Selesai solat berjamaah dengan sang istri muda, Akbar kembali masuk ke kamar utama, tempat Bu Nova istri tuanya berada."Mama sudah selesai solat ?" tanya Akbar begitu melihat istrinya yang masih tiduran diranjang dan tidak menjawab sedikitpun pertanyaannya.Kemudian Akbar duduk ditepi ranjang, disamping istrinya itu." Ma...memang sulit dan sakit bagi mama untuk menerima Puteri, tapi bagaimanapun bencinya mama dengannya, itu tidak akan merubah statusnya lagi." nasehatnya."Apa papa akan terus mempertahankan dia sebagai maduku ?" tanya Nova. Kini diapun ikut duduk disisi suaminya."Papa tidak akan menceraikan kalian berdua. Kalian adalah jiwa dan raga papa. Mama adalah raganya papa selama ini." jawab Akbar.Pria dewasa yang semakin berkharismatik diusianya yang tidak muda lagi itu, menghela nafas berat."Bukan mau papa untuk menyakiti mama, dan bukan mau papa untuk melepaskan tanggung jawab papa pada Puteri. Tolong tetaplah berdiri disebelah kanan papa." ucap Akbar penuh kelembutan.
" Mas !" ucap Puteri spontan. Dan langsung berdiri, sambil menoleh kearah sang suami yang sedang membungkuk, berbisik dan mencium telinganya.Dengan sigap pak Akbar meraih pinggang Puteri yang tiba-tiba berdiri dihadapannya yang menubruk dada bidangnya." Mas ..." ujar Puteri dengan lirih.Tanpa ragu, Akbar melumat bibir Puteri yang masih mengunyah nasi gorengnya.Puteri sangat terkejut dengan perlakuan Akbar." Mas... Jorok, aahh...! ucapnya setelah berhasil melepaskan lumatan suaminya.Biasanya Puteri hanya diam tanpa melawan, tapi kali ini, Puteri tanpa ragu protes.Akbar yang menyaksikan reaksi istri mudanya, bukannya marah, dia malah tersenyum senang, dan tetap mengeratkan pelukan tangannya dipinggang Puteri."Mau kemana ?" tanya Akbar, menyudahi godaannya."Aku mau izin pergi kekost an ku mas," jawabnya lirih, setelah menelan sisa nasi goreng yang masih ada dimulutnya." Kapan ?" tanya Akbar yang melepaskan pelukannya dan langsung duduk dikursi yang ditempati Puteri tadi, memaka
Selesai dengan tugas operasinya, Akbar segera bersiap- siap untuk pergi keperusahaan yang selama hampir tiga tahun sudah dikelola sang anak tunggal. Perusahaan yang bergerak dibidang proyek bangunan jangka panjang ini adalah perusahaan peninggalan almarhum ayahnya pak Akbar.Sebagai seorang anak pak Akbar tetap mengambil alih perusahaan papanya, tanpa meninggalkan cita- citanya ingin menjadi seorang dokter ahli syaraf.Dengan kecerdasan dan kemampuan yang diberikan Allah, seorang Akbar mampu memegang perusahaan dan sekaligus menjabat sebagai dosen dan dokter senior yang terkenal dengan kepintarannya.Karena tuntutan pekerjaan yang banyak menyita waktu dan fikirannya, pak Akbar memerlukan seorang pendamping yang bisa menjadi teman, penghibur dan dapat melayaninya dengan baik.Untuk itu dengan pemahaman agama yang baik, seorang Akbar memutuskan untuk nikah muda, pada waktu dulu.Gelora jiwa muda dan nafsu yang dia akui besar dalam dirinya, membuat dia tidak mau sembarangan untuk melamp
" Mas...aku suka rumahnya," ucap Puteri saat mereka sedang berada didapur, dapur terbuka yang menyatu dengan taman kecil, tidak ada sekat antara dapur dan taman tersebut, sehingga membuat suasana dapur begitu asri.Teras samping rumah sebelah kiri telah disulap menjadi ruang santai, menyatu dengan kolam ikan hias kecil, yang mengeluarkan suara percikan dan pancuran air kecil. Ditambah akuarium besar seperti melihat dasar pemandangan laut yang ada didalam kaca.Ruang tidur yang hanya memiliki empat kamar saja, dan satu diantaranya adalah kamar khusus pelayan.Dalam dua hari semua telah sempurna dilakukan oleh orang suruhan Akbar.Sementara ruang makan, menyatu dengan dapur terbuka namun ada pembatas dinding kaca transparan. Satu kamar utama yang bersebelahan dengan ruang tamu, dua kamar yang lain ada di deretan ruang santai, sedangkan satu kamar lagi da didekat dapur.Teras samping yang sebelah kanan yang memiliki halaman sedikit luas, telah disulap menjadi taman buah cangkokan yang d
