Bab 13Ani masih tertegun mendengar pertanyaan dari Bapak Mertuanya. Dalam hatinya masih bimbang apakah dia mampu menjalankan amanah yang diberikan keluarga Andi? sedangkan dari latar belakang pendidikannya saja hanya tamatan SMA bukan seperti Kakaknya yang Sarjana. "De. Bagaimana kamu mau terima tawaran dari Bapak kalau kamu ikut membantu di perusahaan Mas sebagai Manager Marketing?" ucap Andi yang membangunkan lamunan Ani. "Eh iya Mas mau. Tapi aku gak punya pengalaman di bidang Marketing apalagi tiba-tiba langsung jadi Manager Marketing apa itu tidak berlebihan?" jawab Ani yang belum yakin dengan dirinya sendiri. "Tenang saja sayang. Nanti Mas yang akan ajari kamu langsung," ujar Andi menenangkan istrinya. Ani sedikit lebih tenang mendengar jawaban dari suaminya. "Oya Andi, Ani kalian berdua gak bulan madu? buruan gih jangan ditunda! Ibu pengen segera nimang cucu. Kalian kan tau sendiri kalau Ibu kesepian dirumah. Bapakmu sering keluar kota, Ibu sering ditinggal dirumah. Janga
Bab 14Pov Ana[Ibu. Ana pengen pulang kerumah Bu, aku udah gak tahan dengan kelakuan Mas Rendi dan Mamahnya] terangku di dalam telepon. [Kurang ajar sekali Rendi dan Mamahnya memperlakukanmu Seenaknya. Pokoknya kamu harus tetap disitu sampai kamu mendapatkan kembali uangnya!] pinta Ibu. [Tapi Bu. Mereka sangat licik][Ya kamu ambil secara diam-diam. Pakai akal dong Ana! pokoknya Ibu gak mau tau kamu dan Rendi harus bisa menepati janji mengembalikan uang biaya pernikahan kalian. Ibu sudah ditagih sama pihak Bank untuk angsuran pertama yang sudah telat beberapa hari. Jangan sampai kita kehilangan rumah satu-satunya peninggalan Bapakmu gara-gara disita sama Bank karena kita gak bisa setor angsuran pinjaman] ungkap Ibu sambil marah-marah yang seketika langsung mematikan sambungan teleponnya dengan kasar. Seumur hidup baru kali ini Ibu marah padaku. Sebelumnya tidak pernah sekalipun Ibu memarahiku kecuali pada Ani. Bagaimanapun juga aku harus menyusun rencana lagi untuk mendapatkan uan
Bab 15Pov AniAku dan Mas Andi yang bersiap untuk tidur, mematikan saklar lampu kamar. Hanya tersisa lampu tidur diatas meja yang masih menyala remang-remang. Kali ini kami tidur lebih awal dari biasanya karena besok aku sudah mulai membantu Mas Andi bekerja diperusahaannya.Baru saja mataku terpejam menikmati ketenangan dalam tidur seketika terbangun gara-gara ponselku berdering."Siapa sih De malam-malam menelepon? mengganggu tidur kita saja," ucap Mas Andi kesal."Gak tau Mas," aku segera bangun dan mengambil ponselku agar tidak berbunyi terus.q"Dari Ibu Mas. Mau diangkat atau tidak?" tanyaku meminta ijin pada Mas Andi karena Mas Andi akhirnya tau bagaimana sikap Ibu terhadapku selama ini."Diangkat saja De gak papa, coba kamu loudspeaker!" perintahnya.[Hallo Assalamuallaikum,] sapaku.[Wallaikumsalam,] jawab Ibu.[Ada apa Bu malam-malam begini telepon Ani?] tanyaku.[Hmm gini Ani. Ibu mau meminta bantuanmu, bisa pinjamkan Ibu uang 100 juta?] ungkapnya yang sontak mengagetkanku
Bab 16Pov AuthorSoimah kebingungan hari-harinya tidak tenang karena terus saja memikirkan bagaimana cara melunasi hutangnya. Sedangkan Ana tidak bertanggung jawab sama sekali, ia bahkan tidak mau menyisihkan sebagian gajinya untuk menyicil hutangnya di Bank. Tiba-tiba dia ingat sesuatu kalau masih ada yang bisa diandalkan yaitu sertifikat tanah satu-satunya yang almarhum suaminya berikan untuk Ani. Dia kemudian bergegas untuk pergi kerumah Ratna menanyakan keberadaan sertifikat tanah yang almarhum suaminya titipkan. Sesampainya dirumah Ratna terlihat pintu rumah tertutup rapat, Soimah yang kala itu sedang cemas menggedor-gedor pintu rumah Ratna dengan kerasnya. "Ada apa mba kemari?" tanya Ratna yang sedikit kesal dengan sikap Soimah yang kurang sopan saat berkunjung kerumahnya. "Aku mau ambil sertifikat tanah yang almarhum Bang Deni titipkan padamu Rat untuk melunasi hutangku di Bank," ungkap Soimah. "Sertifikat itu sudah aku berikan pada Ani, karena itu sudah menjadi hak dia j
