Share

[008] Pria Berjubah dalam Bahaya

"Dia pembunuh!" Bentakan dari suara wanita kekar itu masih saja menggelegar. Mengumpat diriku yang bernasib malang. "Sudah sepantasnya dia mati di atas panggung eksekusi!"

Deg.

Jantungku seakan berhenti berdetak setiap kali mendengar kata 'eksekusi' yang selalu tertuju padaku.

Mataku membulat untuk menatap wanita kekar. Di sekitarku seakan berputar, telunjuk yang hampir sama dengan ibu jarinya menunjuk-nunjuk ke arah wajahku. Dia menatap sinis, sedang aku hendak mengeluarkan suara seperti pada saat eksekusi.

'Apa ini akhirnya?' pikirku. Tapi, rasanya sangat aneh jika aku baru saja hidup di dunia ini, lalu beberapa jam kemudian dieksekusi dan mati.

Dalam sekejap, tubuhku gemetar, suaraku tak kunjung keluar untuk memberikan pembelaan. Seperti pada saat ekskusi–kematian pertamaku–yang hanya bisa mempasrahkan diri menerima kematian yang sudah ditentukan oleh Yang Mulia.

"Tunggu!"

Suara seseorang seakan memberi harapanku untuk tetap hidup dalam waktu sementara. Lantas, aku menoleh ke sumber suara untuk melihat siapa orang yang berani memerintah untuk menunggu kepada wanita kekar yang tak kenal takut. Semua orang juga ikut menoleh, seseorang yang berani itu merupakan pria berjubah.

"Ha!" Sinisan ke luar dari mulut wanita kekar. Dia mengacak pinggangnya sampai orang-orang di sekitar menjaga jarak untuk tidak terkena sikunya. "Apa lagi sekarang!?" ucapnya, penuh dengan emosi. "Pendatang ini juga membawa kutukannya!?"

Menuduh seseorang bukanlah tindakan yang baik. Aku melirik mata biru dan rambut emasnya yang bergoyang ketika angin berembus. Tatapan tenang, namun tersirat sorot yang tajam yang tidak peduli seseorang mati di hadapannya membuatku bergidik ngeri.

"Kau akan melanggar peraturan Kerajaan Ilios jika kau mengambil keputusan secara langsung tanpa izin bangsawan."

Disaat seperti ini, ia masih berani mengutarakan isi pikirannya. Semua orang yang berada di sekitar sini tentunya merasa diremehkan. Hingga, wanita itu menggeram.

"Pria sombong ini ...," ucapnya masih bisa menahan emosi dengan baik. Ah, apa dia sedang menahan emosi?

"Tunjukkan wajahmu atau kau juka akan kubunuh!" titahnya sambil ujung jari telunjuknya mengarah tepat ke arah wajah pria berjubah itu.

Tapi, sepertinya dia tidak ada keinginan untuk mengalah. Rasa takutnya telah hilang–atau dia tidak memiliki rasa takut–menatap tajam pada wanita kekar tersebut. semakin tajam dan tajam hingga ia menjawab dengan nada santai.

"Itu juga termasuk pelanggaran, nyonya."

Kata 'nyonya' sengaja ia tekankan semakin membuat para bandit, juga wanita kekar itu menggeram seperti serigala yang sedang berhadapan dengan musuhnya.

"Bajingan–"

"Kau tidak memiliki hak untuk ikut campur dalam permasalahan desa."

Pemilik toko itu menyela ucapan wanita kekar yang hendak mengeluarkan seluruh emosinya. Dia melangkah lebih dulu dari wanita kekar tersebut, lalu berdiri di depannya. Menghalangi pria berjubah itu untuk berdebat dengan sang wanita kekar.

Tidak cukup beberapa waktu, para bandit lainnya yang berada di sekitar toko ini juga ikut maju–mendekati pria berjubah tersebut. Mereka semua mengelilinginya dengan tatapan 'perkasa dan sangar' mereka.

"Tapi karena kau telah mendengar masalah ini dengan jelas." Pemilik toko kembali melanjutkan kalimat yang ternyata belum selesai. "Sebaiknya aku membersihkannya sampai tuntas."

Membersihkannya sampai tuntas.

Itu artinya mereka akan membunuh pengembara itu secara bersama-sama di tempat ini.

Aku hendak beranjak dari dudukku, tapi dihalangi oleh wanita kekar dan pria pemabuk dengan berdiri tepat di hadapanku. Lantas, sebelah alisku terangkat dan sebelahnya lagi turun menatap dua orang jahat yang seakan sedang melindungiku.

