Share

Bab 9

Author: Lin shi
last update Last Updated: 2025-01-14 16:50:44

Dina merasa kecewa dan sedih saat membaca pesan dari Danang yang memberitahukan bahwa ia tidak bisa pergi sore karena ada keperluan mendadak dengan temannya. Rasa kecewa dan kerinduan yang terpendam mulai menguasai hati Dina. "Bukan sekali ini kau ingkari janjimu, Mas. Aku seharusnya jangan terlalu berharap dengan janjimu, Mas," batin Dina sambil merenungkan secara dalam.

Alma, yang peka terhadap perubahan wajah Dina, memilih untuk tetap diam. Dia merasa bahwa Dina perlu ruang dan waktu untuk mengekspresikan perasaannya sendiri. Bercermin pada persahabatan mereka yang kuat, Alma memilih untuk memberikan dukungan dan keberanian kepada Dina untuk berbagi dengan sukarela jika ia merasa perlu.

Sampai di mall, Alma membawa Dina untuk berbelanja baju. "Ini bagus untukmu, Din. Ini juga bagus, Din," ucap Alma dengan antusias sambil menunjukkan beberapa pilihan baju yang menurutnya bagus. 

Dina menatap baju-baju tersebut dengan ragu. "Ah tidak, aku tidak suka, Alma," kata Dina menolak apa yang ditawarkan oleh Alma, merasa bahwa pilihan baju tersebut tidak sesuai dengan selera dan gaya pribadinya.

Dan, Dina menambahkan, "Terlalu terbuka juga."

Alma terus membujuk, "Din, ini bagus, ini lagi mode sekarang. Terbuka sedikit saja." Namun, Dina tetap pada pendiriannya,"Ah tidak, aku tidak suka," ucap Dina sambil mendorong baju yang dipaksakan oleh Alma ke tubuhnya, menunjukkan ketegasan dalam merasa bahwa itu bukanlah pilihannya.

"Hei, kau ini—" kata Alma. Lalu, Alma dengan paksa menarik tangan Dina ke dalam ruang pas untuk mencoba baju yang ia yakini bagus. "Tidak, Alma. Aku tidak mau," kata Dina dengan tegas, menolak dengan jelas.

Namun, dengan ketegasan Alma, Dina akhirnya terpaksa mengikuti langkah Alma masuk ke dalam ruang pas.

"Kau itu harus di paksa !" Kata Alma dengan memberikan senyum manis pada Dina yang cemberut.

"Cepat coba bajunya, pasti bagus di tubuhmu," kata Alma sambil mendorong tubuh Dina masuk ke ruang ganti dan menutup pintunya.

Dina melihat baju yang diberikan oleh Alma dan merasa tidak nyaman begitu melihatnya. "Ih, baju apa ini? Aku kok tidak nyaman melihatnya," ucap Dina dengan perasaan bingung dan kebingungan yang terpancar dari ekspresinya, menunjukkan bahwa baju itu mungkin tidak sesuai dengan selera dan gayanya.

Dina memperhatikan setiap detail dari baju yang dipegangnya. Baju tersebut memiliki desain unik, dengan hanya memiliki satu lengan, tali di bahunya, dan dilengkapi dengan cardigan di bagian luarnya. Dengan warna dan motif yang mencolok, baju tersebut tampak begitu berbeda dan eksentrik.

"Begitu pendek." 

Dina memperhatikan baju tersebut dengan rasa heran dan ketidakpastian. Desain yang tidak lazim dan konvensional dari baju itu menimbulkan kebingungan dalam pikirannya. Ia bertanya-tanya bagaimana ia bisa merasa nyaman dan percaya diri saat mengenakan pakaian yang begitu beda dari biasa yang dikenakannya.

Tok... tok

Alma mengetuk dan dengan suara sedikit keras, Alma memanggil dari luar, "Dina, sudah selesai? Keluarlah!"

"Sabar!" sahut Dina dengan sedikit kekesalan dari dalam ruang ganti.

"Lama sekali, Din," kata Alma yang tidak sabar menunggu Dina mencoba baju yang dipilihnya.

