_jika denganmu adalah takdir, lalu mencintainya hannyalah sebagai musafir. Pada akhirnya, hatiku hanya akan menuju pada cintamu yang menyambutku_
Kelihatannya aja mirip cecak, sebenarnya mah udah level komodo. Kalau udah ngegombal bikin lawannya klepek-klepek, kek aku. Wkwkwk
“Move on memang sesulit itu”
Kepo yang terlalu berlebihan itu tidak baik, salah satunya untuk perasaan. Belum juga jatuh cinta tapi udah patah hati.
Dia punya mantan terindah. Apalah dayaku yang jomblo karatan ini, eh.
“Tidak sulit, Al. Hanya saja, ... Tidak berarti move on akan melupakan semua yang telah terlewati”
“Benarkah?”
Pertanyaan bodoh macam apa itu, kenapa aku harus bertanya hal tak bermutu seperti itu, huh.
Aku kikuk ketika bang Genta menatapku lekat “Kau tak tahu?” Huft, kukira akan ada adegan saling tatap lalu berciuman dan, .... Astaga! Ngelantur lagi
Aku hanya mengedikkan bahu. Bagaimanapun aku tak pernah tahu bagaimana sulitnya move on. Maklum masih ting-ting!
“Move on. Aku sudah melupakan perasaan untuknya Al. Yah, meski dengan memaksakan kehendak”
“Memaksakan kehendak? Maksudnya?” siapa yang tak bingung, punya calon suami kok kalau ngomong cuma setengah-setengah dan berhenti di tengah jalan.
Kalau lagi anyang-anyangan terus berhenti di tengah jalan gimana dong? Eh, astagfirullah! Belum halal.
“Ya ... Aku mencari pelampiasan” Hah! Inikah laki-laki yang kata ayah taat sama Tuhannya. Bahkan hanya karena putus cinta saja mencari pelampiasan.
“A-Abang suka ML?” Kalau jawabannya iya, fiks perjodohan ini harus dibatalkan. Aku tak mau berhubungan dengan laki-laki yang sudah banyak berhubungan dengan wanita lain. Sama saja tidak adil untukku!
“Hah? Maksudnya” Lah, kenapa malah dia juga ikut terkejut?! Aku saja masih tak bisa mengelak dari rasa keterkejutanku ini.
“Katanya nyari pelampiasan. Apa dong! Pasti sewa psk kan?!” Astagfirullah, seharusnya Ayah survei dulu kalau mau cari calon mantu. Kalau begini kan aku yang rugi.
“Astagfirullah Al! Bukan begitu ... “ tawanya membahana. Bahkan para pengunjung restoran menatap heran ke arah meja kami.
Selain bikin jantungan, ternyata bang Genta juga pintar menarik perhatian.
“Yang kumaksud pelampiasan hati, bukan nafsu. Lagian kamu tahu istilah Ml dari mana?”
Nah, pertanyaan jebakan! Bahkan aku sendiri tidak ingat kapan pertama kali aku mendengar kata itu. Maju kena mundur kena.
“Ohw, play boy” Apakah Ayah tak salah pilih? Pria seperti ini yang katanya baik?
Yah, meski aku sendiri sudah tertarik pada pesoana wajahnya. Tapi tertarik bukan berarti langsung bisa menggetarkan jiwa.
“Punya berapa sekarang?” Sebelum terlanjur, mending tahu terlebih dahulu. Menyesal tak akan terjadi jika dari awal sudah membatasi diri.
“Berapa apanya?” Duh, selain yang sudah disebutkan tadi, ternyata bang Genta juga telmi, alias telat mikir hahahah.
Seharusnya dia langsung paham, ini kan sedang membahas play boy, berarti aku tanya berapa simpanannya, huh.
“Simpanan” Singkat padat jelas, meski terdengar ambigu. Tapi semoga dia paham kalau nggak, mungkin perlu aku cuci tuh otak! Astaghfirullah
“Banyak, lumayan lah.”
Kan, kan kan! Fiks aku nggak mau makan hati apalagi makan ampela kalau sampai nikah sama dia. Mungkin sesegera mungkin harus mengajukan pengunduran diri dari jabatan calon mantu keluarga Mackenzie.
“Ada berapa?” Bodoh! Seharusnya percakapan ini aku rekam. Kalau aku bicara pada ayah tanpa bukti, maka omonganku hanya di anggak ngelindur saja. Duh bodoh!
Ke ketuk-ketuk kepalaku, mengutuk akan segala kebodohanku. Kenapa pikiran itu baru datang, kenapa nggak dari awal pembicaraan langsung saja kurekam.
“Oke, nanti kita ke ATM, aku sendiri lupa berapa simpananku”
“Hah! Apa kata dia tadi? Ke ATM? Lupa simpanan?!” Dia gagal paham, atau omonganku yang kurang jelas!
