Perhatian papa langsung beralih padaku. Tapi ekspresi di wajahnya tidak seperti yang kuduga. Papa tidak marah. Dia malah tersenyum bahkan kemudian tertawa.
"Hahaha, ternyata anak itu benar-benar jatuh cinta padamu. Kamu memang anak papa yang hebat. Kali ini papa yakin kita pasti berhasil."
"Papa setuju aku menikah dengannya?"
"Tentu saja." jawab papa. "Dengan menjadi istrinya kamu akan memiliki kesempatan lebih besar untuk merampas kedudukannya."
Aku masih belum mengerti rencana papa. Apa hubungan menikah dengan menjatuhkan sang CEO. Akhirnya papa kembali menjelaskan.
"Rencananya seperti ini. Setelah kalian menikah, buatlah alasan agar kalian bercerai. Saat pembagian harta gono gini, mintalah separuh hartanya. Itu termasuk ju
Kamar rias pengantin adalah tempat yang sakral bagi mempelai wanita. Jangankan orang lain, bahkan mempelai pria pun tidak boleh memasukinya. Dan sebab itu sebagian besar wanita belum pernah berada di dalamnya. Termasuk aku, baru kali ini aku berada di kamar itu. Karena memang akulah sang mempelai wanita.Di luar sana, semua orang sibuk menyiapkan acara. Dimulai dari akad nikah, makan bersama keluarga, sampai acara resepsi. Pagi ini belum terlalu ramai karena memang hanya keluarga dan beberapa relasi dekat yang hadir. Tapi siang nanti, dua ribu undangan telah disebar dan biasanya mereka hadir membawa pasangan.Acara akad berlangsung khidmat. Yang menikahkanku adalah wali hakim karena papa tidak bisa hadir. Aku tak pernah menyangka pernikahanku tidak dihadiri papa. Tapi karena ini permintaannya, aku sedikit merasa lega.
Aku tidak mengerti apa maksud perkataan Galang, tapi aku tidak ingin bertanya lagi. Karena sudah tidak merasa lelah lagi, aku bangkit untuk melihat sisi samping rumah ini. Aku cukup kaget karena ternyata di samping agak ke belakang ada kolam renang yang cukup luas."Aku tak tahu kamu suka berenang." aku mencoba memancingnya."Aku tidak terlalu menyukainya. Kolam itu digunakan santri untuk belajar berenang. Tapi jangan khawatir, mereka hanya menggunakannya saat aku tidak ada di sini. Sekarang hanya ada kita berdua di rumah ini.""Sepertinya kamu cukup sering datang ke sini." kataku lagi."Jika tidak ada acara resmi, setiap akhir pekan aku pasti ke sini. Bahkan pernah aku beberapa pekan bekerja dari sini. Di sini memang susah sinyal, tapi ada antena parabola dan jaringan i
Perjalanan ke Jakarta cukup lancar. Sekarang memang jam pulang kerja, tapi karena kami berlawanan arah maka lalu lintas di seberang sana lah yang padat. Saat akan keluar tol, Galang bertanya padaku."Kamu ingin tinggal di mana?""Terserah padamu, aku ikut saja." lagi-lagi jawaban itu yang kupilih."Aku sering bepergian ke luar kota, baik untuk urusan kantor maupun pribadi. Sebaiknya kita tinggal di rumahmu, jadi jika kamu tidak ikut denganku kamu tidak akan sendirian."Tentu saja aku menyetujui usul itu, apalagi aku bisa menemani mama. Kasihan mama jika harus tinggal sendiri.Setelah keluar tol, Galang langsung mengemudikan mobilnya menuju rumahku. Di sana kami disambut oleh mama.