"Iya, sabar. Sulit sekali bajunya, entah baju apa yang kau suruh coba ini," ucap Dina di dalam ruang ganti dengan sedikit keluh kesah, sambil mencoba memakai baju yang disarankan oleh Alma yang ternyata sulit untuk dipakai.

Alma menunggu dengan gelisah di luar ruang ganti, merasa sedikit khawatir dengan lamanya waktu yang Dina habiskan di dalam. "Kenapa lama sekali dia ganti baju? Apa dia bingung cara makainya? Semoga tidak kesulitan, baju tadi tidak ribet." Alma berharap Dina tidak kesulitan dalam mencoba baju-baju yang dipilihnya. Sementara itu, Dina berusaha dengan gigih untuk menyesuaikan diri dengan baju yang dipilih oleh Alma, meskipun mengalami sedikit kesulitan saat memakainya.

Setelah selesai, Dina mematutkan dirinya di depan cermin dan melihat pakaian yang dikenakannya, Dina melihat dirinya depan cermin, "Ih, pendek sekali bajunya. Ini lagi, begitu terbuka," ucapnya sambil membenarkan cardigan yang dipakainya. Dina merasa tidak nyaman dengan cardigan yang terbuka di bagian depannya tanpa kancing, sehingga ia memegang cardigan agar tidak terbuka.

"Ah, aku tidak nyaman memakainya. Baju ini tidak cocok untukku, "ucap Dina dalam hati, menggambarkan perasaan yang tengah ia rasakan di dalam.

Tok... tok.. tok

"Din, sudah selesai?" tanya Alma lagi dari luar.

"Iya, iya, iya, sebentar," jawab Dina dari dalam ruang ganti.

Lalu, Dina melangkah ke pintu untuk keluar, namun ia ragu. Malu akan penampilannya membuatnya enggan keluar dari ruang ganti. Dengan cepat, ia membuka pintu dan berdiri di ambang pintu, tidak mau benar-benar keluar karena rasa malu yang memenuhi dirinya.

"Ayo cepat keluar, Din ! Aku nggak sabar ingin lihat," kata Alma

"Tidak, aku tidak mau," jawab Dina dengan cepat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 189 Ending

    Ruangan sidang terasa sunyi. Hanya suara hakim yang memimpin sidang terdengar.“Karena tergugat tidak hadir dan telah memberikan kuasa penuh kepada kuasa hukumnya untuk menerima gugatan, serta telah menyatakan menerima permohonan penggugat, maka... Pengadilan Agama memutuskan untuk mengabulkan gugatan cerai penggugat, Dina Ardhiani, terhadap Danang Sahputra Prasetyo.”Ketukan palu hakim terdengar nyaring.Dina memejamkan mata, menahan air mata yang mengambang di pelupuk matanya. Di sampingnya, Vina menggenggam tangannya erat, memberi kekuatan.Semua keluar dalam keadaan campur aduk. Ada sedih dan ada perasaan lega.Di luar ruang sidang, Aini memeluk putrinya. “Sudah selesai, Nak. Sekarang kamu bisa mulai dari awal, tanpa luka yang sama.”"Bangkitlah, demi mereka." Hanum memeluk Dina."Semangat kak," ucap Deni."Strong Din," ujar Alma yang terus ada mendampinginya.Dina menganggukkan kepalanya menatap wajah-wajah yang selalu memberinya semangat.Dari pengadilan agama, Dina langsung men

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 188

    Ruangan rumah sakit itu dipenuhi aroma antiseptik. Suara detak alat monitor berdentum pelan, menghitung detak jantung Danang yang masih berbaring lemas di atas ranjang.Endang duduk di sisi ranjang dengan wajah murung, sesekali menyeka air matanya dengan tisu. Sementara Dinda berdiri di dekat jendela, mondar-mandir dengan gelisah.Danang mengerang pelan. Kepalanya tampak berat dan matanya enggan terbuka. Ia sudah dua kali muntah dalam dua jam terakhir."Mas?" panggil Dinda cemas, menghampiri.Danang hanya menggeliat, memegangi kepalanya sambil mendesah kesakitan.Tak lama kemudian, pintu kamar diketuk pelan lalu terbuka. Seorang dokter pria masuk, mengenakan jas putih dengan papan nama bertuliskan: dr. Reza – Sp.S (Spesialis Saraf). Di belakangnya, seorang perawat mendorong alat bantu portable."Bu Endang? Kami sudah lakukan

