Share

[1] 3 - Sepatu terkutuk

Penulis: aoillies
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-19 04:59:37

Kami bertiga membicarakan kebodohan Sally di kantin tadi siang ketika berjalan limbung ke rumah Cindy karena kami saling merangkul.

Aku tak tahu mengapa seseorang seperti Sally diperbolehkan sekolah di sini dan bukannya sekolah khusus.

Maksudku tidak jahat, tapi ada kalanya kemampuan Sally tidak cukup.

Apalagi orang-orang bodoh semacam Brittany dan Lacey senang mempermainkan orang lain. Aku tak paham mengapa Brian berpacaran dengan cewek semacam itu.

"Hei, Cindy," sapa suara yang akhir-akhir ini begitu familiar di telingaku. Nanda menatapku sebelum menambahkan, "Hei juga, Cath."

Aku tidak melepaskan pandanganku darinya. Memerhatikan Nanda duduk di sofa dengan laptop dan buku berhamburan di meja persis di hadapannya.

Yang membuatku tersenyum adalah senyum di balik kacamatanya.

Itu pertama kali aku melihatnya dengan kacamata.

Lebih manis.

Sebelum aku sempat membalas, Lithia lebih dulu menginterupsi.

"Namaku Lithia, Nan. Atau Lith, terserah saja. Tapi jangan pernah melupakan keberadaanku."

Nanda tertawa.

"Maaf, Lith. Lain kali, aku tak akan melupakannya."

Kami melepas sepatu dengan tergesa, sebenarnya aku yang terlalu tergesa sehingga agak kesulitan. Cindy lebih dulu selesai.

"Tidak perlu merengek, Lith. Bukankah Brian cukup mengingat keberadaanmu hingga dia selalu berpacaran di dekatmu."

"Jangan lupakan dia yang tak pernah menganggapku ada," tambahku tak lupa ikut mengejek.

Lithia memerah, tapi tidak menghiraukan kami. Dia berdiri mendekat pada Cindy.

"Sepertinya kau sudah cukup akrab dengan Cath, Nan."

Kali ini gantian aku yang memerah, aku selalu lupa untuk tidak pernah bilang orang yang kusuka pada mereka.

Lagi pula, kenapa hari ini sepatuku jadi sulit dilepas.

"Sepertinya kau memberitahuku kedatanganmu bukan hanya sekedar karena ingin bertemu denganku." Cindy juga ikut mengejekku.

Oh, tentu saja mereka melakukannya.

"Mungkin saja," balas Nanda tersenyum.

Membuatku merah padam.

Untung saja sepatuku sudah lepas—sepatu terkutuk.

Nanda mengarahkan wajahnya kembali pada meja di hadapannya.

"Aku ingin meminta bantuanmu dengan kertas-kertas ini."

Cindy menarik Lithia berjalan meninggalkanku.

"Aku dan Lith benci menyentuh buku. Kau dan Cath saja."

Sebelum aku sadar maksud Cindy, Nanda lebih dulu mendesah dan menanyakanku untuk membantunya.

Aku berhasil menjaga mimik wajahku ketika sadar tujuan Cindy, tersenyum tipis.

"Selama tidak ada yang mendeskripsikan darah, zombi atau semacamnya."

"Tidak akan."

Kakiku melangkah mendekatinya dan duduk di seberangnya. Memerhatikan lembar-lembar kertas yang diletakkan di hadapanku.

"Yang perlu kau lakukan hanyalah membacanya, dan menandai tingkah laku tidak wajar orang-orang di dalamnya."

Aku mengangguk, mengambil pulpen yang tergeletak di atas meja juga kertas-kertas yang disodorkan padaku.

Mataku menangkap sosok Nanda yang sedang serius mengetik, sesekali menoleh buku di sampingnya.

Aku tak tahu seseorang yang serius juga terlihat manis.

"Apa ini semacam mengidentifikasi penyakit apa yang diderita orang-orang ini?"

"Yup. Kurang lebih.”

Nanda mengangkat wajahnya, mata kami bertemu.

