Share

Siapakah Dia Sebenarnya?

Sesampainya di kelas, Tiwi dan Kiki segera makan dengan lahap. Entah mereka memang tidak sarapan atau mereka kelaparan karena pelajaran hari ini menguras tenaga. “Ayo makan!” ajak Tiwi. Tapi Ayu hanya mengangguk saja tanpa menjawab. Tiwi dan Kiki segera bertukar pandangan, mereka tidak tahu apa yang terjadi dengan Ayu sampai dia tertegun seperti itu. Tiwi dan Kiki kemudian melanjutkan makannya saat Santi tiba – tiba muncul dan memanggil Ayu. Anehnya, Ayu tidak peduli dengan panggilan Santi, sehingga Tiwi menghampiri Santi dan memintanya datang lagi nanti saat jam istirahat kedua atau saat pulang. “Dia baru saja bertemu Herma, aku baru diberi tahu teman Herma. Mungkin itu alasannya dia seperti orang bingung. Aku pergi, oh iya aku tidak akan menemui Ayu beberapa hari ke depan.” kata Santi sambil berlari meninggalkan Tiwi.

Kiki yang penasaran dengan pembicaran mereka segera menghampiri Tiwi dan bertanya, “Ada apa?”

“Aku rasa kita dapat masalah.” kata Tiwi.

“Masalah apa? Kenapa Santi langsung pergi dan tidak berbicara dengan Ayu.” tanya Kiki.

“Kita harus diam sampai Ayu bercerita. Santi bilang kalau Herma tadi menemui Ayu. Aku tidak tahu kapan tepatnya, padahal kita selalu bersama.” kata Tiwi.

“Herma yang kemarin kamu ceritakan itu?” tanya Kiki.

“Iya siapa lagi. Aku rasa Ayu tadi ketakutan. Aku pun akan diam saja jika bertemu dengannya. Tidak, aku rasa aku akan berlari sangat kencang jika bertemu Herma. Dia terlalu menakutkan.” kata Tiwi.

“Lalu kita harus bagaimana?” tanya Kiki.

“Biarkan saja, Ayu butuh waktu menyadari ini semua. Jika Herma sampai menemuinya, Ayu tidak akan bisa pura – pura tidak menemuinya. Kita lanjutkan makan saja dan akan mendengarkan cerita Ayu saat dia nanti siap menceritakannya.” jelas Tiwi.

Kiki mengangguk tanda setuju dengan saran Tiwi. Mereka berdua kemudian melanjutkan makan dan kelas dimulai kembali. Saat guru menjelaskan, Tiwi dan Kiki sering bertukar pandang saat melihat Ayu. Mereka yakin Ayu tidak bisa berkonsentrasi dengan baik, tapi anehnya Ayu tetap merangkum semua penjelasan guru. Dia tiba – tiba terlihat begitu rajin, atau lebih tepatnya dia berusaha mengalihkan perhatiannya agar dia melupakan kejadian yang dia alami hari itu. Ayu tidak mengatakan sepatah kata pun sampai sekolah berakhir. Dia memutuskan segera pulang mendahului teman - temannya dan melewatkan sesi konsultasi dengan wali kelas. 

Ayu bukan anak yang suka bolos dan terlambat, tapi dia bukan golongan anak yang rajin juga. Namun, anehnya hari ini dia memutuskan untuk ijin kepada wali kelasnya dan pulang lebih dulu. Saat berjalan melewati lorong panjang menuju halaman sekolah dia terus melamun dan tidak memperhatikan sekitarnya sampai dia menyadari ada yang menarik tangannya. Saat dia hendak menghindar, dia ditarik semakin kuat ke arah orang itu. Ayu yang terkejut segera melihat siapa yang kurang ajar kepadanya, dan dia adalah Herma. Dia tidak mengucapkan apa - apa dan terus memandang Ayu yang takut, kesal, dan hampir menangis itu. Herma melonggarkan genggaman tangannya dan menatap Ayu semakin dalam. Ayu yang tidak bisa berkata apa pun hanya tertegun dan tidak bergerak. Laki - laki itu mengelus rambut Ayu lalu melihatnya sekali lagi. Kemudian dia meninggalkan Ayu tanpa sepatah kata pun. Ayu sangat terkejut melihat sikap tidak sopan laki - laki itu. Dia kemudian berteriak, "Dasar kurang ajar!" Herma yang mendengar teriakan Ayu kemudian berbalik dan tertawa, seakan dia meledek Ayu yang sangat kesal saat itu. Ayu yang geram segera pergi dari sana dan bergegas pulang. 