“Abang paham nggak sih sama pertanyaanku?!” Kalau setiap pertanyaan mendapatkan jawaban yang melenceng terus. Bisa-bisa aku hilang kesabaran, bahkan saat ini pun sabarku sudah hilang!
Dan apa yang aku dapat? Bukan jawaban tapi tawa membahana yang lagi-lagi mampu membuat para pengunjung menatap ke arah meja kami.
“Aku paham. Hanya sedang menggodamu saja ...”
Ucapannya lagi-lagi terhenti. Dan tawa itu masih sekilas terdengar. Ahs, pusing punya calon suami kayak gini. Bisa ditukar nggak sih? Kayak Justin Bieber gitu?
“Aku paham ... Play boy itu dulu. Lebih tepatnya sebelum melamar kamu. Untuk saat ini, tidak ada pacar satu pun”
Huh, baru aja berhenti. Berarti ada kemungkinan play boy itu kumat. Fiks, surat pengunduran diri dari jabatan calon mantu tetap harus diajukan!
“Omongan play boy tak semudah itu untuk kupercaya!”
Seperti lagu salah satu penyanyi tanah air, wanita emang harus waspada sama omongan lelaki. Meski tak semua laki-laki busuk, tetaplah harus waspada.
Kejahatan terjadi bukan hanya karena si pelaku jahat saja. Tapi karena mendapat kesempatan untuk berbuat jahat. Eh belibet!
“Dan anehnya, ... Bahkan saat ini aku sudah jatuh cinta denganmu Al” Emang yang namanya play boy akan tetap play boy. Dua kali bertemu saja sudah bilang cinta. Apa kata dunia?!
“Aku nggak akan tertipu sama komodo seperti kamu” Namun Ungkap itu hanya tertahan di hati saja. Tak tega rasanya pada komodo seperti dia berbicara sepeda itu, huh.“Nggak bisa dipercaya!” Aku juga harus buktikan. Tidak semua wanita bisa dia kibuli.
“Soal percaya atau tidak, aku tak peduli. Aku hanya mengatakan apa yang aku rasakan saja. Tidak lebih! Bahkan untuk berharap cintaku dibalas saja terlalu mustahil.”
Jika sudah tahu kalau itu mustahil, kenapa harus mengatakan cinta padaku. Pesona play boy memang beda.
Biarlah, mantan saja aku tak punya, pacar apalagi. Tapi kenapa malah dapat jodoh seperti dia. Kalau Seandainya boleh request, biar dia tetap orangnya, tapi jangan dengan masa lalu seperti itu.
“Astabfirullah! Nggak boleh bukan makhrom!” Aku tersentak kaget.
Bagaimana tidak, aku yang sedang termenung tiba-tiba dikagetkan sebuah jari menoel hidungku. Kurang ajar memang.
Lain di bibir, lain di hati. Kenapa setelah sentuhan itu hatiku mendadak tak karuan.
“Hahah, maaf Al, habisnya aku gemes banget. Tapi justru aku merasa syukur karena kita bukan makhrom, artinya kita bisa menikah Al”
Jantung ... Masih sehatkan? Pankreas, ulu hati, lambung, ginjal bagaimana kabar kalian? Kenapa badanku tiba-tiba bergetar!
“Ah, tadi sudah solat kan?” Dasar, sudah jam dua batu bertanya!
Kenapa nggak tanya sudah makan belum?
Tubuhku yang bergetar tadi yang kukira sedang jatuh cinta ternyata salah besar. Tapi lapar gaes! Cacing udah berdendang meminta suguhan!
Tak banyak laki-laki yang mau bertanya sudah solat belum. Kebanyakan laki-laki hanya bertanya ... Sudah makan belum?
Padahal, dia saja tidak pernah membelikan beras. Tapi yang ditanya hanya soal sudah makan atau belum. Wanita perlu nafkah Bang! Bukan Cuma gombalan dari play boy cap komodo nungging seperti kalian.
Obrolan kami seketika terhenti ketika ada sosok jailangkung mendekati meja kami ... “Hai Mac, apa kabar! Sudah dapat ganti rupanya. Tapi kenapa selera kamu menurun drastis seperti ini.”
