Home / Romansa / Candu Cinta Dokter Muda / 9. Bukan Kesalahan Siapapun

Share

9. Bukan Kesalahan Siapapun

Author: Sayap Ikarus
last update Last Updated: 2025-03-25 13:46:23

"Kamu nggak dateng di dua kali jadwal kontrol yang kukasih," gumam Rai seraya membuka kemasan kasa waterproof di tangannya. "Kamu ganti sendiri kassa-nya?" tanyanya fokus pada luka bekas operasi di perut bagian bawah Gendhis itu.

Gendhis tak langsung menjawab, sejenak pikirannya melayang jauh, ia seperti ditampar kuat oleh sikap Rai yang di luar ekspektasinya. Rai yang ia pikir akan dengan mudah menidurinya justru memperlakukannya seperti perempuan baik-baik lainnya.

"Seharusnya kamu juga harus di USG, biar bisa kucek ada perdarahan nggak di dalam. Tapi aku terbatas bawa alat, cuma buat ganti kassa aja yang bisa kulakuin di sini. Kamu nggak dateng kontrol ke poliku, tapi juga nggak bikin jadwal sama dokter Obgyn lain, kondisimu bisa aja fatal tanpa pengawasan, Ndhis," omel Rai.

Gendhis yang mendengar omelan Rai bukannya takut tapi justru tersenyum. Hatinya terasa damai, afirmasi positif dari kalimat Rai membuatnya merasa berharga dan dianggap ada. Kenangan lama mereka tiba-tiba datang menyeruak memenuhi kepala, Rai yang dulu melindunginya.

"Dua minggu ke depan, kamu masih dalam pengawasanku!" tegas Rai setelah selesai mengganti kassa milik Gendhis.

"Jadi tujuan kamu bikin jadwal sama aku dan urus reservasi sama Mami adalah ini?" tanya Gendhis takjub.

"Home service," kata Rai dingin, seperti biasa. "Kamu tanggung jawabku, kalau terjadi apa-apa sama kamu pasca operasi, aku yang bakal kena," terangnya bermuatan gengsi.

Gendhis manggut-manggut. Tiba-tiba saja, ia merasa malu saat harus setengah telanjang begini di depan Rai. Namun, belum sempat ia bergerak membenahi pakaiannya, jemari Rai sudah bergerak melakukannya lebih dulu.

"Aku sebenernya berhak nolak klien, sebesar apapun bayaran yang dia transfer ke Mami," ujar Gendhis.

"Kenapa nggak ditolak?"

"Aku udah nggak kerja cukup lama. Udah banyak bookingan yang kutolak karena kehamilanku."

"Terima lagi aja lebih banyak, biar lebih cepet matinya," ujar Rai sarkas, terdengar tak berperasaan.

Senyum getir Gendhis terbit, "Kamu nggak tau dan nggak ngerasain ada di posisiku, Rai," tandasnya.

"Jadi pelacur?"

"Iya," desis Gendhis lemah. Ia tahu akan sia-sia membuat Rai memahami situasinya hingga ia berakhir di rumah bordil seperti ini.

"Apa karena waktu itu?" tanya Rai memberanikan diri, menahan gemuruh di dada karena rasa bersalah yang meluap-luap itu.

Kali ini Gendhis menggeleng, ia tidak mau membawa orang lain sebagai pesalahan dalam takdir yang ia pilih sendiri untuk dijalani. Ia bisa saja menyalahkan Rai atas segala kesakitannya, tapi bukan, Rai bukan penyebab itu semua. Gendhis sudah menderita sejak sebelum mengenal Rai, dan ia menjalani hidupnya yang sekarang murni karena keputusannya, bukan karena Rai.

"Aku selalu penasaran ke mana kamu pergi dan ngilang setelah malam itu," sebut Gendhis tersendat, hampir menitikkan air mata tapi ia segera berpaling. "Tapi aku nggak pernah nyalahin kamu atas apa yang terjadi malam itu, Rai," ujarnya.

"Kamu punya kapasitas buat nyalahin aku, Ndhis. Yang bikin aku sangat marah sama diriku sendiri adalah kedatangan kamu yang tiba-tiba di IGD malam itu di mana aku nggak punya kesempatan buat kabur lagi. Aku dihadapkan pada pilihan sulit. Setelah selesai operasimu, pikiran gila ini nggak pernah ilang dari kepalaku. Perempuan yang kutidurin dan kuambil perawannya harus berakhir di rumah bordil, tau nggak kamu gimana hampir meledaknya dadaku waktu itu?"