Saat dia sampai di rumah, Ayu segera mandi untuk menyegarkan pikirannya. Dia merasa bahwa dia mungkin sebentar lagi akan gila karena hal - hal yang menimpanya belakangan ini tidak wajar. Setelah dia selesai mandi, dia segera membuka buku hariannya. Buku itu adalah tempat terbaik untuk menuangkan apa yang dia pikirkan. 

Kamis ini terasa menyesakkan. Hari ini aku tidak ingin ke sekolah tapi akhirnya aku berangkat. Aku menghindari pergi ke kantin tapi malah termakan ajakan temanku. Aku ingin bebas dan segera pulang tapi malah bertemu dengannya. Semuanya tidak berjalan sesuai kemauanku, sebenarnya apa yang salah? Bagian mana yang terlewat sampai semua ini terjadi? Apa yang salah? Lebih dari itu semua, ada hal yang mengusikku. Laki - laki seperti apa yang aku temui hari ini? Apa yang dia lakukan sampai semua orang merasa bahwa berurusan dengannya bukanlah ide yang baik? Aku ingin meluruskan sesuatu dan mencoba berpikir lebih realistis. Setidaknya aku ini yang berumur 18 tahun pasti bisa berpikir realistis. Aku tadi sedang mengikat tali sepatuku lalu dia menghampiriku. Dia tidak melakukan apa pun dan aku tiba - tiba ketakukan. Bodoh! Jadi, namanya adalah Herma Firmansyah. Dia tidak menyakitiku sama sekali dan berkata, "Hati - hati.". Aku tidak tahu kenapa dia mengatakan itu, padahal aku tadi mengikat tali sepatuku di tempat yang jauh dari kerumunan, ataukah dia memintaku berhati - hati agar jangan sampai tersandung karena tali sepatuku lepas? Ini tidak mungkin, jadinya tidak realistis. Kemudian saat aku tadi berjalan di lorong, dia tiba - tiba menarik tanganku sampai kami berhadapan. Tatapannya tadi tidak mengintimidasi sama sekali. Matanya penuh dengan keceriaan, tapi kenapa aku tadi hampir menangis sangat dia melakukan itu. Bodoh! Dia juga tidak melukaiku, dia hanya melihatku lalu meninggalkanku. Jangan - jangan dia adalah laki - laki mesum? Tapi, jika dia laki - laki mesum seharunya paling tidak dia akan menarikku sampai dipelukannya. Bahkan aku tadi berdiri tidak terlalu dekat dengannya, dan lagi jika dia memang mesum, maka seharusnya dia juga berusaha melakukan hal lain karena tadi sangat sepi. Sepertinya dia tidak sejahat rumor yang beredar. Aku rasa dia hanya jahil saja. Tapi jika dia melakukan itu kepada semua perempuan maka dia brengsek. Aku hanya tau dia bukanlah orang yang berbahaya, untuk saat ini aku akan menganggapnya seperti itu. 

Putri

Kenapa setiap kali kenal dengan seseorang, atau baru mengetahui orang baru selalu muncul banyak asumsi? Kenapa logika tidak digunakan dengan baik dan malah banyak prasangka yang ada di kepala? Lebih tepatnya kenapa sulit untuk berprasangka baik kepada seserorang?

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status