Esoknya sekitar jam 9 pagi Detektif Parkin mengabariku bahwa dia sudah menunggu di salah satu cafe dekat gedung kuliahku. Kebetulan sebentar lagi kuliah selesai. Atau jangan-jangan itu bukan kebetulan. Aku makin penasaran untuk melihatnya secara langsung.
Saat kuliah selesai, aku segera pergi ke cafe itu. Detektif Parkin sudah menjelaskan posisi duduknya dan baju yang dikenakannya. Alangkah terkejutnya aku saat pertama melihatnya. Dia tidak seperti gambaran reserse yang kubayangkan. Tubuhnya kurus dan tidak tegap. Dia berdiri untuk menyambutku, dan ternyata dia lebih pendek dariku. Saat aku menyalaminya dia berkata.
"Anda kelihatan terkejut. Maaf mengecewakan Anda jika saya tidak seperti hercules."
Dia seperti bisa membaca pikiranku. Ternyata ini kelebihannya, wajar jika dia menjadi reserse yang handal.
Hari sudah menjelang sore. Biasanya di waktu ini, kampus sudah sepi. Wajar saja karena perkuliahan hanya sampai siang. Tapi kali ini ada yang berbeda. Masih banyak mahasiswa yang berkumpul di sini. Semuanya adalah mahasiswa tingkat akhir. Mereka berkumpul bukan karena ada kegiatan, tapi sedang menunggu pengumuman kelulusan. Aku adalah salah satu dari mereka.Tepat pukul empat sore, seorang petugas keluar dari dalam gedung administrasi. Dia membawa beberapa lembar kertas. Setelah kertas-kertas itu dipajang, papan pengumuman itu langsung diserbu. Karena malas berdesakan, aku hanya diam menunggu. Setelah agak sepi baru aku beranjak ke sana.Nama-nama mahasiswa yang lulus diurut berdasarkan abjad. Aku mencari namaku di deretan huruf A, karena yang kucari adalah nama Ahmad Mustofa bukan Galang. Setelah beberapa menit, akhirnya aku menemukannya. Nama Ahmad Must
Sabtu sore bagi mahasiswa adalah waktu yang menyenangkan. Kebanyakan mereka sedang berkumpul dengan teman-temannya lalu membahas kegiatan apa yang akan dilakukan nanti malam. Aku pun biasanya begitu, tapi tidak kali ini. Hari ini aku berada di ruang sidang. Di sebelahku ada mama, tapi papa duduk jauh dariku. Dia duduk di kursi pesakitan. Dia menjadi tersangka kasus percobaan pembunuhan. Di belakangnya duduk tunanganku, orang yang bertanggung jawab hingga papa ditangkap. Suasana ruang sidang hening karena hakim sedang membacakan keputusan. Semua yang hadir ingin mendengar dengan jelas apa keputusan hakim, tak terkecuali aku. "Memutuskan.... Bahwa tersangka terbukti bersalah atas tuduhan percobaan pembunuhan yang mengakibatkan kematian. Oleh karena itu dewan hakim memberikan hukuman dengan hukuman seumur hidup."
Selang beberapa menit, telepon kembali berdering. Kali ini pengacara papa yang ingin berbicara. Sepertinya dia ingin mengabarkan sesuatu, jadi dengan enggan kuterima panggilan telepon itu. "Halo." kataku singkat. "Selamat malam Nona Sisca. Kami ingin menginfokan bahwa penentuan lapas Tuan Sukoco sudah ditetapkan. Dia akan ditempatkan di Lapas Sukamiskin, di daerah Bandung." "Baik, terima kasih informasinya. Kapan papa akan dipindahkan ke sana?" tanyaku. "Rencananya beliau akan dipindahkan besok. Jika Anda ingin menjenguknya, Anda bisa datang lusa." Aku mengucapkan terima kasih sekali lagi. Bandung tidaklah terlalu jauh, bisa ditempuh dalam waktu kurang lebih tiga jam. Seingatku Galang dan keluarganya tiap pekan pergi ke
Ruang kunjungan di LAPAS Sukamiskin didesain dengan baik. Setiap pengunjung bisa berbicara dengan tahanan tanpa merasa terganggu. Privasi sangat dijaga, bahkan petugas Lapas pun tidak ada yang standby di ruang kunjungan. Mereka menunggu di luar agar tahanan dan keluarganya bisa bebas berbicara. Aku tidak terkejut mendengar permintaan papa. Setelah apa yang Galang lakukan, pasti papa jadi sakit hati padanya. Dan aku tentu saja membalasnya dengan hal yang setimpal, hanya saja aku tak tahu caranya. "Bagaimana Sisca bisa membalaskan sakit hati papa? Apa yang harus Sisca lakukan?" "Mudah saja." jawab papa. "Anak itu sekarang menguasai perusahaan. Kau cukup mencari sekutu yang setia padamu, setelah itu kau ambil alih perusahaan itu lalu menyingkirkannya. Jika kamu berhasil, papa sudah cukup puas melihatnya kehilangan s