"Apa yang sebaiknya kita lakukan pada manusia itu?" Salah seorang berucap–aku tidak mengenalinya karena ia tidak pernah berbicara semenjak aku menyaksikan kejadian tadi.

"Sudah kubilang untuk membunuhnya saat itu juga." Pria kekar yang sempat menunjukkan taringnya kepada pria berjuba merasa sia-sia akan kejadian tadi. Buku-buku jarinya ia tekukkan secara bersamaan, menghasilkan bunyi 'krek' yang memberikan kesan bahwa ia siap.

Ku saksikan para bandit yang berjalan dengan perkasanya mendekati pria berjubah yang memiliki tubuh kecil dari mereka. Suasana benar-benar mengerikan, tapi dua orang yang masih berdiri di hadapanku tidak ikut mengelilingi pria tersebut.

Tapi, bukan itu yang menjadi fokusku saat ini.

'Kenapa semuanya menjadi sangat mengerikan disaat hari pertamaku terbangun di tubuh yang berbeda?' pikirku yang masih sempatnya mengeluhkan hal yang tidak patut untuk dikasihani.

Rasa takut yang sangat jarang kudapati ini membuat tubuhku gemetar. Padahal, jantungku tidak berdetak dengan tidak karuan, rasa tenang akan mempercayai pria yang di kelilingi itu akan selamat tiba-tiba muncul dalam perasaanku. Aku tidak mengerti, namun terdapat sekitar dua puluh bandit yang mengelilinginya. Tidak lupa juga, mereka membawa benda tajam yang tentu saja dapat merenggang nyawa pria tersebut.

'Ada banyak bandit di sekelilinginya,' pikirku yang kini sudah mengabaikan rambut kusamku yang terjulur sampai ke atas tanah. 'Aku harus membantunya, tapi aku tidak bisa melakukan apa-apa.'

Ada niat untuk membantu, tapi sadar akan kemampuan diri benar-benar menggangguku. Dengan cepat, kuhapus seluruh pikiran negatif serta pikiran yang mementingkan dirinya sendiri. Kali ini, kekuatan purnama merah harus digunakan untuk orang-orang baik yang sedang dalam masalah.

'Aku harus membantunya!' Sekali lagi aku bertekad. 'Ini semua salahku, dia dalam bahaya!' Serta menyalahkan diri sendiri dapat membuat tekadku semakin bulat.

Kucoba untuk berdiri agar kekuatan purnama merah yang tidak pernah kugunakan dapat kukeluarkan–itu karena aku tidak dapat mengendalikannya dan hanya omongan orang-orang bahwa aku memiliki kekuatan purnama merah–tapi pria pemabuk yang tidak kuketahui namanya melarangku untuk berdiri. Dia mendorong tubuhku hingga ambruk lagi ke atas tanah kering ini.

"Ini semua salahmu, pria itu dalam bahaya karena kau ketahuan bersembunyi," ucapnya, menuduh seluruh kesalahan yang memang benar tertuju padaku.

Namun, aku melongo melihat tuduhannya. Dia hanya berdiri di depanku, lalu memanaskan api kecil para bandit itu. Ya, kerjaannya hanya mengompori para bandit, tapi dia tidak mengikuti pertarungan tersebut.

"Kau lebih baik ikut, bukankah kau juga termasuk seorang bandit?" Tapi, pertanyaan yang berputar dalam otakku tersampaikan kepada wanita kekar. Wajahnya yang kasar itu menjadi perwakilan disaat mulutku tidak bisa berucap apa-apa.

Sang pemabuk itu mengeluh, "Aku akan membantu mereka setelah semuanya dimulai. Saat ini, tugasku hanyalah menjaga wanita terkutuk ini."

Dia tidak bisa membantah, mengundang helaan napas kasar dari wanita tersebut. Lengannya yang kasar terlihat jelas bahwa ia seorang pekerja keras dan telah banyak mengalami kehidupan yang keras.

"Lihatlah suasana saat ini," ucapnya–entah kepada siapa ia berbicara.

Setelah itu, wanita kekar berambut cokelat itu tertawa bahagia. Seakan beban-beban yang ia pikul terlepas begitu saja setelah melihat seseorang di kelilingi oleh para bandit.

"Terasa menegangkan sampai-sampai aku juga ikut bersemangat untuk membunuhnya lalu menjual organnya ke pasar gelap," lanjutnya yang dengan ringannya mengatakan kata-kata kotor itu di depan seorang wanita lain.