"Kau tau, Cath. Kau tak perlu melakukannya, jika tidak ingin. Aku akan meminta Cindy membantuku lagi nanti."

Aku memutuskan pandangan kami dan melihat tulisan di kertas. Ternyata lumayan banyak.

"Aku yang memutuskan akan tetap membantu atau tidak."

Pandanganku fokus pada tulisannya, setidaknya bahasanya tidak berbelit-belit. Penggambaran isinya pun mudah dipahami.

"Lagian, sepertinya bacaan ini didesain seperti novel," tambahku, kembali mengangkat wajahku.

Mendapati Nanda yang masih menatapku bimbang, jadi aku kembali berbicara.

"Jika aku lelah membacanya, pasti aku bilang."

"Baiklah. Thanks, Cath."

Nanda tersenyum lalu menundukkan wajahnya kembali menatap laptop.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cara Berhenti Menyukai Gebetan dalam 1 Bulan   [5] 59 - Seperti bisikan

    Yang memenuhi pandanganku hanyalah baju biru polos yang menutupi punggung bidang Brian. Aku bisa mendengar mereka berdebat dengan kalimat memutar-mutar karena Brian yang terus-terusan mengalihkan topik. Bukan berarti Archer tak paham maksud Brian, mereka berteman bertahun-tahun, mustahil jika Archer tak mengenal Brian dengan baik.“Kita tak memerlukan itu.”“Kau tak pernah dengar tentang darling, Arsh?”“Tidak ada makhluk yang omnipoten, menyingkirlah.”“Sepertinya—”Brian berhenti bicara saat aku mengetuk punggungnya dengan telunjukku yang tak berdarah beberapa kali. Dia memalingkan wajahnya dari Archer dan melihat ke arahku. Mata kami bertemu.“Tak perlu melakukan itu.”Brian mengangkat sebelah alis sesaat, jika aku tak sedang mengamatinya aku akan kelewatan detail itu. Dia diam beberapa sebelum bergeser dari hadapanku sambil berujar, “Kau yang bilang.” Aku tak lagi menanggapinya karena sibuk mengelap mulutku yang berdarah dengan ujung lengan bajuku. Entah kenapa bau amis yan

  • Cara Berhenti Menyukai Gebetan dalam 1 Bulan   [5] 58 - Tragedi keruntuhan langit

    “Apa kau pikir kami akan mengikuti keinginanmu begitu saja?” “…Tidak.” Tentu saja tidak, dia pikir aku gila? Aku tak pernah sekali pun punya niat begitu! Yang terakhir kuingat tentang mereka itu aku hanya kelahi dari mereka dan mereka menjauhiku! …Atau begitu adanya dari ingatanku. Brian menimpali sambil melirikku. “Dia bahkan berani mengambinghitamkan Uriel.” Aku ingin membantah tapi instingku berteriak keras untuk tidak melakukannya, jadi aku menutup mulutku rapat-rapat bahkan ketika Archer mengalihkan topik dan mulai membahas tentang Pseudotopia. “Kau sama sekali tak mau cerita?” Aku mau… Tidak! Aku tak mau. Meskipun aku tahu mereka tahu apa yang terjadi secara garis besar, mendengarnya langsung dariku tetap saja… Aku tak mau mereka tahu. Beberapa helai rambutku tertiup angin dan nyaris menyakiti mataku, untung saja aku segera merapikannya sambil menatap Archer lurus. Ini pertama kalinya aku benar-benar melihat wajahnya semenjak dari rumah sakit beberapa bulan lal

  • Cara Berhenti Menyukai Gebetan dalam 1 Bulan   [5] 57 - Tak tahan melihatnya

    Aku duduk tegak seperti murid teladan. Sambil menjelaskan apa-apa saja yang kuingat pada dua orang yang terdiam semenjak aku mengutarakan kecurigaan yang sebelumnya kubahas dengan Tahoka. Mereka tahu sekarang separah apa masalah yang sedang aku hadapi—bukan, kita hadapi. “…Karena itu, meski pun ingatanku kacau balau. Jangan beritahu aku, jangan koreksi ingatanku yang salah. Sepertinya ‘aku’ berpikir kemampuanku tak boleh dipakai, setidaknya sampai Ragnarök berakhir.” “Kau pikir mungkin ada seseorang yang memakai visi untuk menebak semua tindakanmu.” Aku mengangguk setuju pada komentar Brian ketika Archer sekali lagi menusukku dengan pertanyaan tajamnya yang sama sekali tak kusangka.