Sepi. Gendhis hanya membasahi bibirnya tanpa memberi jawaban. Ia tidak mau tampak lemah lagi di depan Rai. Tak mau lagi Rai merasa iba dan kasihan padanya seperti dulu, saat usia mereka masih belia.

"Jadi pelacur adalah jalan yang kupilih secara sadar dan nggak ada hubungannya sama malam itu, kamu nggak perlu ngerasa bersalah," ucap Gendhis setelah menghela napas panjang, tak memberi Rai kesempatan untuk menanggung kesalahan.

###

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Candu Cinta Dokter Muda   236. Selama Ada Aku

    Kemampuan bermain pedang seorang Rai memang sudah tidak diragukan lagi. Lemparannya ke arah Gendhis mengenai sasaran, tali yang menjulur mengikat leher Gendhis terpotong, membuat sang Ane-san seketika ambruk. Adegan mengejutkan dan terjadi sangat cepat itu memecah fokus Mario. Saat itulah Rai berlari, menyerang Mario dengan tangan kosong. "Lo bilang mau ke neraka? Gue kabulin permohonan lo lebih cepat!" sergah Rai sambil melayangkan pukulan bertubi-tubi ke wajah Mario. Tanpa persiapan dan kondisi tubuh yang sudah tidak sekuat sebelumnya, Mario tumbang di tangan Rai. Ia terhuyung jatuh, tak memberikan perlawanan sedikit pun. Kakinya yang sudah pincang karena cacat permanen akibat serangan Rai tak lagi mampu menopang berat tubuhnya. Saat itulah Rai memiliki waktu untuk mengambil pedangnya, menghunusnya tepat di depan hidung mancung Mario. "Gimana kalau gue congkel satu per satu mata lo biar lo bisa ngerasain sakit yang Gendhis rasain selama lo siksa dia?" gumam Rai dipenuhi emosi

  • Candu Cinta Dokter Muda   235. Pertukaran

    "Peek a boo!" sambut Mario tepat saat Rai berhasil mendobrak pintu gudang. Mario menyeringai, sebelah tangannya memegang tali yang langsung terhubung ke ikatan di leher Gendhis. Benar, istri Rai itu berdiri di atas kursi, lehernya dililit dengan tali, siap digantung. Kaki Mario ada di salah satu kaki kursinya, bersiaga, mengancam Rai agar tidak semakin mendekat. "Lo maju selangkah lagi, gue tendang ni kursi," ancam Mario. "Nggak mau kan dia mati di tangan gue? Nanti kubawa dia ke neraka bersama gue," katanya tertawa menggelegar. "Jadi, setelah pelarian panjang lo yang penuh perjuangan itu, lo cuma mau mati di rumah gue? Kenapa nggak dari dulu aja, bakalan gue kabulin cepet padahal," ujar Rai melepas sarung pedangnya, masih di tempatnya berdiri di ambang pintu. "Soalnya, kalau gue mati, harus sama dia. Kalian nggak boleh bahagia di atas kematian gue," sahut Mario menunjuk Gendhis. "Berani maju, gue tendang beneran kursinya, lo bakalan liat istri cantik tercinta lo berjuang de

  • Candu Cinta Dokter Muda   234. Petunjuk Penting

    "Makan dulu," ucap Mario mendekat pada Gendhis yang masih terduduk di lantai dengan kondisi sama seperti dua hari sebelumnya. "Kamu bisa mati kalau nolak makan dan minum dariku," tandasnya lantas membuka sumpalan di mulut Gendhis sedikit kasar. Tubuh Gendhis yang tidak didukung asupan makanan cukup dan cairan yang memadai karena ia tidak makan dan minum hampir dua kali 24 jam tentu saja melemah. Bibir Gendhis tampak kering, beberapa kulit luarnya mengelupas. Air mata mengaliri wajah cantiknya yang sudah sembab dan berantakan, suaranya habis. "Makan!" perintah Mario menyodorkan sebungkus nasi lauk ayam dan sebotol air mineral. "Ah, kuikat tangan dan kakinya ya, Sayang," katanya tersadar. Gendhis menelan ludahnya berkali-kali. Mario benar-benar penuh perhitungan kali ini, terbukti, Rai belum juga berhasil mengendus tempat persembunyiannya padahal mereka hanya bertahan di dalam ruangan gudang bagian belakang rumah Gendhis. Pergerakan Mario sangat rapi, ia memiliki mata dan telin