Aku membelalakkan mata ketika kata-kata yang tak sepantasnya wanita itu ucapkan. Tanganku meremas kuat pada tanan–pasir–tempatku terduduk. Ucapannya membuatku terkejut.

Siapa yang memiliki keinginan kuat untuk membunuh?

"Biarkan aku menyelamatkannya!" ucapku yang termakan perkataannya. Tapi, wanita itu lebih menjawab dengan seringaian liciknya.

"Untuk apa?" tanyanya, menyeringai membuat jantungku seakan bergejolak karena emosi. "Jika dia mati, kau yang akan bertanggung jawab di alam kematiannya."

Itu benar.

Tapi, tidak sepenuhnya benar.

Tanpa sadar aku menggertakkan gigi menahan emosi yang membeludak setiap kali melihat wajah licik tiap orang yang tinggal di desa ini. Wanita yang ada di hadapanku tertawa tanpa beban.

"Aku harus–"

Belum sempat menyelesaikan ucapan, suara teriakan sukses membuatku terlonjak dari tempat duduk di atas tanah. Aku terkejut mendengar teriakan seorang pria yang begitu histeris.

"Wow, mereka menyelesaikannya sangat cepat dari yang sebelumnya," ucap wanita itu dengan penuh percaya diri.

Dia membalikkan tubuhnya, tapi tiba-tiba seakan menjadi batu. Wanita kekar tersebut tidak berkutik yang membuatku semakin merasa penasaran dengan apa yang membuat wanita tersebut terpaku.

Sedikit mencondongkan badan ke samping, tubuh wanita itu tidak terlalu menutupi pemandangan yang ada di depan. Tapi, satu hal yang membuatku mengernyit ... separuh dari tubuh wanita berbadan kekar itu telah ambruk dan aku tidak tahu siapa yang melakukannya.

Lalu, mataku melebar. Ketika wanita kekar mempersilahkan untuk penglihatanku menyaksikan apa yang sedang terjadi, semua orang telah terbujur kaku dengan tubuh mereka yang memar–tanpa luka. Artinya, semua orang berhasil dikalahkan dan pria berambut emas itulah pemenangnya.

Mataku menangkap rambut emas yang begitu mencolok. Dia berdiri di tengah-tengah para bandit yang telah kalah tanpa merasa kesusahan. Napasnya masih teratur seperti tidak ada apapun yang terjadi di tempat ini.

Sedangkan, wanita di hadapanku tersentak dari keterpakuannya.

"Cuma segini kemampuan bandit yang katanya mengerikan itu?" ucapnya.

Manik matanya yang berwarna biru permata yang seperti memiliki nilai tinggi itu menoleh ke arah wanita perkasa. Dia meminta penjelasan pada wanita tersebut, namun yang menjadi sorotan tidak dapat berbicara.

'Dia ....' Kurasa, aku mulai mengaguminya.

"Apa-apaan kau!?" Berbeda dengan wanita yang berdiri di depanku ini. Suaranya terlihat menyolot, tapi kakinya gemetar ketakutan.

Masih dengan rasa terkagum-kagum, aku berpikir, 'Dia benar-benar mengalahkan 20 bandit dalam sekejap mata?'

Bahkan, untuk ksatria terbaik yang ada di Kerajaan Lotus saja tidak dapat mengalahkan 20 bandit dalam sekejap mata. Tapi, tentu saja dia dapat mengalahkan 20 bandit tanpa bantuan siapapun.

Mataku beralih dari ujung rambut emasnya ke arah bentuk memanjang yang pipih sedang dipegangnya. Pedang yang sarungnya belum dilepas memberiku kesimpulan yang cukup mengagumkan.

'Hanya dengan sarung pedang ... semua bandit itu jatuh pingsan.'

Pantas saja dia tidak takut ketika pria kekar itu mengajaknya untuk bertarung.

Lamunanku seketika hancur ketika suara langkah kaki yang tenang memenuhi pendengaran. Dia melangkahkan kakinya ke tempat aku dan wanita kekar berada. Ujung jubahnya yang kotor menandakan bahwa ada banyak desa yang telah ia lalui. Lalu, bercak darah yang sedikit itu terlihat jelas ketika dia semakin mendekat.

Sempat termenung melihat penampilannya yang begitu membuatku terpesona, juga matanya yang membuatku merasa iri akan kehidupan yang sedang dijalankannya. Pria itu–bukannya berhenti di depan wanita kekar, dia justru melewatinya. Kini, sang pengembara itu berada di depanku dengan tatapan yang tak bisa ku artikan.