Galang tiba di rumah saat makan malam. Dia langsung bergabung makan bersama kami, setelah selesai baru aku menggandengnya ke kamar. Saat masuk kamar, aku langsung menunjukkan barang belanjaan itu. "Kamu membeli semua ini dalam sehari?" dia hanya bertanya datar. "Iya, aku tiba-tiba ingin memborong semuanya. Kamu tidak marah kan?" aku berkata manja. "Tentu tidak. Aku akan memenuhi semua kebutuhanmu." "Tapi aku menghabiskan cukup banyak hari ini. Ya... seharga limit kartu kreditku." aku mencoba memancingnya. Galang diam sejenak baru berkata. "Aku akan mengaturnya. Biar nanti tagihanmu ditutup dari gajiku." Hanya itu yang kudapat. T
Lobby hotel di kota Roma selalu ramai. Kota ini memang terkenal dengan tempat-tempat indah yang bersejarah sehingga banyak dikunjungi wisatawan dari berbagai belahan dunia. Saat ini pun aku dan Desi sedang menikmati keindahannya sambil menghabiskan uang suamiku.Sayangnya misiku ini tidak hanya menggerogoti uang Galang, tapi juga keuangan perusahaan. Laporan yang dibawa direktur keuangan sudah menunjukkannya. Dan keadaan ini akan membawa perusahaan ke ambang kehancuran. Bisa jadi saat kami bercerai nanti, tidak ada lagi perusahaan yang bisa diambil alih.Ternyata cara ini tidak bisa kugunakan. Memang sepertinya Galang akan menuruti semua keinginanku sampai dia bangkrut, tapi dia akan membawa perusahaan ini bersamanya. Aku tak mau hal ini terjadi pada perusahaan papa. Aku harus mencari cara lain.Setelah direktur keu
Aku ragu sejenak. Nilai saham Galang sangat besar, jadi wanita itu akan mendapat banyak sekali. Mungkin seharga sebuah rumah mewah di Jakarta. Aku lalu berusaha menawar."Suamiku adalah seorang pemilik perusahaan besar. Apa yang kau minta itu banyak sekali untuk ukuran sebuah pekerjaan yang tidak memakan waktu lama.""Aku tidak mengukur pekerjaanku dari waktu, tapi hasil yang didapat. Aku hanya meminta sepersepuluh dari apa yang kau dapatkan karena bantuanku. Dan jangan khawatir, aku tidak akan menagih sepeserpun jika gagal."Akhirnya aku menyetujui persyaratan itu. Toh aku tidak akan rugi apa-apa jika misi ini tidak berhasil. Dan jika ternyata si pelakor dapat menaklukkan Galang, anggap saja aku harus membayar pajak penghasilan.Aku lalu menceritakan rencanaku. Wanita i
Pengunjung cafe mulai ramai berdatangan. Rata-rata mereka adalah pekerja yang ingin menghilangkan penat setelah seharian berkutat dengan aktivitas di kantor. Beberapa dari mereka wajahnya terlihat suram, mungkin karena sedang ada masalah di tempat kerja. Tapi tidak ada yang mengalahkan kegalauan di wajah yang ada di hadapanku.Kegalauan sangat jelas terlihat di wajah Merry. Dia seperti gadis yang kehilangan doorprize karena tidak datang saat dipanggil, dan sebabnya hanya karena pergi ke kamar kecil. Aku menjadi kagum pada suamiku, dia bisa mengalahkan si pelakor ulung hanya dalam tiga ronde."Apakah menurutmu suamiku tidak normal? dia tidak menyukai wanita?" aku bertanya pada Merry untuk sedikit menghiburnya."Tidak, dia sangat normal. Saat aku menggodanya, aku memperhatikan matanya. Suamimu menatapku seperti binata
Sesampainya di apartemen, Galang ternyata sudah ada di sana. Dia pulang dengan membawa makanan kesukaanku. Kami lalu makan bersama. Dia bertanya tentang kegiatanku di luar kota. Kukarang saja cerita sekenanya. Mendengar ceritaku yang loncat-loncat tidak karuan karena memang tidak memiliki alur yang jelas, akhirnya Galang memotong dan mulai bercerita keadaan kantor. Meski mengobrol tentang pekerjaan, dia bisa membawakannya dengan santai sehingga tidak membosankan. Sambil makan dan mengobrol, sesekali aku melirik wajahnya. Entah mengapa malam ini Galang terlihat lebih tampan dari biasanya. Jantungku berdebar-debar seperti remaja putri yang sedang menjalani kencan pertama. Aku mulai terperangkap oleh tipu dayaku sendiri. Ini pasti karena saran Merry. Aku berubah pikiran, aku harus secepatnya mengambil keputusan. Tapi siapa yang akan aku ajak bicara? aku tak mung