kami akan memenuhi semua janji yang disampaikan selama kamu bersedia melakukan apapun sebagai peranmu, menantu Alatas. Apakah kamu bersedia?” tanya nenek lagi.

Melakukan hal yang sama, menatap lembut Vana, menghentikan Fnadra untuk menyela.

“Ya, aku bersedia selama itu tak merugikanku dan keluarga Alatas, aku akan melakukannya,” jawab Vana tanpa keraguan.

Datangnya dia ke keluarga Alatas bukan tanpa pertimbangan. Tentu Vana sadar tidak ada yang gratis di dunia ini tapi dia tak meminta banyak selain untuk keluarganya, dua perempuan yang berarti besar untuknya.

“Tentu. Masih ada lagi,” ujar nenek lalu mengangguk ke arah pelayan.

Tiga orang pelayan muda berjalan mendekat ke singgasana sang ratu menunduk hormat.

“Ini adalah pelayanmu, yang mengurus semua keperluanmu selama berada di sini sekaligus yang mengawasi dan menjagamu,” jelas nenek.

 Perhatian Vana dan yang lain teralihkan pada tiga pelayan itu. Satu di depan, dua di belakang berdampingan dan masih menunduk dengan kedua tangan bertaut. Vana mengalihkan lagi perhatiannya merasa masih bisa di terima meskipun bertanya dalam hatinya apakah perlu?

“Baik,” sahut Vana.

“Bagus. Untuk sekarang, itu saja, ya, sayang. Untuk aturan- aturan lainnya bisa menyusul. Mega, adalah kepala pelayan yang akan bertanggung jawab untukmu, akan menjelaskan aturannya nanti. Sementara untuk aturan di rumah ini, Kepala Pelayan Alfa dan Bu Diara, yang akan menjelaskannya padamu,” jelas Nenek memperkenalkan.

Vana hanya mengangguk meskipun mulai kewalahan untuk mengingat apa saja yang di jelaskan oleh sang ratu.

“Baiklah. Itu saja untuk saat ini, kamu hanya perlu mengikuti arahannya dan semoga betah di sini terlepas dari ganguannya, ingat kamu masih punya kami,” pesan nenek dengan senyum menenangkan tentu saja itu membuat Fandra kebakaran jenggot.

Mendengar apa yang dikatakan wanita tua itu, tiba- tiba Vana terpikirkan sebuah ide untuk menjahili Fandra. Dengan senyum tipis di bibirnya, sebelah alis Vana terangkat, satu sudut bibirnya tertarik dan ekor matanya mengarah pada Fandra.

“Terima kasih banyak Nenek. Aku sungguh beruntung sekali bertemu denganmu, dan keluarga Alatas,” ucap Vana melanjutkan dengan menyanjung setinggi- tingginya sampai membuat orang lain terheran-heran melihat sikapnya bahkan mereka saling pandang.

“Sama-sama, Sayang. Terima kasih sudah bersedia datang ke keluarga ini dan memberikan cahaya,” balas sang nenek yang entah mengapa dengan mudahnya menangkap maksud Vana tanpa gadis itu memberi tahunya.

Tangan tua nan keriput itu meraih tangan Vana yang berada di atas pangkaun sebelumnya dan hal itu mengejutkan Vana. Tapi itu berhasil membuat wajah Fandra merah padam merasa dicucu-tirikan oleh sang nenek yang selalu dia hormati.

“Aku tak tahan lagi!” sentaknya mengejutkan semua orang. Fandra bangun dari duduknya dengan pandangan mengarah tajam pada Vana. “Terserah kalian saja mau lakukan apapun tapi jangan harap aku akan berbaik hati padanya!” tegasnya kemudian berlalu dengan perasaan kesal yang meluap-luap.

Terlepas dari apa yang Fandra katakan, Vana tersenyum penuh kemenangan. Dia seolah tak peduli dengan kemarahn Fandra atau peringatannya merasa senang mempermainkan pria itu.

“Lihat saja. Entah aku atau kau yang takluk.”