_Tidak semua yang kita inginkan dapat terwujud dengan gampang, ketika takdir sudah bermain, sebagai hamba kita bisa apa?_“Hai Mac, apa kabar! Sudah dapat ganti rupanya. Tapi kenapa selera kamu menurun drastis seperti ini.”Aku dan bang Genta seketika langsung berbalik, mendengar suara yang sepertinya menyapa ke arah meja kami. Meski sapaan yang digunakan tak pernah aku dengar.“Hai ...” Ohw, Mac ... Mackenzie!Aku nggak terima, kenapa dengan wanita lain dia juga tersenyum semanis itu!Dan apa kata wanita tadi?! Selera dia menurun drastis?Bukanya malah naik pesat ya?! Dia aja dandanannya kek gitu. Pakai dres mini, mungkin pinjam ke adiknya. Sampai bentuk tubuhnya aja terekspos sempurna. Sedang aku? Tentu lebih anggun, memakai rok span, kemeja panjang, tak lupa memakai kerudung. Seperti itu dinamakan selera turun drastis? Bukan main!Aku terus melihat gerak gerik kedua. Alhamdulillah tak ada cipika-cipiki seperti dalam dunia televisi yang sering aku lihat.“hehe” Bang Genta tersenyum
_Menolak adalah hak, tapi titah orang tua? Kadang menjadi prioritas di atas segalanya!_“Mac, pacarmu ada berapa sekarang?!Aku mulai was-was ketika Papa bertanya hal yang menurutku tak biasa.“Enggak ada Pa!” Aku berusaha berucap yakin. Padahal, jika boleh jujur, wanita yang sedang berstatus pacar denganku ada dua. Ya, aku memang play boy! Bukan karena kebutuhan tapi karena ada kesempatan.“Jangan coba-coba bohong sama Papa! Kau pikir Papa tak tahu kelakuanmu itu?!” Setua ini, aku kadang masih di anggap anak kecil oleh Papa dan Mama. Salah satunya adalah hal percintaan, seperti saat ini. “Putuskan semua pacarmu itu! Umur 28 tapi kelakuan masih seperti anak TK.” Kalau anak TK, nggak mungkin juga aku mampu mengurus perusahaan, huh!“Jika pacarmu tak seperti yang kamu gandeng kemarin siang, mungkin Papa tak masalah. Wanita-wanita dengan pakaian kurang bahan seperti itu yang kamu pilih?!”“Besok ikut Papa, Papa sama mama sudah pilihkan calon yang tepat untukmu!” Papa terus berucap p
Kami makan dengan diam, sesekali aku melirik tingkahnya. Sungguh menggemaskan. Cara makannya yang belepotan, sungguh membuat tanganku gatal, hingga refleks aku mengambil tisu dan mengelap sudut bibirnya. Jika biasanya adegan seperti ini akan berakhir pada mata saling menatap. Maka tidak untuk kisahku kali ini. Plak! Benar, tanganku di tampar sebelum tisu yang kupegang mendarat pada bibir yang menggiurkan itu. Eh Tak ada ucapan menyalahkan atau semacamnya, hanya tatapan tajam dari mata jernihnya. Sungguh lucu dan ... menggemaskan. Ia sama sekali tak membahas akan mantan yang tiba-tiba datang. Membuat hati merasa sedikit lega, setidaknya aku tak terlalu merasa bersalah dengan adanya masa lalu. Meski ketika melihat semua tingkah menggemaskannya, aku merasa begitu berdosa. Dia yang masih suci tak tersentuh, harus mendapatkan aku, yang mungkin tanganku sudah kotor dengan berbagai bakteri bernama mantan. Selesai menyantap hidangan, kami beranjak. Waktu penayangan tiket film yang kami
_Tidak ada perjalanan yang seluruhnya mulus. Ada masanya terjalnya jalan menghiasi langkah menuju esok. Namun yakinlah semua takdir akan berjalan dengan baik jika kita melaluinya dengan bersyukur_[Oke, aku tunggu, besok jangan lupa kabari, takut tiba-tiba aku amnesia, wkwkw] Jawab Alyah pada ajakan Genta. Setelah sesi perkenalan lewat jalan berdua, sepertinya ia ingin perkenalan yang lebih. Menggunakan alasan bahwa Mamanya ingin bertemu dengan calon menantu. Nampaknya hal tersebut berhasil meluluhkan Hati Anin Yang sebelum tak ingin pergi. [wkwkwkwk, bercandanya besok saja pas di rumah. Bercanda lewat chat nggak begitu menyenangkan, nggak bisa lihat ekspresimu yang sedang tertawa]Ada senyum yang terbit dari bibir tipis milik gadis yang rambutnya sedang terurai sebahu itu. Rambut lurusnya sedang tak dibalut dengan kerudung karena memang sedang di dalam kamar. Entah sadar atau tidak, tapi sepertinya gadis bernama Alyah itu sudah diam-diam menyimpan nama seseorang dalam hatinya.
