"HUUAA.....JAM SETENGAH SEMBILAAN!!" setengah berteriak gue bangun dan menatap jam dinding
"Berisik lo, gue juga tau," kata Candra dengan santai sambil kucek-kucek mata
"lo kok nggak bangunin gue dol?" tanya gue
"nih, lo liat gue juga masih ileran noh.." dia menunjuk mulutnya "gue juga baru bangun!"
Gue pandangi lagi jam dinding, berharap dengan begitu jarum-jarumnya akan berputar mundur. Tapi gue tau itu nggak mungkin, hari ini pertama kalinya gue bangun kesiangan di hari kerja.
"santai aja lah nggak usah dibikin panik," kata Candra lagi sambil dia merebahkan diri di kasur
"busett.. kesiangan gini malah nyantai?!" protes gue
"terus mau ngapain? maksain berangkat? kebayang nggak gimana bos lo bakal ngomelin plus maki-maki lo gara-gara dateng terlambat dua jam?" jawab Candra
Gue terdiam, sepertinya gue mendapat pembenaran dari statement Candra.
"so?" tanya gue pelan
"tidur lagi," jawab Candra enteng
Gue diam
Gue hirup rokok di tangan gue dalam-dalam."tumben-tumbenan lo ngudud Ri," Candra berkomentar setengah mengejek.Siang itu gue dan Candra duduk-duduk di tembok balkon menikmati 'bolos bersama' hari itu."Lo pikir gue banci?" balas gue"eits.. jangan salah lo, banci juga ngudud" kata Candra"ngudud beneran atau apa nih? yang jelas dong kalo ngomong" jawab gueCandra tertawa lebar, "itu mah hobi lo Ri!""najis, ogah gue biar dibayar mahal juga" kata gue"jadi lo mau kalo nggak dibayar?" tanya Candra.Giliran gue yang tertawa, "nggak usah bahas masa lalu lo deh," kata gue.Saat itulah pintu kamar Candra terbuka dan Anna keluar berjalan agak tertatih, perban di kedua kakinya pasti sudah membuatnya tidak nyaman."Mau ke mana lo?" Candra bertanya padanya"percuma nggak akan dijawab," kata gue mengingatkan"mau ke kamar gue," jawabnyaGue menoleh kaget bercampur kesal gue rasa. Nggak sal
Pintunya nggak dikunci, dengan mudah gue membukanya dan mendapati cewek itu sedang duduk memeluk lutut di sudut kamar yang gelap dan pengap. Gue meraba-raba dinding mencari saklar lampu."Jangan nyalain lampu!" kata Anna tanpa menoleh ke gue.Isaknya terdengar lirih di ruang kosong ini."Kenapa?" sahut gue sambil telunjuk gue tertahan di saklar.Anna menggeleng, wajahnya masih terbenam di lututnya."Ada yang mau lo ceritain? seenggaknya sedikit bercerita dengan orang lain adalah lebih baik daripada dipendam sendirian," kata gue sok bijak"bukan urusan lo!" bentak Anna"heh, lo pikir kalo ada seseorang yang dengan bodohnya nyoba bunuh diri di depan mata lo, itu bukan urusan lo?? huh.. mungkin lebih baik kemaren gue biarin lo mati tolol di WC!" kata gue dengan sengitnya.Gue sengaja ngomong begitu untuk memancing emosinya. Kalau manusia normal, gue yakin dia akan mencak-mencak ke gue. Tapiiii yaah mungkin dia memang nggak normal
Sore harinya gue terbangun dengan wajah tertutup sebuah amplop putih kecil berkop tinta biru. Nampaknya amplop resmi dari lembaga tertentu dan karena nyawa gue belum sepenuhnya kumpul, gue taruh amplop putih itu di atas galon. Sambil menggeliat melemaskan otot, gue mulai berfikir soal menu makan yang enak sore ini. Baru saja gue melangkah keluar kamar saat terdengar suara Candra memanggil dari tembok balkon."Tuh surat sakitnya tadi gue taro di muka lo," katanya"oh, sembarangan aja lo naro barang gituan di muka gue! mending tuh amplop nggak basah kena iler," gue melangkah dan duduk di kursi"laper nih, udah beli makan belom?" tanya gue"udah barusan" jawabnya"yaah nggak bisa nitip dong gue?" keluh gue"skali-kali beli sendiri lah" jawab Candra lagi"busett... jahat amat lo! kan selama ini yang sering nitip tuh elo, gue yang jadi babu" protes gue"pahala... ri... pahala. Lo mau masuk surga kan?" tanyanya sambil terkekeh