Aku sebenarnya sudah sering diperlakukan seperti itu. Sang pria bersikap baik padaku, dan akibatnya aku dimusuhi oleh kekasih mereka. Biasanya aku tidak pernah menanggapi satu pun dari mereka. Tapi kali ini aku bersikap berbeda. Aku memberi harapan pada kekasih Ita. Aku ingin memberinya pelajaran. Salah sendiri, dia yang mulai duluan. Belum sampai satu semester aku kuliah di sana, Ita akhirnya putus dengan kekasihnya. Mereka sebenarnya pasangan yang serasi, sama-sama populer di kampus kami. Tapi kekasih Ita adalah playboy yang merasa bisa menaklukkan gadis mana saja. Mungkin dia sudah bosan dengan Ita dan ingin mencari tantangan baru. Setelah putus dengan Ita, dia semakin berani mendekatiku. Awalnya dia hanya rutin menelpon. Sesekali dia juga mentraktir di kantin. Sekarang, setelah dia menjomblo, dia sudah mulai menjemput ke rumahku bahkan mengajakku kencan.
Ruang keluarga di rumahku terasa sunyi. Meski kami bertiga ada di sana, tidak ada yang bersuara. Setelah papa mengatakan ingin menjodohkan aku, dia diam. Mama juga tidak bicara apa-apa. Semua menunggu jawabanku.Aku tidak marah karena papa ingin menjodohkanku. Bahkan aku tidak kesal padanya, aku hanya heran. Selama ini papa belum pernah mengatur hidupku. Dia selalu memberikan semua yang kuinginkan tanpa meminta sesuatu pun padaku."Siapa lelaki itu?" aku bertanya. "Apakah menurut papa dia pantas untukku?""Dia adalah anak dari teman bisnis papa. Kalian seusia dan sederajat, wajahnya juga cukup tampan." jawab papa."Itu tidak menjawab pertanyaanku. Aku ingin tahu alasan sebenarnya."Papa tersenyum mendengar kata-kataku.
Seperti yang aku khawatirkan, menari menjadi salah satu keterampilan yang wajib dimiliki oleh none Jakarta. Karenanya keterampilan ini yang paling rutin diajarkan. Kami harus mengikuti kursus menari setiap rabu malam di kantor dinas pariwisata Jakarta. Hasilnya, badan yang pegal serta otot yang terasa nyeri. Setiap aku bangun pada kamis pagi, aku memutuskan untuk berhenti. Tapi saat mantan kekasih Ita datang menjemput, aku kembali berubah pikiran. Aneh sekali, orang yang kita benci ternyata bisa menjadi penyemangat untuk selalu menjadi lebih baik. Materi yang paling kusuka diberikan setiap hari minggu kedua dan keempat. Materi peningkatan wawasan tentang kota Jakarta. Kami diajak ke museum, kota-kota tua dan kadang diputarkan video tentang Jakarta dari masa ke masa. Pada saat ujian materi inilah aku paling unggul. Lumayan, setidaknya bisa sedikit menutu
Suasana ruang keluarga di rumahku agak temaram. Papa sengaja memasang lampu yang redup agar suasana lebih santai. Meski demikian, perubahan ekspresi wajah orang di depan papa jelas terlihat. "Sebaiknya Anda tidak lagi berharap pada putri saya. Dia sudah saya jodohkan dengan lelaki yang pantas, anak pengusaha besar." Kata-kata papa bagaikan bom yang dijatuhkan ke jantung hati mantan kekasih Ita. Wajahnya langsung berubah pucat. Tidak ada lagi senyum yang sebelumnya selalu menghias di sana. Kupikir kejam juga aku mempermainkan hatinya, tapi biarlah semoga ini menjadi pelajaran untuk lebih menghargai wanita. Saat berbicara, kata-katanya tidak jelas karena suaranya tiba-tiba menjadi serak. Yang kutangkap hanyalah bahwa kami sudah saling mencintai dan aku pasti tidak setuju dijodohkan dengan lelaki lain. "Baik, mari kita tanyakan saja langsung pada putriku." papa berkata karena tidak ingin berdebat dengannya. Semua mata memandang ke arahku.