Hampir jam sembilan malam pak Akbar dan Puteri sampai dirumah utama, berjalan tetap beriringan, Puteri berusaha melepaskan tautan jemari Akbar dijemari- jemarinya. Namun Akbar tidak memberi kesempatan untuk melepaskannya."Ayo...mas antar !" tawar Akbar." Enggak usah mas, aku bisa sendiri, mas masuk saja kekamarnya sana." jawab Puteri."Kamarmu juga kamarnya mas, Ruhi..." ucap Akbar, yang terus menggandeng tangan istri mudanya, keduanya terus menaiki anak tangga menuju kamar Puteri.Sedikitpun mereka tidak menyadari bahwa ada sepasang mata yang sudah banjir dengan air mata, menyaksikan kemesraan Akbar untuk Puteri.Sungguh jelas dipandangan Bu Nova kalau suaminya kini telah memiliki rasa pada Puteri.Penyesalan terus menggerogoti hatinya yang terasa sesak.Setelah melihat drama pasangan beda usia itu tidak nampak lagi, Nova segera melangkah masuk kedalam kamar utama, kamar yang banyak menyimpan kenangan indah antara dia dan suaminya."Mas pergilah, lihat Bu Nova sana, sudah seharian
Pukul setengah tujuh pagi, pak Akbar menyelesaikan sarapan pagi bersama Bu Nova."Papa berangkat dulu ya ma." ucapnya, setelah menghabiskan minuman ginsengnya."Papa akan pamit dulu dengan Puteri," tanpa menunggu jawaban sang istri, Akbar melangkahkan kakinya menaiki anak tangga menuju lantai dua.Seperti biasa Akbar membuka pintu dengan memakai kunci cadangan. "Assalamualaikum " ucapnya lirih." Kok gelap." fikirnya."Gorden masih tertutup rapat, tumben lampu mati." Bathinnya.Akbar lalu menghidupkan saklar lampu yang ada disamping pintu kamar mandi." Masih tidur ?" Gumannya." Ruhi...!" Panggilnya lembut, saat dia melihat sang istri masih tidur dengan cara menungging dibalik selimut memegangi perutnya.Perlahan, Akbar duduk ditepi ranjang memegang dahi sang istri yang berkeringat. " Enggak panas " bathinnya."Huuuuh..." suara lenguhan kecil terdengar keluar dari bibir indah Puteri.Puteri memutar posisi wajahnya membelakangi sang suami. Akbar mengernyit heran, semalam baik-baik sa
"Puteri sakit ma.." jawab Akbar jujur."Tadi papa masakkan sup untuk Puteri." sambungnya lagi."Ngapain juga papa yang masak, papa bisa bilang sama mama kalau hanya untuk masak sup, banyak pelayan dirumah ini. Untuk apa papa capek- capek urus dapur." ucap Nova, dengan suara naik satu oktaf.Kecemburuan kadang membuatnya lupa untuk tetap menghormati suami surganya.Akbar seketika berhenti mendengar ucapan Nova yang sudah seperti petir, baginya."Memangnya boleh pakai pembantu dirumah ini untuk membantu keperluannya ?" jawab Akbar dengan tenang dan masih dengan suara lembut.Namun tidak dengan wajahnya, wajah itu sudah datar dan menakutkan.Nova terbengong, darimana suaminya tahu tentang batasan yang diberikannya pada Puteri. ucapnya dalam hati. Pasti perempuan itu yang sudah mengadu. Bathinnya.Awas kamu nanti. Ancamnya dalam hati.Akbar langsung melangkah keluar, waktunya untuk pergi kekantor sudah sangat lambat, dia segera masuk kedalam mobil, dengan wajah yang masih datar. Hasan sa
Seperti janjinya pada sang istri, sekitar jam dua Akbar menjemput Puteri untuk pindah rumah.Begitu mobil yang ditumpanginya, berhenti didepan kediamannya, Akbar langsung keluar dari mobil dan langsung melangkahkan kakinya menuju lantai dua."Assalamualaikum" ucapnya setelah pintu kamar dia buka."Waalaikumsalam" jawab Puteri lembut, yang sedang duduk diatas sofa."Sudah siap?" tanya Akbar pada Ruhi nya."Mas..sudah makan ?" bukannya menjawab, Puteri malah bertanya balik."Belum" jawab Akbar jujur. Hari ini hati dan fikiran Akbar sangat letih, tidak ada sedikitpun dia merasakan lapar."Aku tadi masak mas. Mas makan terlebih dahulu ya ?" pinta Puteri.Akbar ingin menolak karena tidak berselera, namun langkah kakinya mengikuti Puteri yang pergi kedapur.Dengan cekatan Puteri melayani Akbar. Akbar yang dilayani bak seperti raja, nasi diambilkan, sayur dan lauknya disendokkan, minum dituangkan, semangatnya muncul kembali, dia makan dengan lahap. Padahal Puteri hanya masak goreng ayam kala