  • Candu Cinta Dokter Muda   233. Menyadari Kehilangannya

    Gendhis meronta sekuat tenaga, tapi tentu saja, kekuatan Mario yang menyeret tubuhnya menuju gudang di bagian belakang rumah sama sekali bukan tandingannya. Berusaha untuk berteriak, mulut Gendhis dibekap kuat, membuatnya sesak bahkan hanya untuk sekadar mengambil nafas. "Tempat yang sempurna buat nyimpen bangkai, Sugar," ujar Mario meneliti seisi ruangan gudang milik Gendhis itu, matanya mengitar. "Mereka pikir, kamu pasti kubawa pergi jauh," katanya seraya mengambil tas di lengan Gendhis, melemparnya jauh-jauh. "Apa mau kamu, Mas?" desah Gendhis memegangi dadanya, ia masih kesulitan untuk bicara. "Memilikimu selamanya, cuma berdua sama kamu menikmati dunia. Kita tunggu sampai orang-orang itu capek mencarimu, baru kubawa pergi dari sini," balas Mario mengungkap rencananya. "Kamu sengaja bangun gudang semewah ini untuk menampung pelarianku? Visioner banget kamu, Sugar," desisnya tertawa menggelegar. "Lepasin aku Mas, bertobatlah. Kamu punya anak yang harus kamu jaga mentalnya. Kam

  • Candu Cinta Dokter Muda   232. Kejutan Tiba-Tiba

    Seperti yang sudah menjadi obrolan sebelumnya, hari ini Gendhis berangkat ke perusahaan yang kini sudah menjadi hak miliknya. Sementara, Rai juga sudah mulai bekerja lagi, rumor tentangnya langsung reda, tidak membutuhkan waktu lama untuk memperbaiki namanya sebagai dokter kandungan yang sangat kompeten. "Makasih Bang," ucap Gendhis saat Axel mengantarnya pulang sore harinya, menjelang petang. "Aku cari makan sebentar di luar, Ane-san," pamit Axel ragu. "Iya nggak pa-pa, aman kok di sini juga, nggak bakalan ada apa-apa," kata Gendhis santai. "Makan malam sama Rena kan?" tebaknya mengedipkan sebelah mata. "Kok tau?" gumam Axel tersipu."Keliatan dari panikmu, Bang," kekeh Gendhis. "Udah gih, takutnya Rena nungguin," usirnya halus. "Oke, bentar lagi Bang Ardi dateng, kalau butuh apa-apa, hubungi dia aja," pesannya sembari mulai melajukan mobil yang dibawanya meninggalkan halaman rumah Gendhis.Sepeninggal Axel, Gendhis membuka pintu utama rumah besarnya. Lampu belum ada yang dinyal

  • Candu Cinta Dokter Muda   231. Bicara Berdua

    "Kamu masih butuh waktu, Ane-san?" tegur Rai lirih, sudah dua hari ini Gendhis hanya bicara sekenanya jika bertemu. Bahkan saat tidur di ranjang berdua, Gendhis hanya diam dan tak mengajak Rai bicara. "Hem?" gumam Gendhis singkat. "Masih butuh waktu buat sendirian?" ulang Rai. "Aku bisa pindah ke kamar di bawah kalau kamu perlu ruang yang lebih luas buat menyendiri," tandasnya. "Enggak," elak Gendhis. Ia raih pergelangan tangan suaminya dan diajaknya Rai duduk di sofa ruang tamu. Untuk sejenak, Gendhis hanya terdiam. Ia mainkan jemari Rai dengan jemarinya. Fokus tatapannya ada di corak lantai granit yang dipijaknya. Rai pun tidak buru-buru bertanya, ia beri kesempatan pada istrinya untuk berpikir dan mencerna semuanya. "Aku diem bukan karena aku marah atau nyalahin kamu, Rai," bisik Gendhis lirih. "Iya, aku tau. Kalau kamu marah sama aku, kamu pasti nggak mau kutemenin di sini," tukas Rai. "Aku ngajak ngobrol gini karena masa cutiku udah selesai, besok pagi, aku harus mulai prak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status