Hari yang dingin kali ini diakhiri dengan hujan yang turun deras sejak petang, Candra sudah meringkuk di balik selimutnya yang hangat beberapa saat setelah hujan turun. Gue sendiri belum ngantuk, jadi gue putuskan malam itu untuk duduk nonton televisi sambil otak gue menerka-nerka kira-kira apa yang akan ditanyakan bos gue di kantor besok terkait absennya gue hari ini. Dan baru saja gue berhasil memunculkan bayangan bos gue sedang memandang galak ke arah gue dari balik mejanya, seketika itu pintu kamar Candra terbuka."Hei Anna," gue buru-buru menoleh ke arah pintu"eh, ng...... kirain kalian tidur di sebelah lagi kayak semalem," katanya"emang kenapa?" tanya gue"yaah gue pikir gue bisa tidur di kasur lagi, hehehe.." jawabnya"si Candra udah tidur dari tadi kalo mau lo bisa tidur di kamar gue aja, di sana juga ada kasur" balas gue"lho, bukannya kamar lo yang ini ya?" tanyanyaGue menggeleng, "ini kamar Candra, kamar gue yang sebelah
Entah sudah berapa lama gue duduk di atas kursi ini, sebaik apapun pembawaan gue dan seceria apapun keadaan di sekitar gue, toh tetep aja masih ada separuh hati gue yang menangis. Kehilangan Echi benar-benar menjadi satu pukulan telak yang nggak pernah bisa gue elakkan. Terlalu sakit buat meyakinkan hati bahwa ini akan berlalu seperti satu detik yang baru saja terlewati dan terlalu dalam perasaan yang telah tumbuh di hati untuk menganggapnya terlah berlalu."Gue udah ikhlasin dia kok," kata gue menanggapi pernyataan Candra yang ingin gue segera mengikhlaskan Echi"ya udah kalo emang ikhlas, jangan terlalu dibawa sedih terus.." ujar Candra"kasian echi di sana" sambungnya.Candra kepulkan asap putih dari mulutnya dan membubung tinggi lalu lenyap tertelan dinginnya malam. Dua isapan lagi dan rokok di tangannya sudah mendekati ujung."Lagian kayaknya sekarang lo udah dapet gantinya Echi nih," Candra melirik pintu kamar Anna"ah, terlalu cepet b
“Woi Ri... bangun woii................” sebuah suara di pagi hari membangunkan gw dari tidur“siapa sih??” gw menggerutu tanpa pedulikan orang itu, “ganggu orang tidur aja!” protes gue“busett dah ni anak susah amat bangunnya,” suara cewek itu tepat di samping gw.Gw yakin pasti si Anna, dia mengguncang bahu gw beberapa kali.“Kan lo janji mau bantu gw beresin kamar? Bangun laaah......” kata dia sambil ngerengek“............................” gue masih merem“bener-bener dah ni anak kayak kebo tidurnya!” keluhnya“entar deh siangan aja....” kata gw dengan malasnya tanpa bergerak sedikit pun dari posisi tidur gw“sekarang aja siih,” dia makin merengek“nanti siang gw ada kuliah...” sambungnya lagi“ya udah kalo gitu kuliahnya sekarang aja, biar siangnya bisa beres-beres kamar,” jawab g
Tadinya gw pikir gw baru akan bangun setelah 1000 tahun setelah seorang puteri mencium gw, tapi baru setengah jam gw terlelap (itupun sudah dengan susah payah) ternyata suara berisik dari luar berhasil membuat gw terjaga. Pengapnya kamar juga membuat gw sesak bernapas. Maka gw putuskan segera keluar dan duduk di tembok balkon dengan rambut dan wajah masih acak-acakan. Candra sedang duduk di depan pintu kamarnya, dan Pak Haji sedang berbincang bersama seorang pria di depan pintu kamar nomor 20, kamar kosong yang ditinggalkan oleh pasangan suami istri yang dulu menghuninya.Nampaknya pria itu akan jadi penghuni baru di kosan ini. Pria berambut ikal dengan kumis dan jenggot lebat serta berkacamata. Hampir sebagian wajahnya tertutup rambut-rambut dari kedua jambangnya.“Siapa tuh dol?” tanya gw ke Candra yang berjalan mendekat“orang baru,” katanya seraya duduk di sebelah gw, “gantiin Mas Harja”“ah, tapi tetep aja bakal sepi
Gw tetap terjaga sampai malam tiba dan seperti malam-malam sebelumnya, malam minggu ini gw cuma duduk di balkon sambil bermain gitar. Candra tadi sempat mengajak bermain PS tapi gw akui gw nggak ahli dalam bermain game seperti itu. Candra sudah tenggelam di depan layar tivinya beberapa saat setelah maghrib. Malem ini suasana kosan terbilang ramai. Dua kamar yang nyaris selalu kosong karena penghuninya lembur, sekarang terbuka lebar dengan alunan lagu-lagu remix terdengar nyaring dari salah satunya. Sedang asyik bernyanyi terdengar suara langkah kaki menaiki tangga. Dan sesuai dugaan gw, Anna muncul dari tangga. Dia tersenyum begitu melihat gw. Tapi jujur saja gw masih kesal soal tadi pagi.“Malem minggu nggak ngapel Ri?” tanyanya dengan nada riang.Gw sengaja acuh dengan pertanyaannya, gw berpura-pura menyibukkan diri dengan nyanyian.“Hallooo..........” dia todongkan wajah di depan wajah gw dengan jarak yang sangat dekat, “ada oran