"Ikut aku," ucapnya.

Dia mengulurkan tangan tepat di depan wajahku. Membuatku tertegun dengan maksud dari ucapan dan sikapnya. Apa dia mengasihaniku?

Seperti ksatria pemberontak pada saat itu?

Tubuhku tiba-tiba merinding, tulang belulangku seakan ditusuk oleh hawa dingin. Tapi rasa penasaran dan rasa nyaman yang aneh membuatku dengan naif menerima uluran tangannya. Aku bangkit atas pertolongannya dan kernyitan berhasil ketika pinggang bekas tendangan pemilik toko bersamaan dengan kepala desa itu berdenyut. Dia menarikku dengan mengabaikan rasa sakit yang sedang kualami.

Namun, aku yakin, sebelum pergi dari neraka ini, pastinya ada hambatan yang membuat langkah kakiku terhenti dan menoleh ke belakang.

"Kau!" Wanita kekar merasa harga dirinya diinjak-injak oleh seorang pria yang bahkan wajahnya saja tidak diketahuinya. "Apa-apaan yang barusan!?" tanyanya dengan nada tinggi. "Kau menggunakan sihir!?"

Apa sihir pada tahun ini tidak berlaku?

"Dan kau mau ke mana setelah kejadian ini!?"

Tangannya berhasil menarik pundakku dengan kasar. Aku terkesiap pada saat itu, tapi lebih mengejutkan lagi ketika suatu benda tajam dan berkilat lewat di depan mata. Kini, ujung pedang yang telah lepas dari sarungnya mengarah tepat ke rahang wanita kekar tersebut.

"Jangan sentuh dia atau kepalamu lepas dari badan," ancam pria berjubah itu secara terus terang.

Tubuhku menjadi kaku ketika melihat mata pedang yang begitu tajam berada di hadapanku. Jika bergerak setengah milimeter ke depan, mataku pasti akan mengalami kebutaan.

Otakku memberi bayangan yang tak kuinginkan. Ketika eksekusi mati yang membuatku menjadi trauma mendengar kata mati, bunuh, dan semacamnya. Ingin rasanya aku menundukkan pandangan, tapi tubuh ini telah menjadi kaku seperti patung ketika melihat mata pedang milik pengembara tersebut yang begitu tajam.

'Eksekusi itu ....' Trauma yang tak kunjung hilang membuat tubuhku menggigil hebat. Rasa sakit yang kualami pada hari itu–hari-hari sebelum aku menjalankan eksekusi mati di depan rakyat Kerajaan Lotus.

Tak kuasa menahan rasa takut, aku memicing. Merasakan hangat yang masih mengalir dalam tubuh. Aku masih hidup dan ini kehidupan kedua. Aku tidak dibawa ke alam kematian, juga tidak bertemu dengan neraka. Bahkan ... Kerajaan Lotus ... mereka di desa ini mengatakan hanya bualan orang kota.

Tiba-tiba tanganku yang dicengkram oleh pria tersebut semakin dicengkram dengan erat. Seakan-akan ia mengerti apa yang sedang aku pikirkan dan ikut merasakan trauma. Seperti ... dia sedang menenangkanku.

Wanita kekar tadi telah membungkam mulutnya ketika ujung pedang tersebut mengarah ke rahangnya. Ah, dia berdarah akibat ujung mata pedang itu menggoresinya. Tubuhnya menjadi kaku sampai pedang tersebut dijauhkan darinya.

Pria berjubah itu memasukkan pedangnya ke dalam sarung, dan semakin mengeratkan genggaman tangannya kepadaku. Rasa hangat ini berbeda pada saat ksatria pemberonak itu membawa lari diriku.

'Tenang dan hangat ....' Hingga, dia melangkahkan kakinya dan menarikku ke tempat yang tidak kuketahui.

Tak lupa menoleh ke belakang untuk melihat ekspresi yang sedang digunakan oleh wanita kekar, wanita itu menggertakkan giginya setelah sadar dari ketakutannya. Ia menatapku dengan tatapan yang tidak senang, lalu berdecih. Menggumamkan kata-kata yang tidak dapat kudengar karena jarak kami semakin jauh dan jauh.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Mellsha Mell
Cerita yg membingungkan, bertele2 masih tidak dapat dimengerti apa yg diceritakan dalam bacaan ini.
goodnovel comment avatar
Boti Jjhc
tidak ada pergerakan cerita sepanjang 8 bab.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status