  • Cara Berhenti Menyukai Gebetan dalam 1 Bulan   [5] 56 - Bicara enam mata

    “Kenapa malah kau yang marah?” Aku tertawa, berpikir bahwa pria bersisik di hadapanku saat ini terlihat sangat menggemaskan. Ah, membuatku teringat pada Cindy… Jadinya aku tertawa sambil merengut. “Aku tak suka, hng … valkeri.” Tahoka menatapku curiga. “Kenapa ekspresimu, hng … begitu?” “...Kau terlihat menakutkan saat marah.” “Tentu saja, hng … keturunan hidra harus, hng … terlihat menakutkan!” Tapi kau terlihat menggemaskan? Nyaris saja aku keceplosan mengatakannya melihat mata

  • Cara Berhenti Menyukai Gebetan dalam 1 Bulan   [5] 55 - Seperti rahasia umum

    Tahoka menepuk meja pelan sambil mengunyah kue kering yang saat ini tinggal setengah. “Ayahku, hng … bilang dunia berwujud, hng … segalanya. Aku tak paham, hng … apa, hng … kau paham?” Aku menggumam mengulang perkataan Tahoka. “Berwujud segalanya…” Mataku berkilat saat bertanya, “Bagaimana orang tuamu bisa tersesat masuk Pseudotopia?” “Katanya, hng … mencari pintu masuk, hng … Shangri-La.” “Pintu masuk? Bukannya satu-satunya cara menyebrang ke Shangri-La itu melalui gerbang dimensi di Lemuria?” “Bukan itu, Cath. Hng … Tapi pintu yang, hng … mengabaikan aturan, hng … hukum Shangri-La.” “Pintu seperti itu benaran ada?” Aku tak percaya. Mengabaikan aturan hukum dunia itu sama saja seperti pencipta semesta dan pencipta semesta itu adalah mitos. Itu sudah seperti rahasia umum. Aku tak paham kenapa orang tua Tahoka senang sekali bepergian dan meninggalkan anak kesayangannya jadi tukang pungut mayat begini. Yang membuatku tak bisa berkata-kata, Tahoka menyukai kegiatannya i

  • Cara Berhenti Menyukai Gebetan dalam 1 Bulan   [5] 54 - Kebiasaan membuang napas

    Tahoka merengut. Dia mengamatiku dari atas sampai ke bawah sebelum bertanya yang terdengar seperti menuduh.“Apa yang kau lakukan, hng … hingga tubuhmu, hng … kacau begini?”Aku mengangkat bahu. Dia masih sama, kebiasaannya membuang napas nyaring di tengah-tengah kalimat. Kupikir dia sudah berhenti melakukan itu, ternyata tidak. “Kita bicara di bahteramu saja.”Tahoka membawaku ke kapalnya sambil mengomel. “Berapa kali kubilang, hng … namanya Vila, hng … bukan bahtera.”Aku pura-pura tak dengar, mengikuti di belakangnya sambil mengamati kapal yang sekarang sudah berubah eksterior lagi. Lupakan vila, melihat kapal yang besarnya keterlaluan ini, lebih baik namanya istana saja sekalian. Lihatlah kilauan perak di dindingnya.Saat pertama kali aku masuk ke dalam kapal ini, kupikir interiornya akan serupa dengan kapal pesiar mewah yang sering kulihat dalam iklan. Tapi kenyataan itu kejam.Selain ruang pribadinya yang memakan tempat sekitar seperempat kapal, sisanya merupakan tempat

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status