Terima kasih, telah memberiku ruang di hatimu, aku tak akan mengusik apa yang menjadi masa lalumu, biar ia tetap ada dalam hatimu. Namun doaku semoga aku yang memiliki hak istimewa di hatimu, memberi warna yang baru_Aku mencoba menetralisir gugup yang sebelumnya mendera. Bagaimana nggak gugup, meskipun itu hanya sebagian bentuk dari kata salah paham.Namun setelah itu, ia mampu membuka percakapan yang mampu membuat kecanggungan di antara kami.Tak ada kecanggungan lagi antara kami, aku pun kembali bisa membuka diri. Bang Genta juga terus mencari topik untuk mencairkan suasana, tugasku hanya... ya begitulah“Sampai” ucapnya semangat namun wajahnya sedikit murung “Kenapa?” Tanyaku yang agaknya mulai penasaran.“Sampai, berarti kita enggak bisa berduaan lagi Al.” Astaga! Jawaban macam apa itu?! Bahkan mampu membuat pipiku menghangat.Dan bahkan masih sempat-sempatnya memberikan kerlingan mata yang hampir saja akan menggoda iman dan tawaku. Jangan sampai itu terjadi.Aku bergegas turun m
Sampai segitunyakah? Hanya karena pesannya tak aku jawab? Yang benar saja!Perasaan bersalah makin menjadi dalam hatiku. Meski tadi perkataan maaf sudah sempat terlontar, tapi aku tak tahu jika bang Genta sampai menanggapi acuhku hingga seperti itu.“Hehe iya Tan, Alhamdulillah kalau begitu.” Yakin! Bingung, canggung, sebab aku juga belum begitu akrab. Bahkan jika diingat, baru dua kali pertemuan antara aku dan tante Ayumi.Pagi setengah siang itu akhirnya kami gunakan untuk brkutat di dapur. Aku, Anin dan Tante Ayumi bukan hanya memasak untuk makan siang, sebelum itu kami membuat cupcake yang bahkan baru pertama kali aku ikut membuatnya. Sungguh pengalaman baru dan dengan orang yang baru pula. Senda gurau menjadi pengiring di antara kami. Menjadikan bang Genta sebagai objek yang kami bicarakan. Tentang kisah lucu yang bahkan mampu membuat aku tak malu tertawa terpingkal. Semuanya selesai tepat sebelum waktunya makan siang. Tante Ayumi menyuruh aku dan Anin untuk mengantar rantang
Jika cinta saja tidak pernah dikehendaki untuk ada,Lalu apakah dosa, bila cinta itu kini datang tiba-tiba?Aku mencintainya tanpa tahu kapan rasa itu bermulaTanpa tahu, bahwa apakah nanti akan berakhir bahagia._Dalam beberapa hari ini, aku bingung dengan Alyah. Semua pesan yang aku kirimkan tak ada satupun yang ia balas. Membuat hari-hari yang memang sudah lelah semakin membuatku tak bergairah. Ternyata aku sudah serindu itu dengannya. Dan kenapa cinta ini begitu menyiksa. Hingga saat sore hari Mama menyuruhku untuk menjemput Alyah dan mengajaknya ke sini. Sungguh suatu kesempatan yang sudah aku tunggu, mungkin menyebutkan Mama, Alyah akaa segera membalas pesanku. Dan tepat saat setelah makan malam aku coba lagi untuk mengirimkan pesan. Menggunakan kata Mama dari awal kalimat bagar ia mau membuka. Selang beberapa waktu, ternyata benar. Pesan yang kukirimkan kini berubah centang biru. LucuAku ingin menelefonnya, namun aku bingung juga dengan alasan apa. Aku takut jika pada akh
“Pa, lihat deh wajah kak Mac, pipinya udah kayak tomat busuk, merah banget!” Astaga Anin! Membuatku tambah tak punya muka saja di depan Alyah. Semua mata di ruangan ini langsung menatap wajahku. Bahkan Alyah juga sepertinya penasaran dengan apa yang dikatakan Anin. Makin panas saja wajahku iniWaktu berlalu begitu cepat, semula aku menawarkan untuk mengantar Alyah pulang, tapi langsung ditolak mentah-mentah. Bukan oleh Alyah, Tapi oleh Adik yang selalu mengajakku bertengkar itu. Katanya ‘Jangan mencari kesempatan, kalian itu belum halal!’ Aku pasrah saja meski sebenarnya aku ingin.“Papa, Mama! Kayaknya Kakak udah kebelet pengen nikah nih, udah beli cincin juga!” teriak Anin yang sepertinya sedang berada dalam kamarku. Saat aku sedang di dalam kamar mandi. Mungkin dia melihat dan membuka kotak cincin yang tadi lupa kusimpan dan hanya aku letakkan di atas nakas samping tempat tidur. EntahlahYa, setelah percakapan dengan Alyah di dalam mobil tadi pagi. Saat mengatakan tentang hubun