Sarah Nurlatifah

Halo, aku mamak dari Alfandara, eh, autor maksudnya. ihihihi. Untuk pembaca Calon Istri Tuan Muda, tolong tinggalkan jejaknya ya biar otor semangat nulisnya dan insyaallah akan ada reward untuk kalian yang banyak memberikan ulasan di kolom komentar. Terima kasih. Salam sayang.

| 1
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Hemiati Koesniasari
ceritanya amat menarik
goodnovel comment avatar
EMull Ya
cerita yg menarik
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Calon Istri Tuan Muda   108. (Akhir) Kau Milikku

    Sudah hampir satu bulan sejak Fandra pergi ke Jepang untuk urusan bisnisnya ternyata masalahnya rumit sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk mengurusnya. Ayah Fandra juga turut pergi satu minggu lalu untuk membantu karena masalahnya semakin besar membuat semua jadi khawatir.Cuaca belakangan ini tidak tentu, hujan deras turun dengan guntur dan kilat padahal siang masih berlangsung tapi hujan sudah turun. Keluarga Alatas menjadi resah tapi mereka saling menguatkan satu sama lain, mendoakan yang sedang berada di luar rumah.Hari ini pagi cerah, tapi saat siang hari mendung berat, langit gelap dengan gemuruh yang terdengar keras. Angin kencang pun tak mau tertinggal menyemarakkan badai yang hendak turun.Dengan semua kabar cuaca yang buruk itu membuat Vana menjadi tak tenang. Fandra tidak bisa dihubungi dua hari ini karena sibuk sekali. Ayah sempat mengabari kalau mereka akan lembur beberapa hari agar masalah segera beres.Vana tidak tahu apapun jadi hanya bisa mendukung saja dan mend

  • Calon Istri Tuan Muda   107. Arzal Pamit

    Tiga hari sejak kejadian itu, Vana jarang sekali keluar dan lebih menghabiskan waktunya di rumah Fandra. Dia punya hobi baru sekarang, melakukan banyak hal seperti merangkai bunga, membuat kerajinan dan lain sebagainya. Fandra sibuk dengan pekerjaannya hingga jarang sekali dihubungi, karena Vana tidak ingin menganggu maka pria itulah yang menghubunginya.Vana sudah menjadi bagian dari keluarga besar itu, dan calon istri Fandra jadi dia bisa bebas ke manapun dia mau di gedung selatan itu. Namun, Fandra tidak mengizinkan Vana untuk ke rumah pondok itu.“Vana, kau sibuk?” Heda datang menghampiri.Apa yang terjadi di hotel itu hanya diketahui beberapa orang saja. Fandra membungkam wartawan yang Asheila bawa itu, dan Asheila sendiri sudah pergi lagi. Dua bodyguard yang ditugaskan Fandra pun tidak akan membicarakan masalah itu, hanya Heda dan Gavian yang mengetahuinya lagi, serta Arzal. Yang lain, terutama keluarga Alatas tidak ada yang tahu.“Tidak. Kenapa?” tanya Vana sambil berbalik meng

  • Calon Istri Tuan Muda   106. Tidak Ada Lagi Kesempatan

    Vana tampak kelehan, dan berbaring di ranjang yang berantakan.Entah berapa tempat yang mereka jamah, dan memberantakannya bahkan kamar mandi pun tak luput dari mereka.“Kau akan kesakitan saat bangunan nanti.”Vana merespon pelan.“Aku tahu. Tapi, aku tidak bisa … kenapa kau di sini?” tanya Vana lemah.“Aku tidak mungkin meninggalkanmu dengan masalah besar, bukan?”“Ya. Namun, bagaimana kau?” Vana tampak tak berdaya, dia lemah sekarang setelah energinya terkuras habis untuk bergelut dengan pria itu.“Kau akan tahu saat sadar sepenuhnya. Jadi sekarang, tidurlah. Kau pasti lelah,” katanya sambil mengusap kepala Vana dan mendaratkan kecupan di dahi gadis itu.“Kau akan pergi bukan?”“Ya, setelah ini,” jawabnya.“Cepatlah kembali. Aku akan menunggu.”“Tentu. Istirahatlah di sini. Sahabatmu akan menjemput besok. Ibu akan menjagamu sampai aku kembali. Jangan pernah keluar lagi dengan pria lain.”Vana mengangguk. Kedua matanya tampak berat untuk terbuka tapi dia masih mengenali suara itu.“