Bab 17Pov Author"Ibu, Kak Ana. Dari mana kalian tau alamat rumah kami?" tanya Ani kebingungan."Itu gak penting. Kalian sengaja menyembunyikan alamat rumah kalian dari aku dan Ibu ya kan?" ucap Ana. "Maaf Ani, Andi. Kalau kami lancang masuk kerumah kalian disaat kalian sedang bekerja," ungkap Soimah. "Bu. Kenapa harus minta maaf sih?" Ana seketika menyenggol lengan Ibunya. "Maksud Ibu dan Kak Ana apa datang kemari?" tanya Andi yang sedari tadi diam memperhatikan mereka. "Kami diusir dari rumah. Makanya kami mau numpang tinggal disini, rumah kalian kan besar pasti boleh dong kami tinggal disini?" terang Ana yang tak tau malu. "Ana diam! biarkan Ibu yang bicara," bentak Soimah pada Ana. Ana seketika langsung terdiam dan memonyongkan bibirnya yang sudah lebih dulu maju. "Andi, Ani. Maaf sebelumnya Ibu mau meminta tolong. Kalian pasti tau kan kalau kita diusir dari rumah sendiri karena tidak bisa membayar angsuran pinjaman di Bank. Maksud Ibu datang kemari mau meminta tolong pada
Bab 18Pov Author"Pak. Apa Mas Andi sebelum menikah pernah seperti ini mengeluh pusing dan ngantuk berat saat pagi?" tanya Ani pada Pak Supri saat dalam perjalanan menuju ke kantor. "Tidak pernah Bu. Pak Andi orangnya gesit, apalagi kalau pagi dia semangat sekali untuk pergi ke kantor," jawab Pak Supri.Jawaban Pak Supri membuat Ani semakin khawatir, dia tidak tenang memikirkan keadaan Andi dirumah saat ini. Sebenarnya bukan hanya keadaan Andi melainkan karena dirumah ada Kakak beserta Ibunya. Ani belum sepenuhnya percaya kepada mereka. Sesampainya di kantor sebelum meeting dimulai Ani meminta maaf terlebih dahulu kepada seluruh staff karyawan dan vendor karena ketidakhadiran suaminya yang tiba-tiba kondisi kesehatannya mendadak tidak baik. Hingga dia diminta untuk memimpin jalannya rapat dibantu oleh Dini sekertaris Andi. Dia yang baru pertama kali menjalankan tugas ini untuk menggantikan suaminya merasa canggung dan grogi selama presentasi didepan vendor dan karyawan yang lain, t
Bab 19"Sedang apa kalian berdua didalam kamar?" umpat Ani yang syok melihat keberadaan suami dan saudara kembarnya bersama didalam kamar dengan posisi duduk di atas ranjang berhadapan hanya berjarak kurang lebih satu jengkal tangan. "De ini bukan seperti apa yang kamu lihat," ucap Andi menegaskan. Andi bergegas turun dari ranjang menyingkirkan tangan Ana yang hendak menyentuh wajah tampannya, lalu dia berlari kearah Ani berharap istrinya tidak akan salah paham dengan apa yang baru saja dilihatnya. Sayangnya Ani sudah terlanjur termakan ucapan Rendi pagi tadi saat di kantor, ditambah lagi apa yang dilihatnya sekarang membuatnya semakin berpikiran yang tidak-tidak. Netra Ani mulai mengeluarkan butiran bening yang sesekali ia tahan agar tidak menetes ke pipi, dadanya sesak seakan sulit untuk bernafas . Ini kali pertama dia merasakan sakit hati yang teramat dalam bagai ada luka yang menghujam jantungnya. Luka yang tidak bisa diobati dengan hanya permintaan maaf. Ani sangat kecewa deng
Bab 20Pov Author"Mas. Aku keluar dulu menemui Ibu," ujar Ani. Dia seketika menghentikan aktifitas sarapan paginya yang sudah tidak ada lagi rasa nikmat dari masakan yang ia makan begitu mendengar kedatangan Ibunya. Dengan langkah kaki sedikit berat, Ani tetap memaksa untuk bertemu Ibunya yang sedari tadi menunggu diruang tamu. Karena bagaimanapun Soimah Ibu yang telah mengandung dan melahirkannya, jika tidak ada beliau dia tidak akan merasakan pahitnya kehidupan masa lalunya hingga berujung kebahagiaan. Jadi tidak ada alasan bagi Ani untuk menjauhi Soimah meskipun Ani menyadari perbuatan Ibunya selama ini jahat terhadapnya. Terlihat dari kejauhan Soimah duduk di sofa sendirian tanpa didampingi anak kesayangannya, terpancar dari raut wajahnya yang sudah mulai keriput dia terlihat cemas seperti ada sesuatu yang sedang membebaninya. " Ada apa Bu?" tanya Ani. Dia memposisikan badannya duduk bersebelahan dengan Ibunya. "Ibu mau meminta tolong ni! bantu Ibu mencari Kakakmu dia sudah ha