Share

Calon Mertuaku Menjadi Maduku
Calon Mertuaku Menjadi Maduku
Author: Mayamaharani3f

Bab 1 Pengantin pengganti

"Saya terima nikah dan kawinnya Adriani Puteri binti Muhammad Yusuf dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai." ucap pak Akbar Firdaus dengan suara lantang dan tegas.

Sah..

Sah..

Ucap para saksi.

Tak jauh dari acara ijab kabul, Ibu Nova Kumala istri dari pak Akbar menatap sedih dan dendam campur aduk. Menangis lirih sambil berguman "semua ini gara- gara kamu Rizal, kamu mengorbankan mama". Bu Nova terus meratapi nasibnya yang sudah Bermadu.

Setelah ijab kabul, pengantin perempuan dibawa kehadapan suaminya yaitu pak Akbar.

"Pak," panggil puteri kepada pak Akbar yang kini telah sah menjadi suaminya.

"Saya bukan atasan kamu lagi, saya suami kamu. Mulai sekarang panggil saya mas," pak Akbar berkata dan memberikan tangan kanannya untuk dicium oleh puteri.

Lalu keduanya duduk berdampingan untuk doa bersama. Tanpa disadari puteri, pak Akbar menarik tangan puteri dan menggenggam jemarinya erat, setelah acara doa selesai.

"Pak...ehh mas..eehh? Ini, lepas ?" Puteri memelas dengan rasa takut.

Jujur, Puteri sangat takut dan segan dengan pak Akbar yang sejatinya dia adalah bos besar dirumah sakit tempat dia bekerja, walaupun sebulan yang lalu dia sudah bertunangan dengan Rizal Afandi, anak dari bapak Akbar Firdaus .

"Kamu harus membiasakan diri dengan saya, saya suamimu. Hilangkan perasaan takut dan hormat sebagai atasan." tutur pak Akbar pelan sambil tersenyum tipis.

Sebenarnya hati pak Akbar, gamang antara sedih, kasihan, terhadap istri pertamanya. Yaitu cinta pertamanya.

Perasaan geram dan marah kepada sang putera yang sudah lari dihari pernikahan, dan semua itu karena campur tangan sang mama.

"Kalau tidak mau menikah, kenapa tidak dibatalkan saja. Kenapa harus lari, kayak dipaksa saja."

Dalam hati pak Akbar terus merutuk kelakuan puteranya. " Jangan harap kamu akan merasakan uang dan harta papa lagi, dasar anak tidak tau malu." ucap pak Akbar lagi didalam hati.

Sementara puteri yang memang sudah tidak mau lagi untuk duduk dipelaminan, setelah acara ijab kabul selesai, Puteri langsung masuk kedalam kamar pengantin, dan mengurung diri.

"Selamat ya, kamu sudah menikah dengan suamiku, selamat jadi orang kaya. Tapi jangan harap kamu akan mendapatkan harta suamiku, pernikahan Kalian terjadi karena suamiku kasian dengan keluargamu !" ucap Bu Nova ketus, istri pertama dari suaminya.

Puteri hanya diam, memandang datar Bu nova, calon mertua yang selama ini memang tidak suka dengannya. Yang sekarang bertukar status menjadi madunya.

"Suamiku nanti akan menceraikanmu setelah satu bulan bulan pernikahan. Jadi jangan harap kamu jadi penggantiku, cintanya hanya untukku." tutur Bu Nova lagi.

Keduanya tiba- tiba menatap kearah pintu kamar yang terbuka perlahan.

"Mama ngapain disini..!" ujar pak Akbar yang muncul dari balik pintu.

Menatap sinis dengan mata bengkak yang baru menangis lama Bu Nova berkata, "ku harap papa mengerti perasaan mama, segera ceraikan perempuan ini dan aku gak izin kalau papa menyentuhnya..!" sambil menangis, Bu Nova langsung berlari keluar kamar, meninggalkan sepasang pengantin baru beda usia tersebut.

Setelah Bu Nova pergi dari kamar itu, pak Akbar menutup pintu dan menguncinya dari dalam. Puteri yang mengetahui itu langsung berdiri tegak.

"Pak..!" guman Puteri.

"Kamu belum mengganti panggilan untuk saya ? Sebulan menjadi tunangan anak saya kamu tetap kaku denganku dan sekarang kamu semakin takut." Tutur pak Akbar, yang kini telah duduk diatas tempat tidur pengantin.

"Kemarilah," panggil pak Akbar.