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 187

    Kelopak mata Danang perlahan terbuka. Cahaya lampu ruangan terasa menyilaukan, membuatnya menyipit. Napasnya masih berat, dadanya naik turun pelan. Untuk beberapa detik, ia hanya memandangi langit-langit, mencoba menyadari di mana ia berada.“Mas… Mas Danang…” suara lembut Dinda memanggil, terdengar serak menahan tangis.Endang yang duduk di sisi ranjang langsung berdiri. Matanya sembab, tapi kini menyala haru.“Alhamdulillah, kamu sadar, Nak…” ucapnya lirih.Danang memutar kepala perlahan, dan mulutnya bergerak.“Ma… aku… kenapa aku di sini?”Suara itu parau. Lirih. Hampir seperti bisikan.Dinda mendekat, menaruh tangannya di lengan Danang.“Mas… Mas tadi pingsan di pengadilan. Kita langsung bawa ke r

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 186

    Endang mulai panik.“Danang! DANANG!” teriaknya keras, berlari menghampiri.Danang mencoba berdiri tegak, tapi tubuhnya tak sanggup menahan beban emosi dan tekanan fisik yang memuncak. Dalam sekejap, ia terhuyung dan—BRUK!Tubuhnya ambruk menghantam lantai marmer pengadilan. Kepalanya nyaris membentur keras jika Dinda tak segera menahan bagian belakangnya. Namun tetap saja, tubuh itu jatuh lemas."DANANG!!" Endang menjerit. Suaranya menggetarkan udara. Orang-orang di sekitar langsung menoleh, beberapa berlari mendekat.Dinda berlutut, memegangi kakaknya dengan gemetar. "Mas! Mas, bangun! Jangan begini… Mas, bangun dong!" Suaranya pecah. Matanya berkaca-kaca.Endang menjerit ke arah petugas. “Tolong! Panggil ambulans! Anak saya pingsan!”Kerumunan mulai

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 185

    Setelah pembukaan persidangan oleh Majelis Hakim, sidang kedua dilanjutkan dengan agenda mediasi, sesuai aturan hukum agama yang berlaku. Hakim menunjuk Hakim Mediator yang berbeda dari Majelis Hakim yang menyidangkan perkara ini.Setelah proses administrasi selesai, baik Danang maupun Dina, masing-masing didampingi oleh pengacara mereka—Rani dan Vina—diminta masuk ke ruang mediasi yang terpisah dari ruang sidang utama. Namun, dalam ruang mediasi, hanya pihak yang bersengketa yang diperbolehkan hadir. Pengacara, keluarga, maupun pendamping tidak diperkenankan masuk.Di ruang mediasi:Hakim Mediator, seorang pria paruh baya dengan raut wajah tenang, membuka sesi dengan senyum ringan."Selamat pagi, Bapak Danang dan Ibu Dina. Saya ditugaskan sebagai mediator dalam perkara kalian. Tujuan mediasi ini adalah mencari titik temu dan rekonsiliasi, jika masih memungkink

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 184

    Pengadilan Agama pagi itu masih sepi. Hanya petugas keamanan dan beberapa staf yang tampak sibuk membuka berkas-berkas dan menyiapkan ruang sidang.Jam masih menunjukkan pukul delapan lebih sedikit saat mobil yang dikemudikan Dinda berhenti di halaman parkir. Danang turun dengan jas rapi dan wajah penuh harap. Di belakangnya, Endang menyusul keluar dari mobil."Masya Allah, Danang… ini belum juga mulai. Kamu bawa kita pagi-pagi sekali, orang kantor pengadilan juga belum siap semua," omel Endang, mamanya, sambil merapikan kerudungnya yang sedikit miring karena tergesa-gesa.Danang hanya diam. Tatapannya menatap ke arah gedung, lalu ke jam tangannya. Nafasnya pendek-pendek. Gugup jelas terbaca dari gerakan tangannya yang bolak-balik membetulkan letak dasi. Dia duduk, lalu berdiri celingukan melihat parkiran. Terlihat sekali ia gelisah.Dinda memandang sekeliling dan b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status