  • Calon Istri Tuan Muda   105. Yang Direncanakan

    “Fandra?” Vana memanggil sambil mencari pria itu.Fandra muncul tak lama kemudian.“Ya?” Fandra menyahut. “Ada apa?”“Tidak. Aku pikir kau ke mana. Bukannya kau ingin mengatakan sesuatu padaku, apa itu?” tanya Vana kemudian sambil menatap pria itu yang justru menghindar.“Kau mau melihat sekitar?” tanya Fandra, mengalihkan.“Nanti,” jawab Vana sadar kalau Fandra menghindarinya. “Katakanlah, selagi aku bisa mendengarkannya dengan baik,” kata gadis itu mendesak Fandra.Meskipun ragu, pria itu akhirnya menatap Vana.“Aku akan pergi dinas,” ungkap Fandra akhirnya.Vana tak merespon, membiarkan Fandra kembali menyampaikan sisanya.“Ke Jepang, selama dua minggu,” lanjutnya dan masih menatap Vana, mengawasi ekspresi gadis itu.“Itu saja?” tanya Vana tampak tenang.Kedua alis Fandra terangkat, sedikit heran dengan tanggapan yang gadis itu berikan. Fandra berpikir Vana mungkin akan marah, sedih, atau hal lainnya lagi. Namun ternyata, gadis itu cukup tenang untuk merespon.“Ya,” jawab Fandra si

  • Calon Istri Tuan Muda   104. Rumah Pondok Itu

    Setelah hari pertunangan itu Asheila menemui Arzal di tempat pria itu sering berada. Asheila mencari tahu lebih dulu tentang pria itu sebelumnya, dan kini duduk anggun di salah satu kursi café milik Arzal.Dengan senyum puas menghiasi bibir, dan rencana yang telah disusun. Asheila yakin semua akan berhasil sesuai dengan prediksinya bila bekerjasama dengan Arzal. Ashelia pikir bisa mengendalikan pria itu, dan membawa ke sisinya lalu menggunakannya untuk merebut Vana dari Fandra, maka dengan begitu Fandra akan kembali padanya.“Maaf membuatmu menunggu,” suara Arzal membuat Asheila menolehkan kepala.“Tidak apa-apa. Aku sudah menunggumu, duduklah,” ujar Asheila.Sesaat Arzal diam, firasatnya tak enak, menatap wanita di depannya beberapa saat. Tentu saja, Arzal sedikit mengenali Asheila yang ditemuinya di acara Vana dan Fandra tapi Arzal tidak tahu hubungan antara wanita itu dan Fandra.Masih tetap membentuk senyuman di bibir, Asleila menunggu respon dari Arzal dengan perasaan tak sabar.

  • Calon Istri Tuan Muda   103. Resmi Menjadi Sepasang Kekasih

    Setelah serangkaian sambutan, mereka akhirnya bertukar cincin. Fandra memasangkannya di jari manis Vana, memperhatikannya beberapa saat. Gema tepuk tangan memenuhi ruangan. Giliran Vana memasangkan cincinnya di jari manis tangan kiri Fandra. Para hadirin bersorak, menyampaikan bahagianya dan mengucapkan selamat atas pertunangan itu, mereka kini resmi menjadi sepasang kekasih yang membuat iri banyak pihak.Vana memeluk ibunya begitu sesi tukar cincin berakhir dan para tamu undangan bergantian memberinya selamat. Fandra ditarik menjauh oleh Arvan dan bergabung dengan Gavian sedangkan Vana bersama keluarganya, ibu serta nenek mengelilinginya. Ada nenek dan kakek Gavian juga di sana menyampaikan bahagia dan harunya pada Vana serta mendoakannya yang terbaik.“Aku senang akhirnya kamu menjadi bagian dari keluarga ini dan membuat Xu Mei tenang,” kata nenek Gavian sembari mengusap lengan Vana.“Terima kasih atas hadirnya, Nenek, dan mendoakan yang terbaik untukku. Semoga doa baik kembali pada

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status