Puteri yang dipanggil, hanya bengong. Sebenarnya Puteri seperti orang linglung setelah kejadian ini. Jangankan untuk menangis, untuk berfikir saja, otak Puteri seakan sudah error.

"Kemarilah?" Panggil pak Akbar sekali lagi.

"Iya..!" Jawab puteri, menuruti ucapan bos besar yang sekarang telah menjadi suaminya, bukan menjadi bapak mertua seperti yang mereka rencanakan selama ini.

Kini keduanya telah duduk berdua berdampingan.

"Saya tahu kamu pasti shock dengan kejadian ini, maafkan kelakuan Rizal." ucap pak Akbar dengan gerakan reflex meraih jemari puteri.

Puteri yang tidak menyadari itu, terkejut dan dengan gerakan reflex juga dia akan berdiri. Tapi bukannya berdiri, Puteri malah jatuh terduduk tepat di paha pak Akbar.

"Kita telah sah Puteri, saya tau beda usia kita sangat jauh. Dan saya tahu kamu tidak ingin jadi yang kedua kan?"

"Jadi kapan bapak menceraikan saya,?" tanya Puteri, kini wajahnya hanya berjarak sekitar tiga puluh sentimeter dari pak Akbar.

"Saya tidak akan menjandakan kamu," tutur pak Akbar. Dan tiba tiba tanpa diduga, dia mencium dahi puteri dengan lembut.

Puteri yang tidak sempat mengelak, hanya melotot.

"Bu Nova nanti akan mengamuk pak?" Jelas Puteri, sambil menggeser duduknya.

Pak Akbar diam dan tersenyum lembut ketika puteri duduk memberi jarak padanya.

"Tentang Nova, saya yang akan urus, saya tau apa yang akan saya lakukan pada istri saya?" ucap pak Akbar, matanya intens menatap sang istri mudanya.

Puteri hanya diam menunduk.

Ada rasa getir dihatinya, mendengar pak Akbar menyebutkan kata istri. Padahal semua orang memang tahu kedudukan Bu Nova dimata pak Akbar, sangatlah istimewa. Bu Nova adalah cintanya pak Akbar .

Kisah kasih pak Akbar dan Bu Nova sangatlah romantis. Perlakuan pak Akbar yang sangat lembut dan memanjakan Bu Nova, kadang membuat orang yang melihat iri.

"Cantik," batin pak Akbar.

"Saya tidak mau mendengar kamu memanggilku dengan sebutan pak, Kamu sudah makan ?" Tanya pak Akbar.

Puteri hanya menggeleng.

Pak Akbar segera menghubungi pelayan untuk mengantarkan makan siang yang telah lewat, melalui sambungan telepon dikamar pengantin mereka.

"Ayo kita makan," ajak pak Akbar setelah pelayan mengantar makanan kedalam kamar.

Puteri menurut dan kini keduanya duduk di sofa yang tidak jauh dari tempat tidur.

"Sepiring berdua," ucap pak Akbar.

Puteri yang akan mengisi nasi kedalam piring kosongnya, menatap pak Akbar tanda tidak mengerti.

"Kita makan sepiring berdua, dan kalau kita makan berdua saya tidak mau melihat ada piring lebih dari satu diatas meja, dimanapun berada harus sepiring berdua. Ini adalah wajib, kamu paham ?" tanya pak Akbar.

Puteri hanya diam, dan perlahan dia meletakkan piring kosong yang telah dipegangnya. Lalu menggeser duduknya untuk dekat dengan suaminya.

Pak Akbar yang merasa Puteri masih berjarak dengannya, segera merapatkan duduknya dengan Puteri dan mengambil alih piring yang sudah dia isi dengan nasi dan lauk.

"Makanlah,! ajak pak Akbar sambil menyuapkan nasi kemulutnya. Puteri yang melihat itu hanya menelan ludah. Dan mengikuti pak Akbar untuk menyuapkan nasi kemulutnya juga dengan menggunakan sendok yang sama.

"Mulai saat ini, saya mau seperti ini kalau kita makan berdua ? Kamu mengerti istriku,"

"Iya" Jawab puteri.

Menikah dengan pak Akbar sudah membuat hati dan perasaannya down. Jadi tidak ada gunanya untuk berdebat.

"Kamu pasti menyesal rizal, Papa yakin itu. Wajahnya alisnya, hidungnya, bibirnya begitu sempurna. Dia begitu cantik, penurut, Soleha.

Kamu rugi Rizal, tidak menuruti ucapan papa."

Pak Akbar terus berkata di dalam hati, sambil memandangi puteri dalam diam.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status